Minggu, 28 Februari 2016

BUDAYA SENI KRIDO ANOM BAKTI



BUDAYA TARI KRIDO ANOM BAKTI
Kebudayaan yang selalu mencoba untuk bertahan secara relevan mengikuti perjalanan jaman. Pada hakikatnya, kebudayaan yang hidup dan melekat pada jiwa suatu bangsa, sudah layak dan sepantasnya menjadi sebuah kebanggan yang dirasakan dan dimiliki bersama oleh seluruh insan yang bernaung di dalam bangsa itu sendiri. Budaya hadir sebagai sesuatu yang harus dijaga dan dilestarikan bersama serta sebagai sesuatu yang mepersatukan.
        Menurut pandangan  kearifan lokal merupakan nilai-nilai kehidupan yang tumbuh dan berkembang di suatu masyarakat. Dalam kehidupan sosial budaya, kearifan lokal hadir untuk membangun rasa kerinduan akan kehidupan tempo dulu yang kemurnian budaya dan kejayaannya untuk bertahan terasa ‘sulit’ diwujudkan dijaman sekarang ini. Kita tak bisa mengelak bahwa sedikit banyak, kita belajar dari kehidupan dahulu yang sering kita sebut sebagai sejarah. Dengan mengetahui sejarah, sudah sepatutnya kita belajar dari masa-masa keemasan dimana budaya masih kental melekat di hati setiap komponen di negeri ini.
        Dalam hal ini, kearifan lokal memegang peran penting untuk menjembatani pola pikir kehidupan masa lalu dengan masa sekarang dalam rangka mencetak kader pemimpin bangsa yang mencintai bangsanya sepenuh hati dan bersedia berjuang sehidup semati untuk Indonesia. Dengan kata lain, kearifan lokal merupakan landasan dasar suatu bangsa untuk menemukan jati diri dan identitasnya secara mandiri.
        Namun, waktu yang terus bergulir bersama perkembangan jaman seakan menenggelamkan apa yang sudah dipertahankan selama ini : kehidupan sosial budaya. Budaya barat dan berbagai pembangunan di segala bidang yang berkembang sedemikian pesatnya seolah menjadi raksasa ‘penyedot’ kebudayaan lokal beserta kehidupan sosial yang berkembang didalamnya. Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dengan kebudayaan daerahnya masing-masing yang dipersatukan dalam Budaya Nusantara. Keindahan kebudayaan Indonesia yang beragam itu disambut dan dihargai dengan sempurna di mata dunia. Namun, agaknya, di negeri sendiri, budaya-budaya sempurna itu lambat laun luntur dimakan sang waktu. Kita sering melupakannya! Kita baru bergerak cepat dan menggungat liar saat budaya kita diambil oleh negara lain karena keindahannya. Apakah hal ini yang patut bangsa kita munculkan untuk disajikan ke permukaan dunia??
        Kehidupan sosial budaya bangsa memang tengah mengundang air mata, namun, perlu katakan kepada dunia, bahwa kekuatan sebuah kehidupan sosial budaya secara utuh masih ada dan tetap dipertahankan di daerah dimana berasal : Kota Muntilan, Jawa Tengah. Di Muntilan ini,  masih secara utuh melihat batang hidung kebudayaan masih ada terlukiskan melalui kesenian serta kehidupan sosial warga Muntilan sendiri. Tari-tarian Jawa yang berkembang di sini : Tari Jathilan dan Topeng Ireng masih bernyawa dan diberi penghargaan sangat baik oleh warganya.
        Di tempat tinggal sekarang di Desa Pepe, Muntilan, terdapat kelompok kesenian tari Jawa yang tergabung dalam Sanggar ‘Krida Anom Bhakti’ yang beranggotakan para pemuda dan pemudi Desa Pepe sendiri. Pentas-pentas tari Jawa ini ditampilkan secara rutin setiap perayaan Kemerdekaan RI (17 Agustusan), Perayaan Lebaran dan Natalan bersama yang diikuti oleh seluruh warga Desa Pepe tanpa memandang kepercayaan atau pun suku yang berbeda.
        Selain kesenian, kearifan lokal yang lain nampak dalam kehidupan warga masyarakat dalam kemajemukan warga masyarakat Muntilan Kehidupan di Kota Muntilan ini begitu akur, rukun dan damai. Hal ini nampak pada saat diadakan doa bersama memperingati 40 hari meninggalnya Gus Dur yang diadakan di Klenteng Hok An Kiong Muntilan pada bulan Januari 2010 yang lalu dengan diikuti oleh setiap perwakilan dari kelima kepercayaan yang ada yaitu: Agama Buddha, Katholik, Kristen, Khonghucu, dan Islam.
          Modernisasi dan kebudayaan barat yang masuk serta berbagai macam pembangunan di berbagai bidang, memang menantang warga Muntilan untuk secara selektif memilah dan memilih. Namun, kehidupan sosial budaya tetap digenggam dan dipertahankan, tanpa takut termakan waktu. Contoh kearifan lokal di kota Muntilan ini terwujud oleh peran serta masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkannya. Saya berharap, contoh ini dapat diwujudkan dan berimbas kepada seluruh komponen Bangsa Indonesia dalam mengembangkan budaya atas dasar Kearifan Lokal.

BUDAYA MISTIS NYADRAN PANGGANGAN



BUDAYA NYADRAN PANGGANGAN
Kearifan Lokal merupakan nilai-nilai yang diciptakan, dikembangkan, dan dipertahankan dari masyarakat local dan arena kemampuannya mampu bertahan dan menjadi pedoman hidup masyarakat.Setiap daerah atau wilayah, mempunyai kearifan local tertentu.Tentunya berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya.Terdapat enam dimensi kearifan lokal, antara lain: pengetahuan local,  budaya local,  keterampilan local, sumber daya local, mekanisme pengambilan keputusan local, dans olidaritas kelompok.
Ditinjau dari salah satu dimensi yaitu budaya  local, daerah asal, Purworejo, Jawa Tengah memiliki kearifan local yang cukup beragam.Masyarakat Purworejo masih menjaga dan melestarikan budaya-budaya adat yang memang sudah ada sejak zaman nenek moyang.Walaupun ada beberapa yang sudah mulai luntur seiring perkembangan zaman dan teknologi.Budaya adat yang masih dilestarikan khususnya  di desa, misalnya nyadran, muludan, panggangan, sya’banan .Semua kegiatan tersebut adalah adat  yang sudah dilakukan sejak dulu dan membudaya hingga sekarang.
Nyadran merupakan kegiatan dimana semua warga dalam satu dukuh/ dusun bersama-sama menyembelih kambing.Uang untuk membeli kambing tersebut dikumpulkan dari iuran warga.Kambing tersebut disembelih di rumah kepala dusun (kadus), kemudian diolah oleh beberapa perwakilan warga.Semua warga masyarakat mengumpulkan nasi dan lauk secukupnya (biasanya disebut “weton”) di rumah kadus serta membawa wadah yang  akan diisi dengan hasil olahan kambing tadi. Setelah dibacakan doa oleh tokoh masyarakat sekitar, warga masyarakat dapat membawa kembali weton dan olahan daging kambing milik mereka. Acara nyadran ini dilakukan setiap setelah masa panen usai.Filosofi dari kegiatan ini adalah bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki panen yang telah diberikan.
Muludan dan Sya’banan merupakan acara peringatan bulan hijriyah atau bulan jawa. Muludan memperingati Bulan Maulid, sedangkan sabanan memperingati Bulan Sya’ban. Mulu dan diperingati dengan menyelenggarakan acara panggangan. Dinamakan panggangan karena semua warga masyarakat membuat weton berupa ayam yang ditusuk dan dibentuk sedemikian rupa pada  sebilah bamboo sehingga berbentuk pipih, kemudian dipanggang.Sama halnya seperti nyadran, weton tersebut kemudian didoakan oleh tokoh masyarakat dan setelah itu boleh dibawa pulang kembali.Selain dalam peringatan bulan mauled atau bulan rabi’ulawal, Panggangan ini juga dilakukan beberapa hari menjelang lebaran.Biasanya pada tanggal dua puluh satu, dua puluh tujuh, atau dua puluh Sembilan ramadhan.Sedangkan yang dilakukan masyarakat sekitar tempat tinggal  ketika sabananya itu hari pertama pergi ke mushola, masjid, atau tempat mengaji untuk membaca yasin bersama dengan membawa makanan sebagai suguhan yang akan dinikmati bersama setelah mengaji. Kemudian di hari kedua, pada malam hari, sekitar ba’da isya’ biasanya banyak otang berjualan di perempatan/ pertigaan jalan, atau di tempat strategis lainnya karena sebagian besar masyarakat akan berjalan-jalan keluar rumah bersama keluarga, teman, maupun tetangga.

DONGENG AIR COKRO TULUNG



BUDAYA MANDI COKRO TULUNG
            Kabupaten Klaten merupakan terletak diantara dua kota besar yakni Surakarta (Solo) dan Yogyakarta, memiliki luas wilayah mencapai 665,56 kilometer persegi yang terbagi 26 kecamatan dan terdiri atas 53 desa dan 103 kelurahan dengan jumlah penduduk sekitar 1.345.871 jiwa. Klaten bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng), sebelah timur Kabupaten Sukoharjo (Jateng), sebelah barat Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta), dan sebelah selatan Kabupaten Gunung Kidul (DI Yogyakarta).
        Sumber Daya Lokal di Kabupaten Klaten letaknya di antara Gunung Merapi dan Pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 75 hingga 160 meter Di Atas Permukaan Laut yang terbagi menjadi wilayah Lereng Gunung Merapi di bagian utara areal miring, wilayah datar dan berbukit di bagian selatan. Sebagian besar wilayah kabupaten ini adalah dataran rendah dan tanah bergelombang. Bagian barat laut merupakan pegunungan, bagian dari sistem Gunung Merapi. Ibukota kabupaten ini berada di jalur utama Solo-Yogyakarta.
        Sektor pertanian adalah potensi sumberdaya alam utama kabupaten Klaten. Penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Klaten pada tahun 2008, dari luas wilayah sebesar 65.556 Ha, terdiri dari lahan sawah seluas 33.423 Ha, lahan tegalan seluas 6.272 Ha, kolam/empang seluas 202 Ha dan hutan seluas 1.450 Ha. Menurut sistem pengairannya, dari luas lahan sawah tersebut yang berpengairan teknis 19.915 Ha, setengah teknis 9.778 Ha, sederhana 2.267 Ha dan tadah hujan 1.463 Ha. Kabupaten Klaten sampai sekarang masih dijadikan sebagai salah satu penyangga pangan khususnya Padi di Jawa Tengah. Hal ini tentunya harus tetap dipertahankan hingga dimasa-masa mendatang.
        Selain sektor pertanian, potensi sumberdaya alam yang ada di Kabupaten Klaten adalah sumber mata air yang banyak. Salah satu sumbernya yaitu sumber air Cokro Tulung yang sangat ideal untuk dikembangkan menjadi TAMAN PEMANDIAN.
       Di klaten juga memilki banyak permandian mata air asli yaitu Permandian mata air Pluneng, Ponggok, Jolotundo dimana permandian tersebut dijadikan tempat rekreasi untuk snorkeling.
        Di Kabupaten Klaten juga terdapat banyak curug yaitu Curug Tegalrejo ,Umbul Nilo, Curug Klampeyan, Umbul Curug Indah, Umbul Manten, Bendungan Karang Kendal, Waduk Serut Troketon,
        Terdapat pula Rawa Jombor yang merupakan rawa buatan , dimana dirawa tersebut dibudidayakan banyak ikan dan diatasnya terdapat warung terapung yang merupakan rumah makan diatas rawa. Untuk menuju kerumah makan tersebut kita haru melewati rawa menggunakan perahu.
        Selain mata air, kabupaten klaten juga memiliki gunung kapur. Dimana digunung kapur tersebut digunakan untuk tambang kapur oleh masyarakat sekitar. Selain itu, pemandangan disekitar gunung kapur tersebut sangatlah indah.


BUDAYA SENI LUDRUK DAN REOG





BUDAYA TARI LUDRUK DAN REOG    
Jawa Timur memiliki sejumlah kesenian khas. Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah laki-laki. Berbeda dengan ketoprak yang menceritakan kehidupan istana, ludruk menceritakan kehidupan sehari-hari rakyat jelata, yang seringkali dibumbui dengan humor dan kritik sosial, dan umumnya dibuka dengan Tari Remo dan parikan. Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan dengan modernisasi.
Seni tari tradisional di Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan dalam gaya Jawa Tengahan, gaya Jawa Timuran, tarian Jawa gaya Osing, dan trian gaya Madura. Seni tari klasik antara lain tari gambyong, tari srimpi, tari bondan, dan kelana.

1.    Seni Tari
    Tari Remong, sebuah tarian dari Surabaya yang melambangkan jiwa, kepahlawanan. Ditarikan pada waktu menyambut para tamu. Reog Ponorogo, merupakan tari daerah Jawa Timur yang menunjukkan keperkasaan, kejantanan dan kegagahan.

2.    Musik
       Musik tradisional Jawa Timur hampir sama dengan musik gamelan Jawa Tengah seperti Macam laras (tangga nada) yang digunakan yaitu gamelan berlaras pelog dan berlaras slendro. Nama-nama gamelan yang ada misalnya ; gamelan kodok ngorek, gamelan munggang, gamelan sekaten, dan gamelan gede.


    Kini gamelan dipergunakan untuk mengiringi bermacam acara, seperti; mengiringi pagelaran wayang kulit, wayang orang, ketoprak, tari-tarian, upacara sekaten, perkawinan, khitanan, keagaman, dan bahkan kenegaraan.Di Madura musik gamelan yang ada disebut Gamelan Sandur.

3.    Rumah adat
     Bentuk bangunan Jawa Timur bagian barat (seperti di Ngawi, Madiun, Magetan, dan Ponorogo) umumnya mirip dengan bentuk bangunan Jawa Tengahan (Surakarta). Bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki bentuk joglo , bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep). Masa kolonialisme Hindia-Belanda juga meninggalkansejumlah bangunan kuno. Kota-kota di Jawa Timur banyak terdapat bangunan yang didirikan pada era kolonial, terutama di Surabaya dan Malang.


      Jawa memiliki berbagai keindahan budaya dan seni yang terintegrasi dengan kehidupan masyarakatnya. berbagai seni tradisi dan budaya tertuang dalam karya karya pusaka masyarakat jawa seperti batik, rumah joglo, keris dan gamelan. karya pusaka seni dan budaya jawa seperti diatas sangat populer dan mendapatkan tempatnya sendiri di hati msyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke yogyakarta. Menginginkan suasana jawa dengan rumah joglonya dapat dilakukan dengan berwisata adat dan budaya di yogyakarta. sekarang ini telah muncul banyak pilihan berwisata yang menawarkan sifat dan budaya lokal yang tercover dalam desa wisata. Anda tentunya akan dapat menikmati suasana seperti masyarakat jawa sesungguhnya karenan memang desa desawisata telah dipadukan dengan kearifan lokal yang patut anda kunjungi. Selamat berwisata ke jogja…

4.    Pakaian adat
    Pakaian adat jawa timur ini disebut mantenan. pakaian ini sering digunakan saat perkawinan d masyarakat magetan jawa timur

5.    Kerajinan tangan
    Macam-macam produk unggulan kerajinan anyaman bambu berupa : caping, topi, baki, kap lampu, tempat tissue, tempat buah, tempat koran serta macam-macam souvenir dari bambu lainnya. Sentra industri ini terletak di Desa Ringinagung +- 1,5 arah barat daya kota Magetan.

6.    Perkawinan
    Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran, pihak laki-laki melakukan acara nako'ake (menanyakan apakah si gadis sudah memiliki calon suami), setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran). Upacara perkawinan didahului dengan acara temu atau kepanggih. Untuk mendoakan orang yang telah meninggal, biasanya pihak keluarga melakukan kirim donga pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun, dan 3 tahun setelah kematian.

7.    Festival Bandeng
    Festival Bandeng selalu digelar setiap tahun. Namun, ada yang berbeda dalam perayaan tahun ini. Kegiatan tersebut tidak dibarengi dengan acara lelang (menjual dengan harga tawar yang paling tinggi) bandeng kawak yang sudah menjadi tradisi masyarakat Sidoarjo.
    Kurang biaya dan bencana lumpur Sidorjo menjadi penyebab lelang itu dihilangkan. Walaupun tidak ada lelang, kegiatan tersebut diharapkan bisa mendorong petani untuk tetap membudidayakan ikan bandeng dengan bobot tak wajar alias raksasa.
Pemkab Sidoarjo sangat memperhatikan pelestarian bandeng karena ikan itu adalah ikon utama Kabupaten Sidoarjo.
 
    Festival yang juga bertujuan melestarikan budaya tradisional tahunan masyarakat Sidoarjo itu diikuti empat peserta petambak di Kabupaten Sidoarjo. Peserta berlomba menunjukkan hasil tambak berupa bandeng yang paling sehat dan terbaik.

8.    Upacara Kasodo
    Upacara Yadnya Kasada atau Kasodo ini merupakan ritual yang dilakukan setahun sekali untuk menghormati Gunung Brahma (Bromo) yang dianggap suci oleh penduduk suku Tengger.
    Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara ini diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.

9.    Ludruk
    Ada tiga jenis parikan di dalam ludruk pada saat bedayan (bagian awal permainan ludruk). Ketiga jenis parikan tersebut adalah lamba (parikan panjang yang berisi pesan), kecrehan (parikan pendek yang kadang-kadang berfungsi menggojlok orang) dan dangdutan (pantun yang bisa berisi kisah-kisah kocak).

10.    Ketoprak
    Ketoprak (bahasa Jawa kethoprak) adalah sejenis seni pentas yang berasal dari Jawa. Dalam sebuah pentasan ketoprak, sandiwara yang diselingi dengan lagu-lagu Jawa, yang diiringi dengan gamelan disajikan.
 
    Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil cerita dari luar negeri. Tetapi tema cerita tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos (wiracarita): Ramayana dan Mahabharata. Sebab nanti pertunjukkan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi pertunjukan wayang orang.

11.    Reog
    Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur, khususnya kota Ponorogo. Tak hanya topeng kepala singa saja yang menjadi perangkat wajib kesenian ini. Tapi juga sosok warok dan gemblak yang menjadi bagian dari kesenian Reog.
Di Indonesia, Reog adalah salah satu budaya daerah yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan.
 
    Seni Reog Ponorogo ini terdiri dari 2 sampai 3 tarian pembuka. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani.
 
    Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisional, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang. Eits, tarian ini berbeda dengan tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
 
    Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar.
 
    Adegan terakhir adalah singa barong. Seorang penari memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak.

12.    Karapan Sapi
    Karapan sapi adalah pacuan sapi khas dari Pulau Madura. Dengan menarik sebentuk kereta, dua ekor sapi berlomba dengan diiringi oleh gamelan Madura yang disebut saronen.
Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain.
 
    Jalur pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh sampai lima belas detik. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.