Rabu, 23 Maret 2016

DONGENG PUTRA ANDE-LUMUT

DONGENG “ ANDE ANDE LUMUT ” Ande - ande Lumut adalah cerita yang menceritakan suatu negeri yang kaya akan alam, nyaman, tentram dan sejahtera. Panji Asmarabangun yang kehidupannya sudah serba enak , kemewahan, kecukupan , menjadi putra mahkota. Pada saat itu Pangeran memiliki keinginan untuk pergi mencari pengalamandan mencari istri yang cantik hati dan cantik wajahnya, Akan tetapi Pangeran itu tadi tidak puas dengan kehidupannya yang serba kemewahan. Pangeran ingin pergi, melewati hutan. Pangeran ingin mencari jati dirinya dan pengalaman hidup. Oleh sebab itu, dimulailah perjalanan kehidupannya. Pangeran ingin menemukan pendamping hidup yaitu wanita yang cantik hatinya dan cantik wajahnya. Bersama dengan tiga orang muda melewati hutan yang lebat, melihat ke kanan dan ke kiri siapa tau ada hewan atau burung yang bisa di buru. Ketiga anak muda tersebut pergi untuk mencari jati dirinya. Ditengah hutan, Pangeran menyamar menjadi Ande – ande Lumut , putra dari seorang Janda dari desa Dadapan. Ande – ande Lumut mengumumkan kalau dia akan mencari seorang istri. Karena ketampanannya Ande – ande Lumut, menjadikan seluruh gadis jatuh cinta termasuk saudara – saudara klenting kuning. Dipagi hari yang cerah Ibu dari Klenting mengumpulkan anak – anaknya. Anak – anaknya sangat cantik wajahnya, yaitu : Klenting Merah, Klenting Hijau dan salah satu anak tirinya yang bernama Klenting Kuning. Ibu dari Klenting sangat menyayangi anak – anak perempuannya, namun tidak dengan Klenting Kuning. Menjadi anak tiri, ia sangat dibedakan kasih sayangnya. Klenting Kuning disuruh nyapu, membersihkan rumah dan bekerja di sawah, sangat memprihatinkan. Dalam perjalanan menuju rumahAnde – ande Lumut. Klenting Kuning, Klenting Merah, Klenting Hijau harus melewati sungai yang besar. Saat harus menyebrangi sungai, ada penjaga sungai tersebut yang berwujud Yuyu ( Kepiting) yang sangat besar, yang bernama Yuyu Kangkang. Yuyu Kangkang mau menyebrangkan tapi dengan upah yaitu dicium. Karena terburu – buru Klenting Merah dan Klenting Hijau mau menyetujui. Tapi hanya Klenting Kuning yang tidak mau dicium. Disaat Yuyu Kangkang memaksa Klenting Kuning untuk dicium. Klenting kuning mengeluarkan kesaktian yang berwujud bintang sakti, air sungai menjadi kering, Lalu Klenting Kuning dapat menyebrang sungai dengan mudah. Setelah sampai dirumah Ibu Janda Dadadapan, Klenting Merah dan Klenting Hijau berkata kalau mereka akan melamar Ande – ande Lumut. Klenting merah berkata “ Bu, saya datang kesini akan melamar Ande – ande Lumut”. Jawab Ibu Janda tersebut “ Ooh..mau melamar Ande – ande Lumut? Saya tanyakan Ande – ande Lumut terlebih dahulu.” Akan tetapi Ande – ande Lumut tidak mau karena walaupun cantik tapi sudah bekasnya Yuyu Kangkang. Namun, hanya Klenting Kuning yang diinginkan Ande – ande Lumut, karena Klenting Kuning tidak mau dicium Yuyu Kangkang. Setelah itu, Ande – ande Lumut menerima Klenting Kuning menjadi istrinya. Semua orang tidak tahu bahwa Klenting Kuning adalah Putri Sekartaji, putri Raja Kediri Jaya Negara yang menyamar mencari Pangeran Panji Asmarabangun, calon suaminya yang hilang. Setelah itu, mereka menjadi pasangan pengantin yang tidak bisa dipisahkan. Pernikahannya menggunakan bahasa Jawa yang lugu. Akhirnya Klenting Kuning menjadi pendamping hidupnya Ande – ande Lumut. Dan sekarang Ande – ande Lumut menjadi Raja menggantikan kerajaan ayahnya. Pangeran dan Klenting Kuning hidup bahagia selamanya.

DONGENG PUTRA ANGLING DARMO

Dongeng Angling Dharmo Angling Dharmo adalah raja dari kerajaan Malawapati yang berpermaisurikan Dewi Setyowati, putri dari guru Angling Dharmo yakni Begawan Maniksutra. Kakak Dewi Setyowati bernama Batik Madrim, bersumpah bahwa barang siapa yang hendak memperistri adiknya maka harus mengalahkannya. Angling Dharmo berhasil mengalahkan Batik Madrim dan diangkatmenjadi Patih kerajaan. Meski berwatak baik, Angling Dharmo mudah emosi dan mudah tergoda oleh wanita cantik. Suatu ketika, Angling Dharma mendapati sepasang burung jalak memadu kasih di atas pohon tepat di atas kepalanya. Ternyata dua jalak itu adalah jelmaan dari Sang Hyang Batara Guru dan istrinya Dewi Uma. Angling Dharma memanah mereka. Lallu Batara Guru marah dan mengutuk Angling Dharma akan berpisah dengan istrinya karena tak harmonis dalam bercinta. Angling Dharmo terhipnotis oleh kutukan itu dan tak harmonis dengan istrinya. Angling Dharmo pergi ke hutan untuk menenangkan pikirannya. Di dalam hutan ternyata ia melihat Naga Gini istri dari Naga Raja sedang berselingkuh dengan seekor ular tampar. Angling Dharma marah dan memanah ular tampar itu sampai mati, namun ternyata anak panah tersebut melukai ekor Naga Gini. Naga Gini mengadu pada Naga Raja dan memfitnah Angling Dharmo bahwa Angling Dharmo berniat untuk membunuhnya. Beruntung Angling Dharmo mampu untuk meyakinkan Naga Raja dengan meyakinkan bahwa ia menolong Naga Gini dari ular tampar. Karena rasa terima kasih Naga Raja Angling Dharmo mendapat ilmu Aji Gineng (ilmu menguasai bahasa binatang) dari Naga Raja, dengan syarat bahwa ia tidak boleh memberitahu siapapun mengenai ilmu ini. Ketika Angling Dharmo marah besar dan membuat setyowati kecewa berat dan memutuskan untuk bunuh diri dengan membakar dirinya. Demi menunjukkan cintanya, Angling Dharmo bersumpah untuk tidak menikah lagi. Sumpah itu didengar oleh Dewi Uma dan Dewi Ratih. Kedua dewi itu menguji sumppah Angling Dharmo dengan merubah wujudnya menjadi dua gadis yang sangat cantik dan menggoda Angling Dharmo. Runtuhlah sumpah itu karena menanggapi godaan itu. saat itulah kedua gadis itu merubah wujudnya kembali menjadi dewi kahyangan. Dewi Uma menghukumnya dengan mengembara meninggalkan istana untuk menebalkan imannya. Kerajaan dipimpin oleh Batik Madrim. Dalam pengembaraannya Angling Dharmo bertemu tiga orang gadis cantik yaitu Widati, Widata, dan Widianingsih. Ketiga gadis itu menyuruh Angling Dharmo untuk tetap tinggal. Selidik punya selidik ternyata tiga gadis itu adalah anak siluman dan Angling Dharmo dikutuk menjadi seekor burung belibis karena kalah pertarungan dengan ketiga siluman tersebut. Anling Dharmo dengan wujud burung belibis itu terbang sampai ke wilayah kerajaan Bojonegoro, dengan mudah ia ditangkap oleh Joko Gedug. Saat itu juga raja di kerajaan Bojonegoror yaitu darmawangsa sedang mengadakan sayembara. Barang siapa yang bisa mengungkap Bermana yang asli akan mendapat hadiah besar. Burung belibis itu membujuk Joko Gedug untuk mengikuti sayembara. Akhirnya Joko gedug mengikuti perintah burung belibis terbut dengan membawa kendi, dan berkata bahwa barang siapa yang bisa masuk kedalam kendi adalah Bermana yang asli. Salah satu Bermana dengan serakah dan kekuatannya berhasil masuk ke dalam kendi. Joko Gedug buru-buru langsung menutup kendi itu. rumor mengatakan bahwa yang masuk kedalam kendi itu adalah jelmaan dari jin bernama Wiratsangka. Jaka Gedug diberi jabatan Hakim Kerajaan. Putri Darmawangsa, Dewi Ambarawati tergoda melihat burung belibis itu. burung belibis yang tak lain adalah Angling Dharmo pada suatu malamberubah menjadi laki-laki tampan dan menggoda Ambarawati hingga mengandung. Kerajaan Bojonegoro menjadi gempar dan mengadakan sayembara untuk mencari tau siapa yang menghamili putrinya. Batik Madrim mengikuti sayembara itu sambil mencari rajanya. Batik Madrim Menyamar sebagai, Resi Yogiswara langsung menyerang belibis putih. Belibis putih berkata kepada Resi Yogiswara untuk menyerah saja, manyadari suara itu Resi Yogiswara langsung menyembahnya dan berkata bahwa ia adalah Batik Madrim yang mencari rajanya karena masa hukuman telah berakhir. Karena kesetiaan Batik Madrim kutukan dari tiga gadis itu akhirnya hilang. Angling Dharmo menikah dengan Ambarawati dan mempunyai anak Angling Kusuma. Angling Kusuma inilah yang kelak boleh menggantikan posisi dari kakeknya untuk memrintah kerajaan Bojonegoro

DONGENG PUTRA BUJANG KATAK

Dongeng Bujang Katak Pada jaman dahulu kala di sebuah dusun yang berada di Bangka Belitung hiduplah seorang nenek tua yang sangat miskin. Nenek tua itu bekerja dengan berladang pada ladang yang merupakan peninggalan orang tuanya. Nenek tua ini hidup sebatang kara dan saat orang orang sibuk bercocok tanam pada musim tanam si nenek yang tubuhnya juga sudah lemah lebih banyak menghabiskan waktu untuk beristirahat sembari ia kadang kadang menggarap ladangnya, dalam istirahatnya ia berkhayal ingin punya seorang anak. Ia berfikir jika memiliki seorang anak maka ia tidak akan selelah ini untuk menggarap ladangnya sendirian. Saat siang pun datang ia memilih pulang ke gubuk reotnya untuk benar benar beristirahat. Saat itu ia duduk duduk didepan gubuknya sembari matanya menerawang kembali memikirkan khayalannya yang juga disertai doa agar Tuhan mengabulkan pintanya untuk mempunyai seorang anak walaupun hanya berbentuk seperti katak. Tiga hari kemudian nenek tua tersebut merasa ada yang aneh dalam perutnya ,seperti ada benda yang bergerak gerak dan ternyata Tuhan mengabulkan doanya karena nenek tua itu sedang mengandung. Terdengarlah kabar itu oleh penduduk kampung yang berfikiran bagaimana bisa nenek tua yang tanpa suami itu bisa mengandung, mereka berfikir nenek tua itu sudah melakukan hal hal yang dilarang alias tidak senonoh. Nenek tua itu selalu menjadi bahan pembicaraan penduduk dengan tuduhan yang tidak tidak.Tapi ia hanya bersabar dan pada suatu malam terdengar teriakan dari dalam gubuk reot nenek tua yang ternyata ingin melahirkan. Berdatanganlah para warga namun belum sempat mereka masuk ke gubuk reot sudah terdengar tangisan bayi yang merupakan bayi nenek tua renta itu. Sang bayi lahir dalam bentuk tubuh yang mirip katak lalu menjadi bahan ejekan warga yang mengatakan bahwa nenek tua itu sudah berhubungan dengan katak hingga bayinya mirip seperti katak.Namun perempuan tua itu menceritakan kisahnya kepada warga perihal kelahiran putranya hingga akhirnya para warga kembali kerumahnya masing masing. Walaupun putranya lahir dalam keadaan seperti katak tapi perempuan tua itu tetap bersyukur kepada Tuhan dan berjanji merawat dan menyayangi anaknya sepenuh hati. Hari hari terus berlalu tanpa terasa putranya semakin dewasa dan penduduk kampung memanggilnya bujang katak karena badannya yang mirip katak.Bujang katak dalam kesehariannya sangatlah rajin dan tidak pernah keluar rumah kecuali membantu ibunya berladang. Ibunya tidak pernah menceritakan tentang asal usulnya lahir namun suatu hari bujang katak ingin ibunya menceritakan tentang keadaan negerinya tersebut maka berceritalah ibunya . Ibunya mengatakan bahwa negerinya ini dipimpin seorang Raja yang mempunya 7 puteri yang cantik cantik. Mendengar hal tersebut bujang katak langsung berkhayal andai ia bisa mempersunting salah satu dari mereka untuk menjadi pendamping hidupnya. Akhirnya bujang katak pun memberanikan diri mengungkapkan keinginannya pada ibunya.Alangkah terkejutnya ibu bujang katak saat mendengar keinginanya,karena mustahil baginya untuk mendapatka puteri raja dengan kedaan tubuhnya yang mirip katak. Tapi karena Bujang katak terus memohon maka sang ibu pun memberanikan diri untuk datang keistana Raja untuk menyampaikan niatnya. Maka keesokan harinya datanglah sang ibu ke istana raja untuk menyampaikan niatnya. Sesampainya disana karena tak berani langsung bicara pada Raja tentang keinginanya maka ibunya berpantun "Te...sekate menjadi gelang. Pe...Setempe nek madeh pesen Urang..." Sang raja mengerti maksud perempuan tua tersebut lalu memanggil ke 7 puterinya yang cantik cantik. Namun alangkah sedihnya nasib nenek tua yang bukannya mendapatkan perlakuan sopan malah diludahi satu persatu oleh puteri puteri raja itu kecuali si bungsu yang tak tega melihat perlakuan kakak kakak nya. Melihat kejadian itu nenek tua pun pulang dan menceritakan hal itu pada puteranya bujang katak. Bujang katak saat mendengar hal tersebut merasa sedih dan iba pada ibunya tapi ia tetap punya harapan dalam hati karena ia yakin puteri bungsu mau menerima lamarannya karena puteri bungsu tidak melakukan hal hal yang dilakukan oleh puteri puteri yang lainnya. Maka datanglah bujang katak berserta ibunya kembali ke istana Raja. Keesokan hari saat bujang katak dan ibunya kembali ke istana raja maka tertawalah raja dan para pengawalnya sembari mengejek bujang katak yang badannya mirip katak. Sembari kembali memanggilkan puteri puterinya dan hal yang sama dilakukan oleh puteri puteri raja yaitu meludahi bujang katak kecuali sang bungsu. Dalam hati sang bungsu ingin menerima pinangan bujang katak namun ia takut mengungkapkan itu pada ayahandanya. Sang Rajapun heran kenapa puteri bungsunya tidak meludahi bujang katak lalu mengerti apa maksud puterinya .Sang Raja akhirnya memberikan kesempatan pada bujang katak namun dengan mengajukan persyaratan yang tidak masuk akal dan sangat berat agar puterinya tidak bisa dipinang bujang katak yaitu dengan membuat jembatan emas dari gubuknya ke istana Raja dalam waktu tujuh hari tujuh malam. Setelah mendengar hal itu bujang katak pun menyetujuinya. Pulanglah bujang katak dan ibunya kembali ke gubuk.Ibunya bertanya pada puteranya bagaimana ia bisa mewujudkan syarat yang tak mungkin itu namun bujang katak berusaha meyakinkan bahwa jika Tuhan berkehendak maka tak ada yang tak mungkin. Pergilah bujang katak kesuatu tempat yang sepi untuk bertapa. Selama 6 hari 6 malam sudah ia lewati namun belum juga ada keajaiban. Di hari ketujuh keajaiban yang dinantikan itu datang, tubuhnya yang seperti katak tiba tiba menguning bersinar keemasan dan mengelupas. Bujang katak berubah menjadi pemuda yang tampan dan gagah. Lalu kulitnya yang mengelupas itu pun berubah menjadi emas dan saat ia kumpulkan berubah menjadi batangan batangan emas. Sungguh keajaiban yang luar bisa dan bujang katak sangat bersyukur pada Yang Maha Kuasa. Lalu malam itu juga ia mangajak ibunya itu menyusun batangan emas itu menjadi jembatan dari gubuknya hingga istana Raja. Saat pagi tiba sang Raja pun terkagum melihat jembatan yang dibuat bujang katak lalu memanggil bujang katak dan ibunya kembali ke istana. Ibu bujang katak beserta bujang katak kembali ke istana namun alangkah kagetnya Sang Raja melihat pemuda yang begitu tampan disebelah perempuan tua yang tak lain adalah ibu bujang katak.Sang raja lalu bertanya siapakah pemuda tampan itu dan pemuda itupun menjawab bahwa ia adalah bujang katak. Dipanggillah puteri bungsu raja dan puteri puteri lainya. Alangkah bahagianya putrei bungsu karena bujang katak adalah pilihan tepat untuknya dan langsung meminangnya. Kakak Kakak puteri bungsupun menyesal karena telah menolak dan meludahi bujang katak. Akhirnya pernikahan pun dilangsungkan dengan mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam. Kakak Kakak puteri bungsupun akhirnya menyuruh para pengawal untuk menangkap katak katak yang ada disawah karena mereka berfikir bahwa bujang katak berasal dari katak katak biasa di sawah. Mereka masing masing menyimpan satu katak dalam lemari berharap 7 hari kemudian berubah menjadi pria tampan.Namun alangkah terkejutnya mereka ketika membuka lemari bau busuk langsung menyebar seistana karena katak katak itu mati dan berulat. Keenam puteri tersebut berlari keluar kamar sambil muntah muntah karena bau busuk tersebut. Sang Raja yang mengetahui perbuatan ke enam puterinya akhirnya memberi hukuman untuk membersihkan kamar mereka masing masing. Sang Puteri bungsu hanya tersenyum melihat kelakuan kakak kakaknya . Waktu berlalu dan Sang Raja merasa semakin tua dan akhirnya menyerahkan Tahtanya kepada bujang Katak. Mereka hidup bahagia dalam istana. Bujang katak Ibunya Puteri bungsu dan keluarga Raja lainnya. Bujang katak menjadi Raja yang bijaksana dalam memimpin rakyatnya.

DONGENG AIR DANAU LIMBOTO

 DONGENG DANAU LIMBOTO
Dongeng Danau Limboto Dahulu, daerah Limboto merupakan hamparan laut yang luas. Ditengahnya terdapat dua buah gunung yang tinggi, yaitu gunung Boliohuto dan Gunung Tilongkabila. Pada suatu ketika, air laut surut, sehingga kawasan itu berubah menjadi daratan. Di beberapa tempat yang lain muncul sejumlah mata air tawar. Salah satu diantara mata air tawar tersebut mengeluarkan air yang sangat jernih dan sejuk. Mata air tersebut bernama Mata Air Tupalo. Tempat ini sering didatangi tujuh bidadari bersaudara dari kahyangan untuk mandi dan bermain sembur-semburan air. Suatu hari, ketika tujuh bidadari tersebut sedang asyik mandi dan bersenda gurau di sekitar mata air tupalo tersebut, seorang pemuda bernama Jilumoto melintas ditempat itu. Melihat ketujuh bidadari tersebut, Jilumoto segera bersembunyi di balik sebuah pohon. “aduhai… cantiknya bidadari-bidadari itu!” gumam Jilumoto dengan takjub. Ketika para bidadari itu sedang asyik bersenda gurau, perlahan-lahan ia berjalan menuju ke tempat sayap-sayap tersebut diletakkan. Setelah berhasil mengambil salah satu sayap tersebut, pemuda tampan itu kembali bersembunyi di balik pohon besar. Ketika hari menjelang sore, ketujuh bidadari tersebut selesai mandi dan bersiap-siap untuk pulang ke kahyangan. Setelah memakai kembali sayap merekea, mereka pun bersiap-siap terbang ke angkasa. Namun, salah satu sayap bidadari tersebut, pemuda tampan itu kembali tersembunyi di balik pohon besar. “hai, adik-adikku! Apakah kalian melihat sayap kakak?”. Rupanya, bidadari yang kehilangan sayap adalah bidadari tertua yang bernama mbu’i Bungale. Karena hari mulai gelap, keenam bidadari itu pergi meninggalkan sang kakak seorang diri di dekat mata air Tupalo. “ kakak jaga diri baik-baik!” seru bidadari yang bungsu. “adikku janagn tinggalkan kakak!” teriak mbu’I Bungale ketika melihat keenam adiknya sedang terbang keangkasa. Keenam adiknya tersebut tidak menghiraukan teriakannya. Tinggalah mbu’I Bungale seorang diri di tengah hutan. Tiba-tiba “ hai, bidadari cantik! Kenapa kamu bersedih begitu?” Tanya Jilumoto dengan berpura-pura tidak mengetahui kejadian sebenarnya. “ sayapku hilang, bang! Aku tidak bisa lagi kembali ke kahyangan.” Jawab Mbu’I Bungale. Mendengar jawaban itu, tanpa berpikir panjang Jilumoto segera mengajak Mbu’I Bungale untuk menikah. Bidadari yang malang itu pun bersedia menikah dengan Jilumoto. Setelah menikah mereka menemukan bukit yang terletak tidak jauh dari Mata air Tupalo. Di atas bukit tersebut mereka mendirikan rumah sederhana. Mereka menamai bukit itu Huntu lo Ti’opp atau Bukit Kapas. Pada suatu hari, mbu’I Bungale mendapat kiriman Bimelula, yaitu sebuah mustika sebesar telur itik dari kahyangan. Bimelula itu ia simpan di dekat mata air Tupalo dan menutupinya dengansehelai Tolu atau tudung. Beberapa hari kemudian, ada empat pelancong dari daerah timur yang melintas dan melihat mata air tersebut, salah seorang diantara mereka melihat ada tudung terletak di dekat mata air tupelo. “ hai kawan-kawan! Lihatlah benda itu! Bukankan itu tudung?” seru salah seorang dari pelancong itu. : benar kawan! Itu adlah tudung.” Kata seorang lainnya. Karena penasaran mereka segera mendekati tudung itu dan bermaksud untuk mengangkatnya, begitu mereka ingin menyentuh tudung itu, tiba-tiba badai dan topan sangat dahsyat datang menerjang, kemudian disusul hujan yang sangat deras. Keempat pelancong berlarian mencari tempata perlindungan agar terhindar dari marabahaya. Untungnya badai dan angina tersebut tidak berlangsung lama. Karena mereka masih penasaran ingin mengambil benda yang ditutupi tudung itu, merekapun bermaksud mengambil tudung itu, merea meludahi bagian atas tudung itu dengan sepah pinang yang sudah dimantrai. Mereka melihat sebuah benda bulat yang tak lain adalah Bimelula. Ketika mereka akan mengambil benda itu, tiba-tiba mbu’I bungale datang bersama suaminya Jilumoto. “ maaf tuan-tuan! Tolong jangan sentuh mustika itu! Izinkanlah kami untuk mengambilnya, karena benda itu milik kami.!” Pinta mbu’I bungale. “siap kalian berdua ini? Berani sekali mengaku sebagai pemilik mustika ini!” seru seorang pemimpin pelancong. “saya mbu’I bungale datang bersama suamiku, Jilumoto, ingin mengambil mustika itu” jawab mbu’I bungale dengan tenang. Namun keempat pelancong itu tetap memaksa ingin memiliki mustika tersebut. Mb’u’I bungale pun menantang mereka “ hai, aku ingatkan kalian semua! Kawasan mata air ini ditutrunkan tuhan oleh tuahn yang maha kuasa kepada orang-orang yang suka berbudi baik antarsesama makhluk di dunia ini. Bukan dberikan kepada orang-orang tamak dan rakus seperti kalian. Tapi jika memang benar kalian pemilik dan penguasa ditempat ini, perluaslah mata air ini! keluarkan seluruh kemampuan kalian, aku siap untuk menantang kalian! Seru mbu’I bungale. Keempat pelancong itupun bersedia menerima tantangan mbu’I Bungale. Si pemimpin pelancong segera membaca mantra dan mengeluarkan seluruh kemampuannya. “ wahai mata air kami! Meluas dan membesarlah,” demikian bunyi mantranya, namun tak sedikitpun menunjukkan adanya tanda-tanda air tersebut akan meluas setelah mantra itu dibacakan berkali-kali. Lama kelamaan mereka pun kehabisan tenaga. “hai, kenapa kalian berhenti! Tunjukkanlah kepada kami bahwa mata air itu milik kalian! Atau jangan-jangan kalian sudah menyerah!” seru mbu’I bungale. “diam kau, hai perempuan cerewet! Jangan hanya pandai bicara!” sergah pemimpin pelancong itu balik menantang mbu’I bungale. “ Jika kamu pemilik mata air ini, buktikan pula kepada kami!” setelah mendengar itu, mbu’I bungale duduk bersila di samping suaminya seraya bersedekap. Mulutnya pun komat-komit membaca doa. “hai, air kehidupan, mata air sakti, mata air yang memiliki berkah. Melebar dan meluaslah wahai mata air para bidadari… membesarlah.. !!” demikian doa mbu’I bungale. Usai berdoa, mbu’I bungal segera mengajak suaminya dan memerintahkan keempat pelancong tersebut untuk naik ke atas pohon yang paling tinggi, karena sebentar lagi kawasan itu akan tenggelam. Doanya pun dikabulkan. Beberapa saat kemudian , perut bumi tiba-tiba bergemuruh, tanah bergetar dan menggelegar. Perlahan-lahan mata air itu melebar dan meluas, kemudian menyemburkan air yang sangat deras. Dalam waktu sekejap tempat itu tergenang air. Keempat pelancong tersebut takjub melihat keajaiban itu dari atas pohon kapuk. Semakin lama genangan air itu semakin tinggi hampir mencapai tempat keempat pelancong yang berada di atas pohon kapuk itu. Mereka pun ketakutan dan meminta maaf kepada mbu’I bungale. Mbu’I Bungale adalah bidadari yang pemaaf. Dengan segera ia memohon kepada tuhan agar semburan mata air tupalo dikembalikan seperti semula. Tak berapa lama kemudian semburan air pada mata air tersebut kembali seperti semula. Mereka pun turun dari pohon. Mbu’I bungale segera mengambil tudung dan mustika BImelula. Ajaibnya ketika ia meletakkan di atas tangannya mustika yang menyerupai telur tersebut tiba-tiba menetas dan keluarlah seoang bayi perempuan yang sangat cantik. Wajahnya brcahaya bagaikan cahaya bulan, yang kemudiian diberi nama Tolango Hula yang ebrarti cahaya bulan. Tolango hula yang kelak menjadi raja limboto. Setelah itu mbu’I bunngale dan suaminya segera membawa anaknya keruamah beserta empat pelancong itu. Namun tiba-tiba mbu’I bungale melihat lima buah benda terapung-apung ditengah danau yang ternyata merupakan buah jeruk yang sama seperti yang ada di kahyangan. Untuk lebih meyakinkan dirinya, ia bermaksud memeriksa pepohonan yang tumbuh disekitar danau. Akhirnya mbu’I Bungale menemukan beberapa pohon jeruk yang sedang berbuah lebat setelah beberapa saat dia memeriksa. Kemudian ia memanggil suaminya untuk mengamati pohon tersebut. Suaminya pun segera mendekati pohon jeruk itu sambil menggendong bayi mereka. Setelah memegang dan mengamatinya, ia pun yakin bahwa pohon dan buah jeruk itu berasala dari kahyangan. “kamu benar, Dinda! Pohon jeruk ini seperti yang ada di kahyangan.” Kata jilumoto. Beberapa saat kemudian mbu’I bungale baru menyadari bahwa keberadaan pohon jeruk di sekitar danau itu merupakan anugerah dari tuhan yang mahakuasa. Untuk mengenang peristiwa yag baru saja terjadi di daerah itu, Mbu’I bungale dan suaminya menamakan danau itu Bulalo lo limu o tutu, yang artinya danau dari jeruk yang berasal dari kahyangan. Lama-kelamaan, masyarakat setempat menyebutnya dengan Bulalo Lo Limutu atau lebih dikenal dengan sebutan Danau Limboto.

DONGENG PUTRI KEONG EMAS

DONGENG PUTRI KEONG EMAS
Dongeng Keong Mas Pada zaman dahulu ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Daha. Di kerajaan itu hidup dua orang putri yang begitu cantik. Putri itu bernama Dewi Galuh dan Candra Kirana. Kedua putri Raja tersebut hidup serba kecukupan dan juga sangat bahagia. Suatu hari, datang seorang pangeran dari Kerajaan Kahuripan. Pangeran itu sangat tampan ia bernama Raden Inu Kertapati. Pangeran itu datang ke kerajaan Daha dengan maksud ingin melamar Candra Kirana. Kedatangan pangeranpun sangat disambut baik oleh Raja yang akhirnya Candra Kirana dan Pangeran Inu pun bertunangan. Namun Dewi Galuh iri atas pertunangan mereka karena ia piker Pangeran Inu lebih pantas untuk dirinya. Dengan begitu Dewi Galuhpun pergi ke nenek sihir untuk meminta supaya Candra Kirana itu di sihir menjadi sesuatu hal yang menjijikan dan raden Inu menjauhinya. Nenek sihir langsung mengabulkan keinginan Dewi Galuh dan menyihir Candra Kirana menjadi Keong Emas dan membuang Keong emas itu ke sungai. Suatu hari, ada seorang nenek yang sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas pun tersangkut di Jalanya si nenek. Keong emaspun di bawa oleh sang Nenek ke rumahnya dan di simpan di tempayan. Keesokan harinya sang Nenek mencari ikan lagi, namun tak satupun ikan yang di dapatnya dan akhirnya si Nenek memutuskan untuk pulang saja. Ketika sang Nenek tiba di rumah, tiba-tiba ia kaget karena sudah tersedia makanan yang sangat enak di mejanya. Sang Nenekpun heran dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri siapa yang mengirim semua makanan itu. Kejadian it uterus berulang ketika sang Nenek pergi dari rumahnya, suatu hari sang Nenek ingin tahu dan mengintip siapa sebenarnya yang mengirim masakan itu. Secara tida-tiba sang nenekpun kaget karena Keong emas yang di tempayannya itu berubah menjadi seorang gadis yang begitu cantik. Lalu gadis itu langsung masak dan menyiapkannya di meja, karena sang Nenek sangat penasaran, sang Nenek pun menghampiri dan menegur putri yang cantik itu. “Siapa kamu wahai putri yang cantik? Dan dari manakah asalmu?”. Tanya sang Nenek “Aku seorang Putri dari Kerajaan Daha Nek, aku disihir menjadi Keong emas oleh seorang Nenek Sihir atas perintah saudariku karena ia iri padaku”. Jelasnya candra Kirana Setelahnya ia menjelaskan asal-usul dirinya, iapun berubah kembali menjadi Keong emas. Sang nenekpun begitu heran. Sementara itu, Pangeran Inu tak mau diam saja ketika ia mengetahui kalau Candra Kirana hilang. Iapun dengan segera mencari tahu keberadaannya dengan menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek sihir yang jahat itupun mengetahui tujuannya pangeran Inu dan akhirnya si Nenek sihir menyamar menjadi burung gagak. Raden Inu Kertapati kaget ketika ia melihat burung gagak yang bisa berbicara dan juga mengetahui tujuannya. Sang Pangeran menganggap kalau burung itu sakti dan menuruti kemauannya, padahal Raden Inu diberikan jalan yang salah oleh si burung gagak itu. Di tengah-tengah perjalanan sang Pangeranpun bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, sang Raden pun memberinya ia makan. Sang Kakek tua itu ternyata orang yang sangat sakti sehingga ia menolong sang Pangeran dari burung gagak tersebut dengan memukul burung itu dengan tongkatnya sehingga sang burung berubah menjadi asap. Sang Pangeranpun menceritakan perjalannya kepada sang kakek, dan sang kakek menyuruh Raden untuk pergi ke Desa Dadapan. Setelah menghabiskan waktu beberapa hari, sampailah ia di Desa Dadapan tersebut dan mendekati sebuah gubuk dengan niatan ingin meminta seteguk air karena perbekalannya sudah habis. Ketika ia melihat dari balik jendela, ia sangat terkejut sekali, ternyata di dalam gubuk itu ada Candra Kirana yang sedang memasak. Karena pertemuannya itu Candra Kiranapun akhirnya trelepas dari sihir dan mereka pun akhirnya kembali ke istana dengan membawa sang nenek yang baik hati itu juga. Candra Kiranapun menceritakan semua perbuatan Dewi Galuh kepada baginda Kertamarta. Sang Bagindapun meminta maaf atas kejadian itu kepada putrinya Candra kirana dan sang putripun demikian. Sementara itu Dewi Galuh mendapat hukuman atas perbuatannya itu, namun karena ia takut mendapatkan hukuman itu akhirnya Dewi Galuhpun melarikan diri ke hutan. Pangeran Inu Kertapati dan Putri Candra Kiranapun akhirnya menikah dengan pesta yang begitu meriah hingga akhirnya mereka hidup bahagia.

DONGENG AIR RORO KUNING

BUDAYA AIR TERJUN RORO KUNING Roro Kuning yaitu nama air terjun yang ada di Desa Bajulan, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Air terjun Roro Kuning ada di ketinggian 600 m dpl dan tingginya dari 10 – 15 meter. Air terjun ini mengalir dari 3 sumber, dari gunung Wilis, yang merambat di sela – sela batu padas dibawah pohon – pohon hutan pinus. Kemudian menjadi air terjun yang membentuk trisula. Selanjutnya proses mengalirnya itu menjadi orang – orang di desa Bajulan menamakannya air terjun merambat Roro Kuning. Ada cerita, nama Roro Kuning ini berasal dari Ruting dan Roro Kuning, putri raja Kadiri Dan Dhoho yang punya kuasa dai abad 11 – 12. Ruting yang aslinya bernama Dewi Sekertaji yaitu putri dari Lembu Amiseno dari Kerajaan Dhoho. Ketika dua itu sakit, serta merta kerajaan tidak ada yang bisa menyembuhkan. Runting sakit kuning dan Roro Kuning sakit gondok dan kulit. Untuk mencari kesembuhan dua putri raja itu keluar masuk hutan besar, naik turun gunung dan selanjutnya istirahat di lereng Gunung Wilis desa Bajulan. Waktu mau merenungi nasibnya, putri ketemu sama Resi Darmo dari Padepokan Ringin Putih desa Bajulan. Disitu, dua putri raja disembuhkan dan diberi obat ramuan tradisional sama Resi yang sakti. Karena ramuan dari daun – daun itu, dua putri raja akhirnya bisa sembuh. Dalam proses menyembuhkan tadi, putri Runting dan Roro Kuning kebiasaannya mandi di air terjun yang selanjutnya diabadikan menjadikan nama air terjun Roro Kuning

BUDAYA ADAT RUMAH BETANG

BUDAYA RUMAH BETANG Pasir Panjang merupakan sebuah desa yang berada di Kota Pangkalan Bun. Dilihat dari letaknya, desa ini terletak di tempat yang sangat strategis karena keberadannya di tengah-tengah antara Kota Pangkalan Bun dan Pelabuhan Kumai. Di desa ini mengalir Sungai Kumai yang menjadi sumber pemberdaharaan air desa. Berbicara tentang asal-usul desa tidak bisa lepas dari peran Kerajaan Kotawaringin. Menurut cerita penduduk, awal dibukanya desa diprakarsai oleh seorang utusan Kerajaan Kotawaringin yang mengemban sebuah tugas. Utusan tersebut bernama Ranggae yang merupakan seorang bersuku dayak yang merupakan orang kepercayaan raja pada masa itu. Tidak jelas kapan perintah tersebut turun. Setelah beberapa lama mengemban tugas, maka Ranggae ingin kembali ke kerajaan. Namun, raja memerintahkan Ranggae untuk tetap tinggal di daerah tersebut. Akhirnya, Ranggae pun menetap dan mulai membangun desa tersebut. Keberhasilannya membangun desa menjadikannya disegani sebagai komunitas Dayak. Setelah Ranggae berhasil membangun sebuah desa yang cukup makmur, maka raja pun menghibahkan tanah tersebut kepadanya. Desa tersebut kemudian diberi nama dengan Desa Pasir Panjang karena daerahnya yang memiliki daerah pasir yang cukup luas dan memanjang dari daerah aliran sungai sampai ke arah Kota Pangkalan Bun. Mata pencaharian penduduk desa Pasir Panjang adalah petani dan nelayan yang sesuai dengan tanahnya yang subur dan aliran sungai yang kaya dengan ikan pada masa itu. Kepala adat Desa Pasir Panjang yang pertama dikenal dengan Renggawa bagi pria dan wanitanya dikenal dengan Renggawi. Jika dilihat dari periodisasinya, kemungkinan turunnya perintah ini terjadi pada masa awal berdirinya Kerajaan Kotawaringin. Kerajaan ini baru dibangun oleh Pangeran Adipati Anta Kesuma, putra raja Banjar Sultan Musta’in Billah (1650-1678), yang pergi ke arah Barat pada 1679. Di masa pemerintahan sultan pertama inilah disusun undang-undang kerajaan Kotawaringin yakni Kitab Kanun Kuntara. Selain membangun Istana Luhur sebagai keraton kerajaan Kotawaringin, Sang pangeran juga membangun Perpatih (rumah patih) Gadong Bundar Nurhayati dan Perdipati (panglima perang) Gadong Asam. Selain itu untuk keperluan perang dibangun pula Pa'agungan, sebagai tempat menyimpan senjata atau pusaka, membangun surau untuk keperluan ibadat, dan membangun sebuah paseban sebagai tempat para bawahan dan rakyat menghadap sultan. Kemungkinan pada masa inilah raja mengutus beberapa orang untuk memperluas dan menjaga daerah milik kerajaan.

DONGENG PUTRA SI PAHIT LIDAH

Dongeng “Si Pahit Lidah” Dahulu kala ada anak muda yang namanya “Pagar Bumi” mereka enam bersaudara yang telah mengembara jauh tak tentu arahnya. Pada suatu hari ahli ramal kerajaan bertemu dengan Pagar Bumi selintas saja dia sudah dapat menilai besok lusa Pagar Bumi itu akan menjadi orang yang sakti, tapi kesaktiannya dapat membahayakan kerajaan. Dari hari itu juga Pagar Bumi dengan orang tuanya mendapat perintah untuk menghadap ke istana kerajaan. Disana Pagar Bumi mendapat perintah dari Raja, dia harus meninggalkan kerajaan jawa, ia juga diasingkan ke Pulau Sumatera. Ibunya menangis tersedu-sedu Suatu hari ia sampai di desa yang memegang permaisuri orang sebai yang sakti dan memiliki ilmu ghaib. Di desa itu dia berkenalan dengan pemuda sebayanya. Mereka mendengar pengumuman yang dikeluarkan oleh Ratu, siapa saja dapat belajar ilmu kesaktian dengan dia. Yang mendapat giliran yang pertama adalah temannya. Pagar Bumi menunggu gilirannya dia duduk di ruang tunggu pendopo. Karena terlalu lama dia tertidur, sampai gilirannya dia tidak bangun. Celakanya temannya juga tidak membangunkan dia, padahal namanya di sebut-sebut oleh Ratu. Ratu pun tidak sabar, dia mendekat ke Pagar Bumi, dia membangunkan si Pagar Bumi, tapi sia-sia, Pagar Bumi tetap tidak bangun, si Ratu tadi akhirnya mengambil air minum segelas dan dibacakan mantra, sampai Pagar Bumi sadar dari tidurnya. Dia kaget karena Ratu sudah di hadapannya dengan segala hulu balangnya. Dia bingung karena temannya sudah tidak disan dan pengawal pun memberi tahu kalau temannya tidak ada lari waktu kamu tidur, si Pagar Bumi pun melanjukan jalan ke barat, sampai di tepi ujung kulon. Pagar Bumi niat mau nyebrang ke selat sunda, akhirnya dia sampai di Pulau Sumatera,ia sampai di sebuah dusun di sumatera selatan. Karena letih dia pun tidur dibawah pohon dengan alas kepalanya kayu besar yang sudah mati. Berhari-hari dia duduk, melihat orang berlalu lalang, tapi tidak ada orang yang memperhatikannya, seolah-olah tidak ada Pagar Bumi yang duduk disana. Tapi sudah mau malam baru penduduk beranjak ke rumah mereka, ada kijang yang lewat di hadapannya dia tersentak, dengan berkata “Batu”, ajaibnya kijang itu langsung jadi batu, sejak itu dia jadi sombong. Dia pun dijuluki “ Si Pahit Lidah”. Berita itu sampai kedaerah Lampung. Pada waktu itu Lampung ada sebuah kerajaan yang namanya “Danau Maghrib”, awalnya di perintah dengan Raja yang arif dan bijaksana. Raja itu memiliki tiga anak, mereka adalah Dewi Sinta, Gunawan Suci, dan Gunawan Sakti. Tapi sayang sesudah Raja wafat tahta kerajaan diambil ole saudara raja yang lalim. Kedua anak Raja tadi mau tewot mendengarkan si Pagar Bumi yang ada kelebihannya, dia dapat membuat orang yang di sapanya jadi batu. Kabar nasib kedua putra Raja tersebar keseluruh penjuru dunia. Kakaknya yang tua Dewi Sinta nangis tersedu-sedu karena duka yang mendalam. Selama beberapa hari Dewi Sinta tidak makan tidak tidur. Pada hari ke 5 sesudah kepergian ayahnya Dewi Sinta tidur enak sekali, didalam pedomannya dia mimpi dia didatangi kedua orang tuanya, mereka memberi petunjuk cara-cara menghadapi si Pahit Lidah dan nmembebaskan adik mereka yang terkena sihir. Keesokan harinya dia menghadap pamannya yang sekarang ini menjadi raja, dia meminta izin mau ke Bukit Pesagi unuk membebaskan kedua adiknya. Akhirnya Dewi Sinta naik kuda menuju Bukit Pesagi, dia menutup telinganya dengan kapas, si Pahit Lidah menggoda, tapi Dewi Sinta tidak terpengaruh, dia mengingat apa yang dipesankan oleh orang tuanya. Sampai diatas Bukit Pesagi, Dewi Sinta heran, dia melihat burung yang pintar menyanyi ada juga pohon yang dapat mengeluarkan bunyi-bunyian bak musik alami. tapi dia cepat sadar, kalau kedatangannya bukan untuk ngehibur dia, melainkan membebaskan kedua adiknya yang sudah menjadi batu. dia cepat turun dari kuda sesuai apa yang diucapkan oleh orang tuanya, dia mendekat ke pangkal pohon beringin, disalah satu celah batang pohon dia mengambil sebuah peti kayu yang didalamnya ada abu. Sampai tempat si Pahit Lidah, tiba-tiba burung ajaib hinggap di bahu si Pahit Lidah, dia pun tidak dapat bergerak lagi, sang putri langsung menyumbat mulut si Pahit Lidah dengan kapas. Sesudah itu dia menaburkan abu dari kotak ke muka orang-orang yang sudah membatu. Saat itu juga patung-patungnya berubah jadi manusia, cepat-cepat mereka lari, karena diberi tahu oleh burung itu sebentar lagi si Pahit Lidah dapat bergerak. Si Pahit Lidah sakit hatinya karena dia malu karena dikalahkan dengan gadis baik yang lemah lembut. Sesudah itu dia meninggalkan daerah Bukit Pesagi. Si Pahit Lidah sampai di atas sungai ogan, dekat tepi yang berbatuan yang terlihat tertata untuk tempat pemandian. Sampai suatu hari dia sampai di kerajaan tanjung menang, nama rajanya adalah Nurrullah atau si Pak Mata. Si Pahit Lidah lewat kebun milik Raja yang di jaga dengan tiga puluh tentara, karena dia haus dia meminta jeruk, tidak diberi oleh penjaga kebun, dia takut dimarah dengan Rajanya, si Pahit Lidah pun marah “ ah, jeruk pahit seperti itu saja tidak boleh diminta, kikir sekali”. besoknya Raja marah “karena tadi biasanya mikmik itu sudah jadi pahit”, akhirnya pengawal menceritakan tentang si Pahit Lidah. Si Pahit Lidah terkejut karena sang Raja adalah kakak si Pahit Lidah. Yang akhirnya si Pahit Lidah jadi baik dia tidak lagi marah, dendam, bahkan dia bahagia. Si Pahit Lidah akhirnya dia nikah dengan gadis baik yang namanya Dayang Merindu.

DONGENG PUTRA SI PITUNG

Dongeng : Si Pitung dari Betawi Tersebutlah seorang pemuda gagah serta pemberani yang tinggal di daerah Rawa Belong pada zaman dahulu. Pitung nama pemuda gagah itu. Sejak kecil si Pitung telah belajar agama dan juga belajar silat dari Haji Naipin. Semakin bertambah usianya, kemampuan dalam soal agama dan kepiawaiannya bermain silat semakin tinggi. Pada zaman itu sulit dicari orang yang dapat menandingi kemampuan si Pitung dalam ilmu beladiri. Selain mengaji dan beladiri, si Pitung pun dibekali dengan berbagai kesaktian. Salah satu kehebatan yang membuat lawan tarungnya bertekuk lutut adalah tubuh si Pitung kebal terhadap senjata apapun. Bukan hanya senjata tajam yang tidak dapat melukai tubuhnya, pelurupun mental tidak mempan jiga bersentuhan dengan tubuhnya. Si Pitung menjadi pendekar yang disegani kawan dan ditakuti lawan. Selain dikenal sebagai orang ahli mengaji dan pandai bermain silat, si Pitung juga dikenal sebagai orang berakhlak baik, pemberani dan selalu membela yang lemah teraniaya. Maka, betapa marah dan gusarnya dia ketika melihat kesewenang-wenangan Kompeni Belanda memperlakukan rakyat Betawi. Begitu juga dia marah terhadap para tauke (Majikan) dan juga tuan-tuan tanah yang hidup senang karena memeras rakyat. Rakyat Betawi yang miskin tambah miskin dan menderita. Si Pitung tidak bisa membiarkan kejadian menyedihkan itu kian berlarut-larut. Dia merasa harus melakukan sesuatu demi memperbaiki rakyat disekitarnya. Dia juga ingin meberi pelajaran keras terhadap kompeni, Para takue dan para tuan tanah. Langkah pertama yang dia lakukan adalah mencari orang-orang yang sependirian dengannya. Dua orang sahabatnya Rais dan Ji’i, ternyata juga sepaham dengannya. Mereka pun menggagas tindakan untuk menolong rakyat miskin. Si Pitung, Rais dan Ji’i melakukan perampokan terhadap tauke dan tuan-tuan tanah kaya yang berpihak pada kompen Belanda. Hasil rampokannya itu lalu dibagikan kepada rakyat miskin. Rakyat miskin dan mereka yang tertindas serta teraniaya amat berterima kasih mendapat bantuan dari Pitung dan teman-temannya. Namun demikian, sepak terjang si Pitung sangat meresahkan para Tauke dan Para tuan tanah. Untuk menghadapi aksi perampokan Si Pitung, Para tauke dan tuan-tuan tanah lantas menyewa centeng-centeng atau tukang pukul bayaran. Mereka mencari para centeng yang dikenal mempunyai kemampuan silat tingkat tinggi dan bersedia membayar tinggi jika para centeng itu mampu menjaga harta benda mereka agar tidak dirampok. Mereka mencari hingga kedaerah-daerah yang jauh. Meski demikian, para centeng yang terkenal mempunyai kemampuan silat tinggi itu tidak berdaya juga menghadapi si Pitung dan kawan-kawannya. Harta kekayan para tauike dan Para tuan tanah jahat itu tidak mampu mereka jaga. Para tauke dan tuan tanah akhirnya melaporkan kejadian yang mereka alami itu kepada pemerintaha Kompeni Belanda. Pemerintah Kompeni Belanda lantas mengirimkan pasukan bersenjata untuk memburu si Pitung. Akan tetapi menangkap si Pitung dan kawan-kawannya bukanlah perkara mudah. Selain serangan-serangan mendadaknya sangat merugikan pasukan Belanda, rakyat pun membantu perlindungan bagi pitung dan kawan-kawan sehingga sulit ditemukan. Pemerintah Kompeni Belanda lalu menerapkan siasat lain. Mereka menyatakan.” Siapa saja yang bersedia memberikan keterangan perihal dimana keberadaan si Pitung akan diberikan hadiah yang sangat besar.” Iming-iming hadiah besar itu tidak menarik minat rakyat Betawi, terutama mereka yang miskin, menderita dan teraniaya. Selama itu mereka telah mendapatkan berbagai bantuan dari si Pitung dan kawan-kawan, tentui saja mereka tidak bersedia membantu pemerintahan Kompeni belanda. Si Pitung dan kawan-kawannya merupakan pahlawan bagi rakyat miskin dan tertindas. Bagaimana mungkin mereka bersedia membantu pemerintah kompeni Belanda yang menjajah dan membuat kehidupan mereka menjadi menderita. Meskipun sebagian dari mereka disiksa pemerintah kompeni Belanda untuk menunjukan keberadaan si Pitung, tetap saja mereka enggan menyebutkannya. Sementara Pemerintah Kompeni Belanda tersu disibukan mencari keberadaan si Pitung. Si Pitung dan kawan-kawan terus melakukan aksi mereka. Mereka melakukan perampokan dengan target Para Tauke dan Para Tuan tanah kejam dan jahat. Hasil rampokannya tetap mereka bagikan kepada rakyat miskin yang mebutuhkan. Apa yang harus dilakukan pemerintah belanda? Seperti yang dilakukan di daerah-daerah lain di Indonesia, pemerintah Kompeni Belanda melakukan siasat licik. Mereka menangkap orang tua si Pitung dan memenjarakannya. Selain itu mereka menangkap Haji Naipin dan memenjarakannya. Mereka menyiksa orang tua si Pitung dan Haji Naipin agar bersedia memberitahu keberadaan si Pitung dan rahasia kesaktian terutama ilmu kebalnya. Betapa kejinya mereka menyiksa kedua orang tua si Pitung dan juga Haji Naipin dengan siksaan yang melewati batas-batas kemanusiaan. Tidak tahan dengan siksaan yang sangat pedih itu, orang tua si Pitung akhirnya memberitahu dimana si Pitung dan kawan-kawannya bersembunyi. Haji Naipin yang sangat menderita karena siksaan yang dialaminya akhirnya juga memberitahu rahasia kesaktian si Pitung.” Jika tubuh si Pitung terkena telur busuk, maka kekebalan tubuhnya akan menghilang.” Pemerintah Kompeni Belanda lantas mengirimkan pasukan bersenjata yang lebih besar jumlahnya untuk menangkap si Pitung dan kawan-kawan di tempat persembunyian mereka. Pasukan yang lengkap bersenjata itu juga membawa banyak telur busuk untuk menghilangkan kekebalan tubuh si Pitung. Pertarungan yang sengit terjadi di daerah yang menjadi tempat persembunyian si Pitung. Semula si Pitung dan kawan-kawannya masih mampu merepotkan pasukan bersenjata Kompeni Belanda itu. Amukan mereka mampu menimbulkan banyak korban di pihak pasukan bersenjata. Hingga pasukan bersenjata itu melempari tubuh si Pitung dengan telur-telur busuk sebelum menghujaninya dengan tembakan. Si Pitung, pahlawan besar Betawi pembela kebenaran itu, akhirnya menghembuskan napas terakhirnya terkena tembakan-tembakan. Si Pitung meninggal dunia sebagai pembela rakyat miskin dan tertindas akibat kekejaman dan kesewenang-wenangan penjajah. Pesan Moral dari Kisah Rakyat Nusantara : Si Pitung dari Betawi adalah kita seyogyanya menghargai jerih payah para pahlawan karena pahlawan itu telah rela berkorban jiwa dan raga demi menegakan keadilan dan kebenaran yang telah dirusak oleh para penjajah.

DONGENG AIR TELAGA WARNA

DONGENG TELAGA WARNA Pada zaman dahulu, ada sebuah kerajaan di Jawa Barat. Negeri itu dipimpin oleh seorang raja. Prabu, begitulah orang memanggilnya. Ia adalah raja yang baik dan bijaksana. Tak heran, kalau negeri itu makmur dan tenteram. Tak ada penduduk yang lapar di negeri itu. Semua sangat menyenangkan. Sayangnya, Prabu dan istrinya belum memiliki anak. Hal itu membuat pasangan kerajaan itu sangat sedih. Penasehat Prabu menyarankan, agar mereka mengangkat anak. Namun Prabu dan Ratu tidak setuju. "Buat kami, anak kandung adalah lebih baik dari pada anak angkat," sahut mereka. Ratu sering murung dan menangis. Prabu pun ikut sedih melihat istrinya. Lalu Prabu pergi ke hutan untuk bertapa. Di sana sang Prabu terus berdoa agar dikaruniai anak. Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka terkabul. Ratu pun mulai hamil. Seluruh rakyat di kerajaan itu senang sekali. Mereka membanjiri istana dengan hadiah. Sembilan bulan kemudian, Ratu melahirkan seorang putri. Penduduk negeri pun kembali mengirimkan putri kecil itu aneka hadiah. Bayi itu tumbuh menjadi anak yang lucu. Belasan tahun kemudian, ia sudah menjadi remaja yang cantik. Prabu dan Ratu sangat menyayangi putrinya. Mereka memberi putrinya apa pun yang dia inginkan. Namun itu membuatnya menjadi gadis yang manja. Kalau keinginannya tidak terpenuhi, gadis itu akan marah. Ia bahkan sering berkata kasar. Walaupun begitu, orangtua dan rakyat di kerajaan itu mencintainya. Hari berlalu, Putri pun tumbuh menjadi gadis tercantik di seluruh negeri. Dalam beberapa hari, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di negeri itu pergi ke istana. Mereka membawa aneka hadiah yang sangat indah. Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah yang sangat banyak itu, lalu menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu, ia bisa menggunakannya untuk kepentingan rakyat. Prabu kemudian mengambil sedikit emas dan permata. Ia membawanya ke ahli perhiasan. "Tolong, buatkan kalung yang sangat indah untuk putriku," kata Prabu. "Dengan senang hati, Yang Mulia," sahut ahli perhiasan. Ia lalu bekerja sebaik mungkin, dengan sepenuh hati. Ia ingin menciptakan kalung yang paling indah di dunia, karena ia sangat menyayangi sang Putri. Hari ulang tahun pun tiba. Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan Ratu datang, orang menyambutnya dengan gembira. Sambutan hangat makin terdengar, ketika Putri yang cantik jelita muncul di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi kecantikannya. Prabu lalu bangkit dari kursi-nya. Kalung yang indah sudah dipegangnya. "Putriku tercinta, hari ini aku berikan kalung ini untukmu. Kalung ini pemberian orang-orang dari penjuru negeri. Mereka sangat mencintaimu. Mereka mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu tumbuh jadi dewasa. Pakailah kalung ini, Nak," kata Prabu. Putri menerima kalung itu. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. "Aku tak mau memakainya. Kalung ini jelek!" seru Putri. Kemudian ia melempar kalung itu. Kalung yang indah itu pun rusak. Emas dan permata-nya tersebar di lantai. Itu sungguh mengejutkan. Tak seorang pun menyangka, Putri akan berbuat seperti itu. Tak seorang pun bicara. Suasana hening. Tiba-tiba terdengar tangisan Ratu. Tangisan-nya diikuti oleh semua orang. Tiba-tiba muncul mata air dari halaman istana. Mula-mula membentuk kolam kecil. Lalu istana mulai banjir. Istana pun dipenuhi air bagai danau. Lalu danau itu makin besar dan menenggelamkan istana. Sekarang, danau itu disebut Telaga Warna. Danau itu berada di daerah puncak. Di hari yang cerah, kita bisa melihat danau itu penuh warna yang indah dan mengagumkan. Warna itu berasal dari bayangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Namun orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung Putri yang tersebar di dasar telaga.

DONGENG PUTRI DEWI TANI



DONGENG PUTRI DEWI TANI
Sejauh ini cerita lengkap tentang Siraso ditemukan dalam buku Fondrakö Ono Niha, Agama Purba – Hukum Adat – Mitologi – Hikayat Masyarakat Nias (1981) karya Sökhiaro Welther Mendröfa (Ama Rozaman). 

Dalam bab IV buku tersebut diceritakan tentang Atumbukha Ziraha Wangahalö (Lahirnya Dewa Dewi Pertanian) dalam bentuk narasi dan hoho.

Buruti Siraso (Siraso) adalah putri dari Raja Balugu Silaride Ana’a di Teteholi Ana’a. Balugu Silaride Ana’a adalah keturunan lebih dari sepuluh setelah Balugu Luo Mewöna. Siraso memiliki saudara kembar laki-laki bernamaSilögu Mbanua (Silögu).
Di Teteholi Ana’a, Siraso rajin mendatangi rakyat saat penaburan bibit sehingga tanaman subur dan berbuah lebat. Sedang Silögu gemar mendatangi rakyat saat panen sehingga bulir-bulir panenan banyak dan bernas.
Ketika memilih jodoh, Siraso mengidamkan suami yang mirip kembarannya, demikian pula Silögu ingin beristri seorang wanita persis Siraso. Untuk mencari jodohnya, Silögu pergi berkelana. Sementara Siraso diturunkan ayahnya ke muara sungai Oyo. Anak kembar itu dipisah agar tidak terjadi incest (kawin sumbang). Dari muara sungai Oyo, Siraso meneruskan perjalanan ke hulu, tiba di suatu dataran rendah yang kemudian bernama Hiyambanua, dan bermukim di situ.
Setelah setahun berkelana Silögu pulang. Di rantau dia tidak menemukan idamannya, di Teteholi Ana’a dia juga tidak bertemu kembarannya. Menurut ayahnya, Siraso telah meninggal dunia. Betapa gundah-gulana hati Silögu. Akhirnya, Silögu mohon diturunkan ke bumi. Silögu kebetulan diturunkan di muara sungai Oyo. Dia berjalan ke hulu sungai, dan tiba di Hiyambanua. Di sana dia bertemu seorang wanita yang mirip adik kembarnya. Sang wanita itu juga melihat Silögu mirip abang kembarnya.
Dua insan itu akhirnya kawin. Setelah menjadi pasangan suami-istrii barulah Silögu dan wanita itu (yang ternyata adalah Siraso) mengetahui bahwa mereka saudara kembar. Apa boleh buat, Maha Sihai Si Sumber Bayu telah menjodohkan mereka.
Di bumi Nias Siraso dan Silögu tetap gemar mengunjungi para petani. Doa dan berkat mereka dibutuhkan untuk bibit dan untuk panen. Setelah mereka meninggal dunia, orang-orang membuat patung Siraso (Siraha Woriwu) dan patung Silögu (Siraha Wamasi) untuk memanggil arwah mereka pada waktu para petani turun menabur bibit dan panen. Siraso dikenal sebagai Dewi Bibit (Samaehowu Foriwu), Silögu dikenal sebagai Dewa Panen (Samaehowu Famasi).
Pada waktu mulai menabur bibit, masing-masing petani membawa bibit tanaman, diserahkan kepada ere (ulama agama suku) agar bibit tersebut diberkati oleh Dewi Bibit. Upacara pemberkatan ini mengorbankan babi. Ere memimpin doa pemujaan Siraha Woriwu. Syair hoho Memuja Dewi Bibit (Fanumbo Siraha Woriwu) diawali:

He le Siraso samo’ölö, he le Siraso samowua;

soga möi moriwu tanömö, möiga mangayaigö töwua;
mabe’zi sarasara likhe, matanö zi sambuasambua.

(Hai Siraso Sumber hasil, hai Siraso sumber buah.
Kami tiba, menyemai bibit, kami tiba menyemai tampang.
Kami semai tunggal berlidi, kami semai biji satuan.)

Setelah itu syair hoho berisi harapan agar bibit tanaman:
1.                  diberi akar menembus bumi, diberi batang naik mengatas
2.                  mayangnya dimatangkan oleh terik, buahnya dimatangkan oleh panas
3.                  terlindung dari serangan: tikus, walang sangit, celeng, monyet, hama, pipit
4.                  tidak diganggu arwah orang mati dan tidak dihanyutkan banjir
Selain harapan, syair hoho juga berisi janji (ikrar) yang harus ditepati:

Mabé wabaliŵa mbalaki, mabé wabaliŵa zemoa;

sumange woriwu tanömö, sumange woriwu töwua.
Andrö faehowu ya mo’ölö, andrö faehowu ya mowua.

(Akan kami bayar emas murni, dan kami membayar emas perada.
Persembahan bagi Dewi Bibit, persembahan bagi Dewi tampang.
Berkatilah agar ganda hasil, berkatilah agar berganda buah.)

Tidak dijelaskan bagaimana janji tersebut dilaksanakan, namun dalam pemujaan Dewa Panen disebutkan bahwa sebagian hasil panen harus dibagikan kepada: kaum miskin atau melarat, janda, anak yatim, dan anak yatim-piatu. Bila dilanggar akan membuat dewa marah dan merusak hasil pertanian.
Demikianlah cerita Dewi Bibit (dan Dewa Panen) dalam buku Ama Rozaman. Kisah Siraso dan Silögu ini pada zamannya merupakan mite. Para ahli menyebutnya mitos teogonis (mite terjadinya dewa-dewi), dianggap benar-benar terjadi, dianggap suci (sakral), dan diwariskan turun-temurun dalam kehidupan masyarakat Nias tempo dulu.
Tradisi lompat batu di Nias

Keturunan Siraso
Mitos teogonis dewa-dewi pertanian kini menjelma menjadi legenda (dianggap benar-benar terjadi, tapi tidak sakral). Ketika agama modern datang, terjadi iconoclasm (pemusnahan patung-patung berhala) di Nias. Masyarakat diharamkan menyembah patung (fanömba adu), sehingga mite dewa-dewi pertanian kehilangan sarana pewarisannya. Dewa-dewi pertanian tidak dianggap sakral lagi oleh orang Nias, kini diganti mitos modern bertema teknologi: traktor, pestisida, pupuk, dan bibit unggul.

Bagi folk (orang Nias zaman sekarang) cerita itu bukan lagi sebuah lore (kebudayaan yang diwariskan). Cerita itu hanyalah sebuah mite kuno (mite milik orang Nias kuno, bukan milik orang Nias kini) yang lambat-laun kian dilupakan. Namun keturunan Siraso yang telah tersebar di Tanö Niha tentu tidak mudah dilupakan.
Generasi ketiga dari Siraso-Silögu adalah anak kembar: Silaheche Walaroi dan Silaheche Walatua. Mereka pindah dari Hiyambanua ke Gomo. Hanya Silaheche Walaroi (Falaroi) yang selamat sampai di Börönadu Gomo. Falaroi menetap di sana bersama keturunan Hia Walangi Adu. Dia mendapat gelar Sebua Moroibalangi. Dari nama gelar itulah asal mado Zebua yang dipakai keturunannya (Fries, 1919: 106-8; Zebua, 1996: 6).
Menurut Faondragö Zebua (Ama Yana), anak Falaroi bernama Lari SumölaIagö Tanömempunyai anak dua: dan BörödanöIagö Tanö berputera Ba’usebua. Ba’usebua kawin denganBuruti Lama, saudari baginda Gea (keturunan Daeli) di Tölamaera, anaknya empat: Lafoyolatio,LanöHinou ManofuManofugabua. Keturunan mereka menyebar: Lafoyolatio tinggal di Ononamölö, Lanö kembali ke Hiyambanua dan sebagian keturunannya pergi ke Laraga, Hinou Manofu dan Manofugabua berdomisili di Luaha Moro’ö mendirikan Ononamölö dan Mazingö. SedangBörödanö menjadi leluhur mado Zebua di Tetehösi Idanögawo (Zebua, 1996: 16-7).
Cerita versi Faogöli Harefa agak berbeda. Cucu Siraso-Silögu yang tinggal di Hiyambanua bernama Lari Sumöla mengembara hingga ke Tölamaera. Di sana dia kawin dengan Buruti Lama, anaknya dua: I’agötanö dan Börönadö. Anak I’agötanö bernama Ba’u Sebua mempunyai anak empat: Lafoyo Latio, Lanö, Manofu Gobua, Hino Manofu. Keturunan mereka menyebar: Lafoyo Latio tinggal di Ononamölö, Lanö pergi ke Oyo, Manofu Gobua pergi ke Luaha Moro’ö, Hino Manofu pergi ke Sowu. Cucu dari Ba’u Sebua menjadi asal-usul mado Zebua (Harefa, 1939: 18).
Dalam kedua cerita tersebut tersimpan sebuah misteri. Suami Buruti Lama menurut Faondragö Zebua (1996) adalah Ba’usebua, sedang Faogöli Harefa (1939) mengatakan Lari Sumöla. Untuk menyingkap misteri tersebut, tampaknya perlu penelusuran yang lebih luas dan teliti terhadap silsilah keluarga (zura nga’ötö) para keturunan Sang Dewi Bibit, meliputi: Zebua, Zega, Zai, Ziliwu, Hawa, dan lainnya.

DONGENG MISTIS GUNUNG BONGKOK



                                Dongeng Gunung Bongkok
 
Zaman dahulu, di sekeliling daerah Jatiluhur masih banyak hutan belantara. kemudian di hutan – hutan tersebut beserta gunung – gunung disekitarnya, ada siluman penunggu yang sudah ada dari jaman Sangkuriang. Namanya adalah Jonggrang Kalapitung. Badannya tinggi besar sebanding dengan besarnya gunung. Kulitnya hitam pekat, rambut kumisnya sebesar tambang sapu dan rambutnya sangat lengket. Suaranya nya pun sangat menggelegar. Kemudian suaranya tersebut tidak bisa dibedakan apakah dia sedang lemas atau sedang marah.
Suatu hari, Jonggrang Kalapitung ingin memancing di Sungai Citarum, karena dia sangat ingin makan ikan bakar. Setelah keinginannya itu muncuk, kemudian dia berfikir dan dia menyimpulkan bahwa tidak ada cara lain selain meminta bantuan warga kampung disekitar sungai tersebut, yaitu Kampung Cisarua. Ketika sampai  ke kampung tersebut, Jonggrang Kalapitung pun berteriak “ hai warga kampung ! ayo berkumpul dihadapanku !”. mendengar suara tersebut, semua warga kampung langsung berkumpul tumpah ruah di hadapannya.
Jonggrang Kalapitung meminta bantuan untuk dibuatkan alat pancing yang sangat besar. Permintaanya tersebut pun dilaksanakan oleh warga kampung. Alat pancingnya sangat besar, dan diberi umpan kepala sapi. Jonggrang Kalapitung memancing sembari dikeliling dan disaksikan oleh seluruh warga kampung di sekitar sungai tersebut. Jonggrang Kalapitung berdiri begitu gagahnya, badannya yang besar memenuhi tempat tersebut. Kakinya yang sebelah menginjak gunung, dan yang satunya lagi menginjak pohon bungur yang sangat besar. Selama sebulan, dia berdiam di tempat itu sambil memancing. Sampai – sampai gunung yang diinjak tersebut menjadi bongkok serta pohonnya pun hampir mati. Akhirnya gunung teersebut dinamai Gunung Bongkok.
Di hari ke 40, pancinggannya bergerak, Jonggrang Kalapitung langsung menarik pancingannya sekencang mungkin. Karena terlalu kencang, akhirnya pancingan tersebut sampai terlempar ke belakangnya dan menyangkut ke hutan. Kemudian ketika ditarik kembali oleh Jonggrang Kalapitung, pancingannya tersebut terangkat namun membuat hutan dibelakangnya tersebut menjadi rata karena terangkut oleh pancingannya sangat besar tersebut. Hingga akhirnya hutan tersebut diberi nama Haurpapak.
Jonggrang Kalapitung penasaran, ikan apa yang menyangkut dipancingannya hingga bergerak tersebut ?. ketika dilihat, ternyata hanya ikan kecil yang menyangkut di telinga kepala sapi yang sudah menjadi tengkorak tersebut. Karena begitu kesalnya, ikan itu pun dilempar dan jatuh di Kampung Cilélé, desa Cisarua Jatiluhur.
Karena tidak mendapatkan ikan besar, lama kelamaan Jonggrang Kalapitung pun kelaparan. Tadinya dia ingin meminta orang kampung lagi untuk membatunya, tetapi tidak ada satupun orang didekatnya. Semuanya sudah pergi karena ketakutan melihat Jonggrang Kalapitung yang marah – marah tidak mendapatkan ikan besar. Kemudian Jonggrang pun melihat pohon jengkol yang sanagt besar dan buahnya sangat banyak. Akhirnya tanpa berpfikir panjang, jengkol tersebut pun iya habiskan dari pohonnya. Dia melahap semua jengkolnya. Ketika dia membuang air kecil, dia kesakitan karena terkena “jengkolan” disebabkan oleh terlalu banyak makan jengkol.
 Jonggrang Kalapitung guling – guling karena kesakitan. Akhirnya dia pun mengucapkan sumpah serapah kepada pohon jengkol agar tidak pernah tumbuh ditempat tersebut karena sudah membuatnya kesakitan. Setelah mengucapkan sumpah serapah tersebut, akhirnya Jonggrang Kalapitung pun pergi mengilang entah kemana. Dan didaerah Gunung yang akhirnya bernama Gunung Bongkok itu pun sampai sekarang tidak pernah tumbuh pohon jengkol.