Minggu, 01 November 2015

DONGENG MISTIS GERBONG MAUT


DONGENG GERBONG MAUT
            Jika anda melihat peta Pulau Jawa dan mengamati bagian timur dari pulau tersebut, anda akan mendapati sebuah kabupaten yang terletak bagian barat pegunungan Ijen, terapit antara kabupaten Situbondo di Utara dan kabupaten Jember di Selatan, itulah kabupaten Bondowoso. Sebuah kota kecil yang berhawa sejuk dan hijau.
            Berjalan menyusuri kota Bondowoso, anda akan menemukan sebuah monumen bersejarah yang terletak  di sebelah selatan alun-alun Bondowoso, tepatnya di depan kantor pemerintah daerah Kabupaten Bondowoso. Sebuah monumen yang dibangun untuk mengenang pengorbanan para pejuang kemerdekaan yang gugur dalam sebuah tragedi, tragedi gerbong maut.
            Tragedi gerbong maut adalah sebuah tragedi yang mengakibatkan tewasnya 48 pejuang asal Bondowoso di dalam gerbong kereta api, yang pada saat itu mereka berstatus tahanan, ketika dipindahkan dari penjara di Bondowoso menuju penjara di Surabaya. Para pejuang tersebut dipindahkan dengan menggunakan gerbong barang yang tertutup rapat tanpa ventilasi. Dan dapat anda bayangkan bagaimana keadaan di dalamnya.
            Setelah Indonesia merdeka, Belanda tetap ingin Indonesia menjadi jajahannya. Belanda pun melakukan Aksi Militer I yang pada minggu ketiga bulan Juli 1947. Belanda mendaratkan tentaranya di pantai Pasir Putih, Situbondo. Dari sanalah mereka melancarkan aksinya ke beberapa wilayah, termasuk ke Bondowoso. Di Bondowoso sendiri rakyat telah mempersiapkan diri untuk melawan, akan tetapi pada akhirnya Belanda berhasil menangkap para pejuang tersebut. Belanda menangkap para orang-orang Bondowoso dengan sewenang-wenang, tanpa melihat apakah orang tersebut terlibat atau tidak di dalam aksi perlawanan. Hal tersebut membuat rumah tahanan di Bondowoso penuh dan dalam waktu singkat penjara tidak mampu lagi menampung tahanan. Pada saat itu jumlah tahanan mencapai 637 orang dan Belanda bermaksud mengadakan pemindahan. Maka diputuskan tahanan yang termasuk dalam “pelanggaran berat” akan dipindahkan ke penjara di Surabaya. Untuk mengangkut para tahanan, Belanda menggunakan angkutan kereta api.
            Dari stasiun inilah para pejuang Bondowoo dibawa menuju penjara di Surabaya. Pemindahan dilakukan dalam tiga tahap. Setiap tahap pengangkutan memuat sebanyak 100 orang. Pemindahan tahap I dan II berjalan dengan baik karena gerbong yang digunakan terdapat ventilasi udara seluas 10-15 cm dan di setiap stasiun para tahanan mendapatkan makanan dari rakyat sehingga tidak kelaparan. Namun pada saat pemindahan tahap ke-3, gerbong yang digunakan tanpa ventilasi dan para tahanan tidak mendapatkan makanan karena rakyat dilarang mendekati gerbong saat berhenti di stasiun. Sedangkan pada pemindahan tahap ketiga inilah tragedi gerbong maut terjadi.
            Subuh itu, sekitar pukul 04.00 wib tanggal 23 November 1947, Bondowoso masih diselimuti dingin dan heningnya malam. Namun terdengar teriakan tentara Belanda membangunkan para tahanan di penjara Bondowoso. Mereka dipaksa untuk bangun dan dikumpulkan di depan penjara. Mereka sudah menduga apa yang akan terjadi pada mereka, yaitu mereka akan dipindahkan menuju penjara di Surabaya. Pukul 05.30 tahanan sampai di stasiun kereta api Bondowoso dan mereka menunggu kedatangan kereta api dari Situbondo. Sementara menunggu kedatangan kereta, tanpa diberi kesempatan untuk sarapan pagi para tahanan dipaksa untuk masuk ke dalam tiga gerbong yang sudah ada. Gerbong 1 dengan nomor GR5769 diisi 32 orang, gerbong 2 dengan nomor GR4416 diisi 30 orang sedangkan 38 orang masuk ke dalam gerbong 3 yang bernomor GR10152. Menurut Moesappa, salah seorang pejuang yang selamat, diceritakan bahwa orang-orang berebut masuk ke dalam gerbong 3 karena panjang dan masih baru. Setelah semua tahanan masuk, gerbong ditutup dan dikunci dari luar. Pukul 07.00 kereta dari Situbondo tiba dan tepat pukul 07.30 kereta berangkat dari stasiun Bondowoso menuju Surabaya.
            Suasana di dalam gerbong gelap gulita dan udara terasa panas. Saat dalam perjalanan para tahanan mencoba menggedor-gedor dinding gerbong namun hal tersebut tidak digubris, malah cacian yang mereka dapatkan. Pagi berubah menjadi siang. Suasana di dalam gerbong bertambah menyiksa bagaikan di neraka. Terik matahari terus memanasi gerbong yang terbuat dari plat baja. Tentu saja hal tersebut membuat para tahanan merasa sangat kehausan hingga terjadi kejadian yang menyedihkan, yaitu salah seorang tahanan terpaksa meminum air kencing rekannya demi mempertahankan hidup. Sempat terjadi hujan cukup deras saat mendekati stasiun Jatiroto dan keadaan ini dimanfaatkan oleh para tahanan untuk menjilati tetesan air dari lubang-lubang kecil. Tetapi tidak demikian untuk gerbong 3. Karena masih baru, gerbong tersebut tidak terdapat lubang-lubang kecil sehingga para tahanan tidak mendapatkan tetesan air.
            Setelah menempuh perjalanan yang sangat menyiksa, sampailah mereka di stasiun Wonokromo, Surabaya. Jam menunjukkan pukul 20.00, para petugas pun mulai membuka gerbong dan menyuruh para tahanan untuk keluar. Namun tidak ada jawaban dari mereka. Setelah diperiksa ternyata sebagian besar dari mereka telah meninggal dunia. Terdapat 48 korban meninggal, dari gerbong 2 yang bernomor GR4416 ada 8 orang meninggal sedangkan gerbong 3 yang bernomor GR10152 semua tahanan meninggal. Para tahanan yang sehat dipaksa untuk mengangkut jenazah rekan-rekannya dan jenazah-jenazah tersebut harus diangkat dengan hati-hati karena jika tidak maka daging jenzah tersebut akan mengelupas akibat kepanasan.
            Begitulah sejarah dari tragedi gerbong maut yang telah memakan korban para pejuang asal Bondowoso. Oleh karena itu untuk mengenang jasa para pahlawan gerbong maut maka dibangunlah sebuah monument gerbong maut yang dicanangkan sejak tahun 1973 dan selesai pada 29 Desember 1976. Namun sayang, untuk stasiun Bondowoso kini sudah tidak dioperasikan lagi. Kini Monumen Gerbong Maut tersebut sudah menjadi ciri khas kota Bondowoso dan menjadi pelajaran bagi kita sebagai generasi muda haruslah bisa mempelajari dan mengambil hikmah dari pengorbanan para pahlawan yang telah gugur, khususnya para pejuang gerbong maut, agar berusaha dengan keras untuk membangun bangsa ini dan tercipta kesejahteraan bangsa. Berjalan-jalan ke suatu tempat dengan mengenal aspek sejarahnya terutama yang berkaitan dengan perjuangan bangsa Indonesia, selain mendapatkan manfaat rekreasi, tentu juga akan menambah kecintaan kita pada Indonesia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar