Kamis, 17 Desember 2015

DONGENG AIR SEDUDO

BUDAYA MANDI AIR SEDUDO
            Setiap tempat, baik desa maupun kota memiliki keunikan tersendiri dalam masyarakat melakukan keberlangsungan kehidupan nya dalam hidup sosial. Terutama di desa yang masih memiliki kekhasan tersendiri dan terjaga hingga masa modern sekarang ini. \kekhasan itulah yang disebut Kearifan Lokal.
            Kabupaten Nganjuk adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Mungkin sekilas kearifan di tiap tiap daerah di Jawa Timur banyak memiliki kesamaan. Mulai dari struktur kebudayaan yang relatif sama, hingga peninggalan nenek moyang yang sama. Tentu saja, kebanyakan budaya Jawa Timur berasal dari kerajaan – kerajaan ynag singgah di tanah ini. Ada Kerajaan Singosari, Kerajaan Dhaha, dan yang lumayan besar yakni Kerajaan Majapahit yang dulu nya sempat mundur ke Jawa Timur karena serangan dari Kerajaan Sriwijaya yang melakukan ekspedisi ke Pulau Jawa. Itu salah satu sebab, budaya Jawa Timur dan Jawa Tengah masih mirip, karena masih satu suku. Berbeda dengan Jawa Barat yang notabene suku Sunda.
            Kabupaten Nganjuk adalah bekas singgah salah satu Kerajaan Majapahit yang saat itu dibagi dua oleh raja nya waktu itu karena sesaat sesudah menghindari serangan Kerajaan Sriwijaya serta bekas tempat perang Empu Sendok ( masih bagian dari Kerajaan Majapahit ) dengan salah satu Kerajaan Kecil di Jawa Timur. Sebelum diganti nama Nganjuk, nama tempat itu adalah Anjuk Ladang. Nganjuk memiliki julukan “ Kota Bayu “ atau “ Kota Angin “, karena hembusan Angin yang terus menerus dari tiga Gunung  Gunung Wilis, Gunung Kelud, dan Gunung Arjuna. Tempat Kabupaten Nganjuk di lereng antara gunung – gunung tersebut, sehingga angin di sana begitu kencang.
            Terkait dengan pengetahuan lain, di kabupaten Nganjuk ada beberapa mitos yang masih diyakini oleh masyarakat disana. Seperti,  ketika bulan Syura ( Tanggal Jawa), banyak masyarakat yang pergi ke Air Terjun Sedudo untuk mandi. Masyarakat meyakini bahwa mandi disana pada waktu itu, bisa membuat awet muda. Selain itu, juga diadakan upacara jawa untuk menyambut bulan Syura. selain itu  diadakan tahlilan, acara bersih desa dan pesta rakyat yang dilakukan oleh warga desa untuk melakukan memperingati hal tertentu. Tidak jarang acara yang dilaksanakan disana, masih bernuansa budaya tradisional yang secara turun temurun di lakukan. Sehingga, budaya dan ilmu pengetahuan disana masih dijaga dan dilestarikan dengan baik

BUDAYA MISTIS HAMPATUNG


BUDAYA MAGIS HAMPATUNG
Hampatung atau patung dalam Budaya Suku Dayak bukan sekedar benda hasil kreatifitas seni semata. Namun, Hampatung juga diidentikkan sebagai benda magis dan nilai-nilai sakral yang terkandung di dalamnya. Karena itulah teknik pembuatan Hampatung memiliki tata cara tersendiri sesuai adat budaya Suku Dayak yang tidak boleh dilanggar.
Sebelum membuat Hampatung, sang pembuat hampatung tersebut harus memikirkan terlebih dahulu hampatung yang akan dibuat berdasarkan fungsinya. Setelah itu mereka (orang yang membuat hampatung) mencoba mencari ilham, inspirasi atau petunjuk baik melalui mimpi, meramal atau dalam bahasa suku Dayak disebut Beramu (mencari kayu di hutan untuk membuat sebuah Hampatung) berdasarkan Petendo atau petunjuk alam.
Biasanya apabila ranting kayu jatuh tidak jauh dari dirinya apalagi jika jatuh di sebelah kanan maka dilihatlah sumber kayu itu sebagai bahan yang tepat untuk dibuat menjadi Hampatung. Tentunya juga, akan diperhatikan jenis dan kualitas kekuatan kayu serta kelenturan dan kemudahan saat dibentuk.

Saat mengambil kayu bahan Hampatung tersebut untuk dipotong biasanya akan diadakan Acara Manawur (menabur beras kuning) ke sekitar pohon sebagai bentuk permohonan ijin untuk mengambil kayu sebagai bahan dasar Hampatung. Bersamaan dengan itu juga, diucapkan hakekat manfaat pembuatan Hampatung tadi agar nilai magis ikut terkandung bersama pohon yang dipotong.

Selanjutnya diadakan pengukuran sebesar apa rencana Hampatung dibuat, sambil tetap memperhatikan hal magis yang ada baru setelah itu dilihat hakekat pembuatan dari Hampatung itu sendiri.

Bahan yang digunakan untuk membuat suatu Hampatung umumnya sering mengunakan jenis-jenis kayu seperti: Manang, Sungkapu (kayu pohon magis), Kajunjung, Busi, Tali dan lainnya. Adapun bentuk-bentuk Hampatung yang seringkali dibuat oleh warga Suku Dayak antara lain adalah Hampatung Karuhei, Penyang, Sapundu dan Luhing Munduk (Pahatan Sandung).



BUDAYA MISTIS NYANGKU BENDA PUSAKA


BUDAYA MISTIS PAMADIHIN .


BUDAYA SYAIR MISTIK PAMADIHIN
Kalimantan Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibukotanya adalah Banjarmasin. Provinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km². Menurut survei Provinsi ini mempunyai 11 kabupaten dan 2 kota. Kalimantan Selatan secara geografi terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052 ha. Sampai dengan tahun 2004 membawahi kabupaten/kota sebanyak 11 kabupaten/kota dan pada tahun 2005 menjadi 13 kabupaten/kota sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara dengan Kabupaten Balangan dan Kabupaten Kotabaru dengan Kabupaten Tanah Bumbu.
Penduduk Kalimantan Selatan berjumlah 3.626.616 jiwa (2010). Kesenian dari Kalimantan selatan diantaranya adalah Tarian tradisional. Tari dari Kalimantan Selatan secara garis besarnya adalah dari adat budaya etnis Banjar dan etnis Dayak. Tari Banjar berkembang sejak masa Kesultanan Banjar dan dipengaruhi oleh budaya Jawa dan Melayu, misalnya Tari Japin dan Tari Baksa Kembang. Menurut sejarahnya secara umum busana adat pengantin banjar terdiri dari 4 jenis, yaitu bagajah gamulung baular lutut, ba’amar galung pancaran mata hari, dan babajukun galung pacinan dan babaju kubaya panjang.
Berbicara mengenai budaya lokal dari suku Banjar yang ada di Kalimantan Selatan, tidak akan terlepas dari yang namanya kesenian Madihin dan cerita Palui. Madihin adalah salah satu kesenian khas Banjar yang sangat terkenal. Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa arab artinya nasihahat. Madihin dapat diartikan sebagai sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia, karena ia nenyanyikan syair-syair yang berasal dari kata akhir persamaan bunyi atau sebagai kalimat puji-pujian (bahasa arab) karena bisa dilihat dari kalimat dalam madihin yang kadang kala berupa puji-pujian. Madihin yaitu puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar. Penyampaian syair-syair yang dibacakan oleh seniman madihin yang disebut Pamadihin.
Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural yang disebut Pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat mata yang mereka sapa dengan sebutan hormat Datu Madihin. Datu Madihin yang menjadi sumber asal-usul Pulung diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari. Datu Madihin diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalsel. 
Kesenian madihin pada umumnya dipergelarkan pada malam hari, lamanya sekitar 2 sampai 3 jam ditempatkan diarena terbuka. Seniman pamadihin ini terdiri dari 1 samapai 4 orang pria atau wanita. Seorang pamadihin harus memiliki keterampilan memukul terbang sesuai dengan penyajian syair-syair yang dibacakan, madihin ini temanya saling sindir menyindir antara pamadihinnya.
Palui merupakan salah satu tokoh cerita rakyat klimantan tengah yang ketika itu secara administratif bergabung dengan bagian Kalimantan selatan namun dalam perkembangannya justru berkembang diwilayah Kalimantan selatan.
Penulisnya adalah seorang tokoh bernama Drs. H. Z Yustan Adzin kini almrhum yang mengangkat cerita khas, muncul setiap hari diharian Banjarmasin Post sejak awal terbitnya yaitu tahun 1971 dalam bahasa banjar dan berbagai logat bahasa banjar daerah seperti Banjar Kuala, Banjarmasin, Martapura, Pelaihari dan Banjar Hulu.
Cerita si Palui yang dipublikasikan pada harian Banjarmasin Post mengandung nilai budaya Banjar yang cukup beragam, tokoh Palui mencerminkan bagaimana dinamika dan perkembangan kehidupan orang Banjar.

BUDAYA MISTIS MALAM 1 SURO


    Budaya Ritual Malam 1 Suro 
Tradisi ini berbentuk kegiatan pendakian Gunung Sumbing, salah satu gunung yang berada di Kabupaten Temanggung. Pendakian Gunung Sumbing bisa dilakukan kapan saja. Tetapi puncak keramaian terjadi pada malem selikuran. Ribuan pendaki, yang dipandu para pecinta alam yang berpengalaman dari Sumbing Hiking Club (SHC) Temanggung, serta dipantau para petugas terpadu di posko-posko terdekat, mengawali ritualnya dari desa Pager Gunung, kecamatan Bulu.
Untuk pendakian di luar tradisi malem selikuran, perjalanan bisa dilakukan tanpa harus dipandu petugas. Para pendaki umumnya start dari Desa Kledung (arah barat laut), atau Kampung Butuh dan Selogowok di Kecamatan Tlogo Mulyo (timur laut).
Bahkan, Gunung Sumbing juga bisa didaki dari kawasan di luar Kabupaten Temanggung. Yaitu arah barat laut dari Kampung Garung (1.543 m dpl) di desa Butuh, Kecamatan Kalijajar (Wonosobo), arah tenggara dari Kalegan (Kabupaten Magelang), dan arah barat daya dari Sapurun (Wonosobo).
Apabila cuaca bagus, pendakian ke puncak menempuh waktu sekitar lima jam. Sebagian dari mereka berziarah kemakam Ki Ageng Makukuhan di Puncak Sumbing. Ki Ageng Makukuhan diyakini sebagai orang pertama yang singgah di Kedu dan memperkenalkan tanaman tembakau. Ada beberapa pos yang harus dilalui dari base camp hingga ke puncak, yaitu pos I (1.750 m dpl), pos II (2.000 m dpl), pos bayangan (2.500 m dpl), dan bagian puncak (2.850-3.340 m dpl).



DONGENG PUTRA SANGKURIANG


Dongeng Sangkuriang
Pada jaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.
Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan. Ketika kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya. Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan pergi mengembara.
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Ia akan selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi. Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah total. Disana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang melamarnya. Oleh karena pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya.
Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat bekas luka di kepala calon suaminya. Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan. Maka kemudian ia mencari daya upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum. Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.
Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia mengerahkan mahluk-mahluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota. Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi.
Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota. Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama “Tangkuban Perahu.”