Jumat, 29 April 2016

DONGENG SEJARAH PULAU TANIMBAR



DONGENG SEJARAH PULAU TANIMBAR
Di sebuah desa di pulau Tanimbar (Maluku), hiduplah seorang pria kaya bersama istri dan 2 orang anak yang sudah tumbuh menjadi seorang pemuda dan seorang gadis, mereka berdua sangat dimanjakan oleh ayah mereka sehingga mereka mempunyai sifat yang malas dan sombong. Mereka memiliki banyak pelayan yang siap melayani semua keinginan mereka.

Ketika ayah mereka meninggal, semua pelayan pergi karena tidak tahan dengan perlakuan mereka. Sehingga sang ibulah yang menggantikan tugas-tugas para pelayan itu. Mulai dari mempersiapkan makanan, menyapu, mengepel, hingga menyetrika dikerjakan oleh ibunya dengan ikhlas. Namun, sungguh tidak terpuji. Kedua anak itu memperlakukan ibu mereka seperti pelayan. Jika ada yang salah mereka tak segan-segan membentak, seperti seorang majikan yang sedang marah kepada budaknya.

Hati ibu yang malang sungguh sangat sakit, tetapi hanya bisa pasrah. Bagimanapun juga, mereka adalah putra-putrinya tercinta. Sekurang-ajar apapun perlakuan mereka, ibunya tetap melayani kebutuhan mereka seperti biasanya. Sering ibu yang malang itu melakukan pekerjaannya sambil meneteskan air mata dan berdoa…

Ampunilah hamba, ya Tuhanku
Hamba gagal mendidik mereka
Hamba gagal menjadikan mereka anak-anak yang berbakti

Ya Tuhanku
Bukalah mata hati mereka
Berilah mereka kesadaran
Agar mereka bisa menjadi anak-anak yang insyaf;
Insyaf akan dirinya;
Dan kembali ke jalanMu

Suatu hari ketika mereka bangun tidur dan ingin makan, mereka terkejut melihat meja dalam keadaan kosong. Tak ada makanan dan minuman yang tersaji. Hanya ada panci diatas kompor. Mereka berdua marah dan membanting apapun yang ditemukan sambil mencari ibu mereka.

Si pemuda berpikir… pasti ibunya sedang mencuci pakaian di sungai. Merekapun bergegas menuju kes ungai. Dan, ternyata benar dugaan pemuda itu; sang ibu sedang mencuci pakaian.

Dalam keadaan marah pemuda itu mengahmpiri ibunya. Tanpa bertanya, langsung ”wesss.. gubrakkk…”, pemuda itu menendang cucian sang ibu hingga terjatuh ke sungai. Ibunya tidak kuasa berbuat apa-apa selain menangis. Tak hanya itu, si gadis pun tidak mau ketinggalan. Sementara tangan kirinya memegangi tangan ibunya, tangan kanannya mengayunkan pukulan bertubi-tubi ke tubuh ibunya.

“Ampun nak…. Ada apa gerangan, kenapa kalian memperlakukan ibumu seperti ini?” tanya sang ibu dengan diriingi isakan tangis dan cucuran air mata.

“Dasar kau perempuan tua, sampai jam begini aku belum makan. Aku lapar! Kau tak ikhlas yah memasak untukku?” hardik gadis itu sambil terus memukuli tubuh ibunya.

Si Ibu menangis dengan nyaring dan memohon, tapi kedua anak itu tidak mau mendengarkannya. Malah mereka memukulnya lagi dan lagi. Ibu yang malang mendapatkan perlakuan buruk dari sang anak.

Tiba-tiba sang Ibu berhenti menangis, tubuhnya lemah, dan dengan suara tertahan berkata:

“Ayahmu memang meninggalkan banyak kekayaan, tapi tidak akan berlangsung lama. Dan meskipun aku yang melahirkan kalian kedunia ini, mulai sekarang kalian bukan lagi anak-anakku. Aku tidak akan pernah mau kembali kerumah kalian lagi. Kalian bebas melakukan apapun, aku sudah tidak peduli lagi”.

Setelah mengatakan itu, si ibu menyeret tubuhnya ke sebuah batu besar di pinggir sungai. Lalu berujar:

“Wahai batu besar terbukalah. Biarkan aku masuk kedalam. Jadikan aku bunga yang wangi seperti melati putih”

Tak lama setelah itu, perlahan batu itu terbuka. Lalu masuklah sang ibu kedalam batu itu. Dalam sekejap mata batu itu telah tertutup kembali. Setelah beberapa hari, pada batu itu muncul dedaunan dan bunga-bunga berwarna putih yang wangi semerbak.

Apa yang terjadi pada kedua anak tersebut?

Penduduk desa marah serta mengusir mereka. Hartanypun dijarah untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di desa tersebut. Kini yang tertinggal hanya penyesalan. Menyesal telah berlaku kasar kepada ibu yang telah melahirkan dan merawat mereka. Namun penyesalan tinggal penyesalan, sang ibu telah tiada.

Mereka mendatangi batu dimana ibu mereka tertelan. Sambil mengelus batu yang telah ditumbuhi dedaunan dan bunga putih, mereka menangis tersedu-sedu…. berharap batu itu membuka dan menelan mereka agar bisa bertemu kembali dengan sang ibu tercinta…


(menyanyi)

Batu badaong
Batu la batangke
Buka Mulutmu
Telankan Beta

Guna La Apa
Beta Tinggal Sandiri
Sedangkan Mama
Suda Tarada

Si O La Mama
Mama Jantong Hati
Mengapa Tinggal Beta Sandiri
Beta Kacil
Saorang Diri

Batu badaong
Batu la batangke
Buka Mulutmu

Telankan Beta

Batu Badaong
Batu Badaong


DONGENG SEJARAH KOTA PANGKALPINANG



DONGENG SEJARAH KOTA PANGKALPINANG
Kota pangkal pinang dimulai pada abad ke-18, hiduplah seorang laki-laki yang gagah perkasa bernama Kapten Kong. Ia tinggal di tepi Sungai Panji di bagian Utara Belinyu. Pada masa itu, atas perintah Sultan Palembang, Kapten Kong mendirikan yang diberi nama Benteng Kuto Panji. Benteng ini merupakan Bandar atau pelabuhan kapal-kapal yang berlayar mengangkut barang-barang perniagaan dan hasil bumi berupa lada dan getah. Juga sekaligus tempat peleburan timah yang banyak membawa kemakmuran bagi kehidupan masyarakat.
Kapten Kong memiliki putri yang sangat cantik bernama A Ho. Parasnya benar-benar rupawan meskipun matanya agak sipit. Tutur kanya sangat lemah lembut dan pandai sekali memasak. A Ho memiliki banyak sekali teman dan tidak terbatas di sekitar tempat tinggalnya saja. Ini tidak mengherankan karena A Ho memang sangat ramah.
Pada suatu hari, A Ho sakit keras. Hal ini menyebabkan Kapten Kong bersusah hati. karena kehabisan akal untuk mengobati putrinya, Kapten Kong menyebarkan berita bahwa siapa yang sanggup menyembuhkan putrinya , jika ia laki-laki maka akan dinikahkan dengan putri dan jika perempuan akan diangkat menjadi saudara A Ho.
Bermiat untuk mempersunting A Ho, banyak pemuda berusaha menjadi tabib untuk mengobati A Ho. Tak sedikit pula tabib sungguhan yang datang untuk membantu Kapten Kong menyembuhkan penyakit putrinya. Namun, tak satupun yang berhasil. Kapten Kong semakin bersedih hati. apalagi semakin hari tubuh A Ho semakin lemah dan kurus.
“Kapten Kong, putri tuan menderita penyakit balak. Jadi harus di asingkan ke tempat lain yang jauh dari sini,” ujar seorang tabib kepada Kapten Kong.
“Tidak mungkin! Itu hal yang sangat mustahil.” Ujar Kapten Kong,
“Tetapi tuan, jika putri tuan tidak segera diasingkan akan menular kepada orang sekampung,” sambung tabib itu menjelaskan.
Sejenak Kapten Kong terdiam. Dipandangi wajah putrinya yang sangat pucat. Tak tega rasanya menbawa putri yang sangat ia cintai itu ke ctas bukit  untuk diasingkan. A Ho sejak kecil telah ditingggal ibunya. Kapten Kong tetap pada keyakinannya, menolak usul si tabib. Lalu suasana menjadi hening. Kapten Kong tidak beranjak dari sisi putrinya itu.
“Papa, biarkanlah A Ho pergi dari rumah.. bawalah A Ho, papa,” tiba-tiba A Ho berkata dengan suara yang sangat lemah.
Kapten Kong sangat terkejut. Dirabanya dahi putrinya itu. Terasa panas dan sekujur tubuhnya timbul bercak-bercak merah.
“Tidak anakku, papa akan berusah mencari obat, sabarlah,” bujuk Kapten Kong. Di basahnya rambut putrinya itu agar panas tubuh yang tinggi itu dapat menurun. Hatinya amat sedih. Sudah lama tidak mendengar A Ho menyanyi lagi. Teman-teman A Ho sengakin menjauh mendengar penyakit yang dideritanya.
Kapten Kong menatap wajah putrinya yang sudah agak tenang. Matanya terkatup rapat. Di wajah putrinya, Kapten Kong melihat ada wajah yang lain, yaitu ibu A Ho yang telah tiada. Memang paras putrinya sangat mirip dengan istrinya. Sssah, jika istrinya masih hidup, tentu A Ho akan meresa lebih terhibur.
Kabar penyakit A Ho ternyata juga terdengar oleh Haji Amiruddin, seorang tokoh ulama di Desa Kuto Panji. Di datang ke rumah Kapten Kong untuk melihat keadaan A Ho. Haji Amiruddin ternyata juga mengutarakan maksudnya untuk menolong menyembuhkan A Ho.
Kepandaian Haji Amiruddin mengobati  orang sakit sudah sangat terkenal. Karena itu, mendengar pernyataan Haji Amiruddin untuk mengobati putrinya itu, terbesit keragua-reguan di hati kecil sang kapten.
Beberapa hari yang lalu, kapten telah menyebarkan kabar bahwa siapa saja yang dapat menyembuhkan putriyan jika laki-laki akan dinikahkan dan jika perempuan akan dijadikan suadara A Ho. Sekarang seorang laki-laki tua mengaku dapat mengobati A Ho. Terlintas dalam pikiran Kapten Kong, kalau saja putrinya sembuh tentu akan bersanding dengan putrinya sesuai janjinya. Tidak mungkin janji itu dimungkiri. Sebagai seorang satria, pantang menjilat ludah yang telah dimuntahkan. Tetapi akan pantaskan putrinya yang muda dan cantik itu bersandingan dengan laki-laki tua?
Agaknya pikiran Kapten Kong telah terbaca oleh Haji Amiruddin. Setelah diam beberapa saat, Haji Amiruddin berkata,” Kapten Kong, penyakit putri tuan sudah sangat parah. Meskipun begitu, saya masih sanggup mengobatiasalkan tuan memenuhi persyaratan yang saya ajukan,”
“Syarat apalagi Pak Haji? Bukankah jika putriku sembuh aku bersedia untuk menikahkannya denganmu?
Haji Amiruddin tersenyum penuh arif. Kapten Kong benar-benar seorang ksatria yang memegang janjinya. Diam-diam Haji Amiruddin sangat kagum kepada Kapten Kong.
“Tidak! Tidak, bukan itu yang kumaksud,” kata Haji Amiruddin sambil mengggelengka-gelengkan kepalanya.
” Katakana saja Pak Haji, seberat apapun persyaratan yang kau minta akan kupenuhi,” ujar Kapten Kong dengan penuh harap.
“Aku dapat menyembuhkan putrimu asal putri tuan mau masuk agama Islam dan menjadi anak angkatku,” kata Haji Amiruddin dengan mantap dan tenang.
Seakan ada tenaga gaib yang menggerakkan hatinya, A Ho memohon kepada papanya unutuk menyetujui persyaratan Haji Amiruddin. Setelah mengislamkan A Ho, Haji Amiruddin mulai mengobati A Ho. Dengan izin Allah SWT, A Ho sembuh dan kemudian menjadi anak angkat Haji Amiruddin.
Haji Amiruddin tidak hanya pandai dalam hal pengobatan dan mengajarkan agama Islam, tetapi juga memiliki ilmu silat yang cukup tinggi. A Ho yang setelah memluk agam Islam menjadi anak angkat Haji Amiruddin menggantikan namanya menjadi Miyak, diajari ilmu beladiri oleh ayah angkatnya.
A Ho kini menjadi gadis yang pemberani dan memiliki ilmu beladiri yang cukup tinggi. Bersama-sama dengan Kapten Kong dan ayah angkatnya, benteng kuto panji semaki terpelihara dan lebih ditakuti lawan. Tidak mengherankan, ketika benteng kuto panji diserang oleh  lanon(bajak laut) mereka dapat ditumpas habis oleh Kapten Kong bersama anak buahnya, dibantu oleh A Ho dan Haji Amiruddin.
Ternyata penyerangan lanon tidak berhenti sampai disitu. Kekalahan yang mereka derita tidak membuat mereka jera utuk menguasai Benteng Kuto Panji. Diam-diam mereka mengatur strategi dan membangun kekuatan. Lalu pada suatu malam, mereka melakukan penyerangan dengan kekuatan yang lebih besar.
Karena serangan yang mendadak itu, Kapten Kong menjadi panik. Pertempuran pun tidak dapat dielakkan. Dengan dibantu oleh beberapa anak buah beserta A Ho dan Haji Amiruddin, Kapten Kong berjuang mati-matian mempetahankan benteng. Namun sayang, kekuatan tidak berimbang. Akhirnya benteng dapat dikuasai oleh lanon.
Kini Benteng Kuto Panji hanya tinggal puing-puing. Sebagai saksi bisu perjuangan Kapten Kong beserta A Ho putrinya dan Haji Amiruddin menumpas bajak laut.



DONGENG SEJARAH KOTA BANJARNEGARA



DONGENG SEJARAH KOTA BANJARNEGARA
KabupatenBanjarnegaraterletaksebelahbaratKabupatenWonosobodansebelahtimurKabupatenPurbalingga.SedangsebelahselatanberbatasandenganKabupatenKebumendan di sebelahutaraberbatasandenganKabupatenPekalongan.
        AdalahKyaiMaliu, seorangtokoh agama kharismatik yang sangatdihormati. Sudahberhari-harimencaritempat yang cocokuntukmendirikansebuahpondok.HinggasampailahKyaiMaliu di suatutempat yang menarikhatinya, yaitudaerahsekitar kali Merawu.Tanah disekitar kali Merawuberundakdanberbanjardisepanjangaliransungai.Di sekitarnyaberdiripegununganKendeng yang indahdanberhawasejuk.Segeraiamendirikanpondokmenghadapke kali Merawu.
        KyaiMaliuberperangaibaikdanjujur, selainituiajugatekunbekerjadanberdisiplintinggi, sehinggadiseganiolehbanyak orang. Segalaperilakunyamenjadianutanuntukwargasekitar.HinggaberjalannyawaktuakhirnyadaerahsekitarpondokKyaiMaliumenjadisebuahdesabaru yang indah, bersihdanteratur.
        PadasuatuhariKyaiMaliumengumpulkanwargamasyarakatdi padepokannya. “Bapak-bapak, Ibu-Ibu dan Saudara semua, terimakasih kalian sudi mendatangi undangan saya”, berkatalah Kyai Maliu dihadapan warga yang diundangnya, “Apa kalian kerasan tinggal di tempat ini?”, semua warga menjawab sudah betah dan nyaman tinggal di tempat baru tersebut. “Baik, terimakasih. Namun, ada satu hal yang akan saya sampaikan kepada kalian semua”. “Sesuatu apa Kyai?” tanya seorang warga. “Kalian tahu tempat ini belum bernama. Nah, maksud undangan saya kepada kalian adalah untuk menetapkan nama yang cocok untuk desa kita ini”.
        Kemudian musyawarahmenetapkan yang cocokuntukdesa dilaksanakan. Banyak yang mengusulkan nama dengan alasan masing-masing. Karena terlalu banyak perdebatan, makaKyaiMaliumengusulkansebuahnamayaituBanjar. Alasanya, selaintempatnyaindah, tanahnyaberundakdanberbanjar. Para warga pun setujudan atas dasar musyawarah warga hari itu ,KyaiMaliudiangkatmenjadipetinggidankemudiandikenalsebagaiKyaiAgengMaliupetinggiBanjar.
        Kyai Ageng Maliu terkenal sebagai pemimpin yang memiliki rasa asah, asih, dan asuh sehingga sangat dicintai oleh rakyatnya. Penduduk desa Banjar sangat giat bekerja di sawah-sawah. Tidak heran kalau rakyatnya hidup makmur dalam hal sandang, pangan, dan papan. Dibawahkepemimpinannya, desaBanjarberhasilmenjadidesa yang mandiridanberswasembadapangan, bahkansempatmenjadilumbungpadiuntukdaerahsekitarnya.
        Kehidupan agama jugatumbuhdanmenjiwaisetiapaspek kehidupandesaBanjar. Masjid-masjid selain digunakan untuk tempat ibadah juga digunakan untuk bermusyawarah dalam memecahkan segala urusan desa. Mulai dari menentukan kapan waktu yang cocok untuk menanam padi, perawatan dan memanen. Semuanya dikerjakan dengan gotong-royong dan penuh rasa kekeluargaan. Tidak heran kalau pada waktu itu desa Banjar terkenal hingga luar daerah dan mengundang perhatian para ulama besar yang sedang melaksanakan dakwah Islam.
        SuatuhariKyaiMaliukedatangantiga orang tamu, dilihatnya tiga orang tamu yang dipastikan bukan berasal dari desa Banjar. Cara berpakaian dan tutur katanya setidaknya bisa dijadikan alasan. Ternyata tamunya adalah Giri Wasiyat, Prapen dan Dimas Giri Pit, mereka adalah putradariSunanGiridariGresik. MerekadatangkedesaBanjaruntukmenimbailmu agama danmencaripengalaman.Semenjakkedatangantamudari Gresik, hampirsetiapmalamdiadakanpengajanumum.Rakyat desa Banjar benar-benar merasa beruntung dapat menimba ilmu keagamaan secara luas dari seorang ulama besar secara langsung. Kyai Ageng Maliu banyak berguru kepada Kyai Ageng Giri Wasiat.
        Untuk memperkokoh persahabatan dan sebagai penghargaan atas kebaikan Kyai Ageng Maliu, beliau berdua sepakat akan menghadiahkan putrinya, Nyai Barep, kepada Kyai Ageng Maliu sebagai istrinya. Terjadilah pernikahan dan Nyai Barep resmi menjadi istri Kyai Ageng Maliu. Selepas kepergian Sunan Giri Pit dan Pangeran Giri Wasiyat, Kyai Ageng Maliu bersama istrinya tetap meneruskan dakwah membina warga desa Banjar dalam bidang keagamaan dan pertanian.
        PerkembangandesaBanjarpunmakinpesat, sebagaipusatpenyebaran agama danpusatbertemunyaparapedagang.Karenaperniagaantersebutmakadesasemakinramaipenduduknya.AkirnyadesatersebutberkembangmenjadikotaatautepatnyadisebutKadipaten.
        SemulaKadipatenBanjarberada di selatan kali Merawu, kemudianpindahkesebelahbarat kali MerawudankemudiandikenaldengannamaBanjarWatuLembu. SelanjutnyapusatpemerintahandipindahkandariBanjarWatuLembukesebelahselatan kali merawu yang sekarangmenjadi Kota Banjarnegara. Lokasi pusat pemerintahan di daerah persawahan yang cukup lebar (Banjar), dan dinamakan Banjarnegara.Banjarnegaraberasaldaridua kata yaituBanjardan Negara, Banjar yang artinyasawahataulebar, dan Negara artinyakota. JadiBanjarnegaraadalahkota yang didirikan di daerahpersawahan yang lebar.


DONGENG SEJARAH KOTA MAJALENGKA



DONGENG SEJARAH KOTA MAJALENGKA
Alkisah zaman dahulu ada suatu negeri aman dan makmur, murah sandang murah pangan, terkenal dengan nama Negeri Panyidagan. Ratu yang memerintah negeri ini sangat cantik bernama Ratu Ayu Panyidagan, ada juga yang.menyebut Ratu Ayu Rambut Kasih, dan ada juga yang menyebut Nyi Rambut Kasih saja.
Kecantikan Ratu Ayu Panyidagan ini tak ada bandingannya sehingga kalau dilukiskan dengan kata-kata oleh penyair ialah, badannya ramping sebagai pohon pinang, rambutnya sebagai mayang terurai, mukanya berseri sebagai bulan empat belas hari, alisnya sebagai bentuk taji, hidungnya mancung sebagai bunga melur, matanya sebagai bintang timur, telinganya sebagai kerang, bibirnya sebagai delima merekah, giginya sebagai dua barisan mutiara, dagunya sebagai lebah bergantung, jarinya sebagai duri Iandak, pepat kukunya sebagai bulan tiga hari, pahanya sebagai paha belalang, betisnya sebagai perut padi, tumitnya sebagai telur burung.
Menurut cerita dari mulut ke mulut bahwa ratu mendapat pujian Ratu Rambut Kasih ialah karena semua orang (rakyat negeri ini) tidak berani menatap wajah ratu yang cantik dan berwibawa itu, mereka hanya berani menatap bila ratu telah pergi membelakangi mereka. Mereka hanya dapat melihat badannya yang ramping dan rambutnya yang hitam bergelombang menutupi badannya. Rambut ratu yang indah itu menimbulkan rasa kasih setiap orang yang melihatnya sehingga semua orang memuji kecantikannya yang sesuai dengan tingkah lakunya yang ramah tamah dan baik budi bahasanya. Oleh sebab itu mereka memberi julukan Ratu Ayu Rambut Kasih. Selain itu, beliau mempunyai ilmu lahir dan ilmu batin, lagi pula beliau dapat meramalkan kejadian yang akan dialaminya.
Dalam pemerintahan Ratu Ayu Panyidagan yang adil dan bijaksana itu kesejahteraan rakyat terjamin, baik petani maupun pedagang merasa aman dan tentram menggarap pekerjaannya karena tak pernah ada pencuri dan perampok yang mengganggu kekayaannya. Pemerintahan Ratu Ayu Panyidagan dibantu oleh para patih yang terkenal dalam bidang kesejahteraan dan keamanan negara ialah Ki Gedeng Cigobang, Ki Gedeng Mardapa, dan Ki Gedeng Kulur.
Pada suatu hari Ratu Ayu Panyidagan, mengadakan pertemuan di pendopo, yang dihadiri oleh para manteri dan para penggawa negara, bahkan rakyat pun boleh mendengarkan asal tidak mengganggu suasana perundingan itu.

Setolah semua undangan hadir, barulah Ratu Ayu Panyidagan ke luar dari Kaputren menuju ruang pendopo kemudian duduk di hadapan para menteri dan penggawa negara. Semua yang hadir tak ada yang berbicara, semuanya diam, semuanya menundukkan kepala tanda hormat dan takut menghadapi Ratu Ayu Panyidagan yang berwibawa itu.
Setelah suasana di pendopo itu tertib, kemudian sang ratu bersabda, "Para menteri dan para penggawa Negara Panyidagan yang hadir, sekarang sudah waktunya dan atas kehendak Sang Hiang, negara kita akan mendapat cobaan. Menurut wangsit yang kami terima, kelak kerajaan ini akan berubah. Oleh sebab itu, hadirin harus waspada dan siap siaga menghadapi malapetaka yang akan datang. Bila ada huru-hara di luar kerajaan, kalian harus cepat memusnahkannya jangan sampai musuh dapat masuk mengganggu ketertiban negara. Lindungilah rakyat dari segala bencana yang mengancam negeri kita. Tentramkan hati rakyat supaya mereka tentram mengerjakan tugas masing-masing dengan baik, parapetani tentram bertani supaya hasilnya akan lebih baik, dan para pedagang tentram berdagang jangan sampai dikejar-kejar oleh utang dan diganggu oleh pencuri atau perampok. Tapi kalau ada utusan dari negara lain yang akan bersahabat dan untuk kesejahteraan kita semua terimalah dengan baik dan ramah tamah. Mengerti ?"
"Yakseni, yakseni …," hadirin serempak menjawab.
Sang ratu bersabda lagi, "Sebentar lagi kami akan menerima tamu. Menurut ramalanku, orang yang datang tegap dan cakap, tetapi orang itu akan menimbulkan bencana bagi diri kami, hanya belum tahu bencana apa yang akan terjadi. Akan tetapi, semua rakyat Panyidagan tidak akan mendapat bencana itu, hanya akan berubah keyakinan dan kepercayaan, sesudah kerajaan ini lepas dari tangan kami. Nah sekian nasihat kami. Sekarang kalian boleh pergi meninggalkan pertemuan ini dan silakan melanjutkan lagi pekerjaan masing-masing dengan aman dan tentram."
Terhadap semua nasihat ratu tak ada yang berani menentang-nya sebab mereka yakin bahwa semua ucapan ratu pasti terjadi. Demikian juga, Ki Gedeng Cigobang, Ki Dedeng Mardapa, dan Ki Gedeng Kulur menerima tugas menjaga negara. Setelah siap dan mengumpulkan segala perkakas,’kemudian mereka pergi ke sebe-lah utara, akan menjaga perbatasan negara. Di sana ketiga senapati itu terus membuat pondok penjaga. Dari tempat ini mereka dapat melihat keseluruh penjuru dengan jelas. Baiksiang maupun malam mereka dapat melihat siapa yang lewat melalui jalan masuk ke Negeri Panyidagan. Setiap orang yang akan masuk ke negeri ini, harus menyeberangi sungai dulu karena hanya tempat itulah satu-satunya jalan masuk ke Negeri Panyidagan. Tempat penjagaan Ki Gedeng Cigobang itu, sekarang terkenal dengan nama Pajagan (berasal dari kata penjagaan).
Pada suatu waktu ketka Ki Gedeng Cigobang, Ki Gedeng Mardapa, dan Ki Gedeng Kulur sedang asyik berbincang-bincang, tidak diketahui dari mana datangnya, tahu-tahu kelihatan seorang pe-muda sedang menyeberangi sungai, akan masuk ke Negeri Panyidagan. Alangkah terkejut melihat kejadian itu. Mereka sudah meramalkan akan terjadi apa-apa kalau pemuda itu tidak tertangkap.
Ketiga senapati itu mejnanggil orang yang sedang menyeberangi sungai, "Hai … orang yang sedang menyeberang, siapa namamu dan mengapa kamu berani menyeberangi, tanpa ijin kami ?"
Yang sedang menyeberang itu tidak menghiraukan teriakan ketiga senapati itu, ia terus menyeberang sampai ketepi sungai itu, dan pergi menjauhi ketiga senapati itu. Ketiga senapati sangat marah melihat kelakuan pemuda itu, kemudian mereka lari mengejar orang itu dengan maksud akan mengeroyok karena orang itu sudah berani memasuki daerah penjagaan tanpa ijin mereka.
Orang yang menyeberangi sungai itu ialah utusan dari negeri Sinuhun Jati Cirebon, dengan maksud akan minta pertolongan Ratu Ayu Panyidagan. la akan minta buah maja yang ditanam oleh Ratu Ayu Panyidagan Untuk mengobati rakyat Sinuhun Jati Cirebon karena pada waktu itu di daerah Cirebon sedang berjangkit wabah penyakit yang harus diobati oleh godogan buah maja yang banyak terdapat di daerah Panyidagan. Utusan itu bernama Pangeran Muhamad. Dia selain mendapat tugas mencari buah maja, juga mendapat tugas mengislamkan orang-orang yang masih menyem-bah berhala.
Kita kembali menceriterakan Pangeran Muhamad yang sedang dikejaroleh ketiga senapati itu. la lari tunggang-langgang menuju ke arah barat. Ketiga senapati itu berusaha menangkapnya dan akan menyerahkan kepada ratunya. Tetapi senapati itu kalah cepat, buronannya makin jauh. Akhirnya mereka menggunakan siasat baru dengan-jalan mengepung Pangeran Muhamad dari beberapa penjuru. Kemudian seorang mengepung dari sebelah utara, yang seorang lagi dari sebelah barat, dan yang seorang lagi dari sebelah selatan. Akhirnya Pangeran Muhamad terkepung juga. Melihat keadaan dirinya sudah terkepung, kemudian Pangeran Muhamad masuk dan bersembunyi ke dalam suatu rumpun yang tidak jauh dari tempat itu. Di sana ia tepekur minta perlindungan Tuhan Yang Mahakuasa dengan mengucapkan syahadat tiga kali dan meren-takkan kakinya. Tanah yang diinjak itu belah dan membentuk suatu lubang, kemudian Pangeran Muhamad masuk ke dalam lubang itu. Setelah Pangeran Muhamad berada di dalam lubang itu, kemudian tanah yang retak itu tertutup kembali seperti sedia kala.
Ketiga senapati itu sudah sampai ke rumpun tempat persembunyian Pangeran Muhamad, mereka bolak-balik kian kemari mencarinya, setiap rumpun ditebas, setiap pohon ditebang tak ada satu rumput pun yang disisakannya, tetapi orang itu belum dijumpai, menghilang tanpa bekas. Ketiga senapati itu sudah putus asa, semua daya upaya sudah dilaksanakan, tetapi masih juga belum ber-hasil. Akhirnya mereka duduk bertekuk lutut memikirkan apa yang harusdikerjakan dan bagaimana melaporkannya kepada ratu. Setelah berunding, mereka pergi bersama-sama menuju kedaleman Panyidagan.
Kemudian Pangeran Muhamad yang ada di dalam tanah berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa, mohon diberi kekuatan dapat keluar dari dalam tanah. la mencoba ke luar dari dalam tanah dengan jalan mengorek dan melubanginya, lama kelamaan dapat ke luar melalui lubang dalam tanah itu dan munculkembali di suatu tempat, yang sekarang terkenal dengan nama Kampung Munjul, (rupanya terkenal ketika Pangeran Muhamad punjul/muncul lagi dari dalam tanah).
Penglihatan Pangeran Muhamad masih tetap gelap, segelap di dalam tanah walaupun ia sudah berada di atas tanah. Terus Pangeran Muhamad melanjutkan perjalanan menuju ke tempat da-tangnya cahaya, makin lama makin mendekati cahaya yang menyi-nari jalan itu dan akhirnya cahaya itu menghilang. Setelah diselidiki ternyata cahaya yang memancar itu ke luar dari "supa lumar" yang ada pada pohon-pohon jati yang berjejer sepanjang jalan itu. Kemudian Pangeran Muhamad memberi nama tempat ini Jatipamor yaitu kebun jati yang berpamor atau bercahaya.
Sekarang kita kembali menceritakan ketiga senapati yang sedang mencari Pangeran Muhamad. Mereka sudah ada di kadaleman akan melaporkan kejadian itu kepada Ratu Ayu Panyidagan. Mereka duduk pada bangku sambil membicarakan buronan yang hilang. Sedang asyik bercakap-cakap, Ratu Panyidagan datang ke pendopo menuju ketiga senapati yang merundukkan kepala karena malu dan bingung mencari kata-kata yang tepat untuk bahan laporan.
Kemudian Ratu Ayu Panyidagan bersabda, "Hai para senapati! Mengapa kalian ada di sini ? Mengapa kalian tidak melaksanakan tugas menjaga negara, kalau-kalau ada orang yang masuk ke kerajaan tanpa izin kami ?
"Ya tuanku, hamba datang dari perbatasan negara akan melaporkan bahwa kemarin ketika hamba bertiga sedang menjaga perbatasan, tiba-tiba ada orang yang sedang menyeberangi sungai dekat perbatasan. Hamba bertiga menegurnya, tetapi orang itu tidak mau menjawab, bahkan ia lari tunggang langgang. Hamba bertiga mengejar dan mengepungnya, kemudian ia lari ke balik rumpun dan menghilang tanpa bekas. Semua rumpun telah hamba tebas sampai tak ada satu rumput pun yang tertinggal."
"Kami tak percaya terhadap berita itu. Sekarang kalian harus mencari orang itu sampai dapat, dan bawa ke mari. Sebelum ter-tangkap, kalian tidak boleh kembali. Pergilah sekarang juga dantangkap hidup-hidup."
Ketiga orang itu pergi meninggalkan pendopo akan mencari buronan yang belum tertangkap itu. Mereka pergi lagi ke tempat Pangeran Muhamad menghilang dan mengubbrak-abrik tempat itu, tetapi masih tetap belum dijumpainya. Sebenarnya Pangeran Muhamad sudah tidak ada di tempat itu, ia sudah sampai ke daerah Panyidagan.
Hutan dijelajahi, gua - gua dimasuki, akhirnya sampai ke tempat Pangeran Muhamad sedang beristirahat; yaitu di kebun jati yang penuh dengan "supa lumar jamur yang nampak pada kayu jati dengan mengeluarkan sinar di waktu malam. Mereka bergembira karena dari jauhterlihat seseorang sedang berjalan menuju kejalan Panyidagan. Ketiga senapati itu sudah siap siaga akan menangkap-nya. Mereka berjalan sambil membungkukkan badannya supaya buronan itu tidak melarikan diri atau menghilang lagi. Setelah de-kat, mereka serentak menangkapnya. Kemudian diikatnya dan dibawa ke kaputren.
Setelah sampai ke pendopo terus disuruh duduk di depan kursi Ratu Ayu Panyidagan, ditunggui oleh Ki Gedeng Mardapa dan Ki Gedeng Kulur, sedangkan Ki Gedong Cigobang pergi menghadap Ratu Ayu Panyidagan akan melaporkan bahwa buronan itu sudah ditangkap.
Baru saja sampai ke halaman kaputren, Ratu Ayu Pnyidagan sudah ke luar dan bersabda, "Lepaskan dan biarkan orang itu beristirahat dulu. Perlakukan orang itu seperti kalau kamu menerima tamu kami !"
Ki Gedeng Cigobang tidak berkata apa-apa, ia kembali lagi ke pendopo akan melaksanakan perintah ratu.Pangeran Muhamad disuruh beristirahat dan mandi dulu sebelum menghadap ratu. Ki Gedeng Mardapa dan Ki Gedeng Kulur menyediakan makanan dan minuman. Setelah itu kemudian Pangeran Muhamad disuruh menghadap ke kaputren.
Waktu Pangeran Muhamad sedang berjalan menuju keputren, Ratu Ayu Panyidagan memperhatikan dari jendeia. Beliau terpesona melihat pemuda yang gagah dan cakap itu sehingga timbul rasa berahi ingin dipersunting oleh pemuda itu.
Setelah Pangeran Muhamad berada di hadapannya kemudian Ratu Ayu Panyidagan bertanya, "Hai pemuda, kamu berasai dari daerah mana? Mengapa kamu berani masuk ke negara ini, dan apa maksudmu datang kemari’?"
"Hamba ini berasai dari Cirebon. Hamba datang ke sini diutus oleh Sunuhun Jati, mencari buah maja yang ada di daerah kerajaan Panyidagan untuk mengobati rakyat kerajaan Cirebon yang terkena wabah penyakit demam. Oleh sebab itu. mudah-mudahan tuan hamba bersedia menolong rakyat kerajaan yang sedang menderita sakit demam itu, dan mengijinkan hamba membawa buah maja yang ada di daerah tuan hamba", yang ada di daerah tuan hamba." "Hanya itu permintaanmu ?" "Ya tuanku, hanya itulah permohonan hamba ini !" "Baiklah akan kami penuhi permintaanmu ini, bahkan semua kebun maja dan seluruh daerah Panyidagan akan menjadi milikmu, asal kamu memenuhi syarat ini."
"Ya tuanku, apa yang menjadi syaratnya ?"
"Syaratnya sangat mudah, coba dengarkan ! Kami ini seorang ratu yang termasyhur dan dihormati oleh semua rakyat Panyidagan, para menteri, patih, serta para penggawa kami semuanya sangat setia. Hanya ada satu yang belum terpenuhi oleh diri kami. Kami ingin mempunyai turunan untuk melanjutkan kerajaan Panyidagan ini. Pilihan yang paling sesuai untuk menjadi suami kami, hanyalah engkau seorang diri. Nah itulah syaratnya ! Bagaimana, Apakah dapat kamu laksanakan ?”
"Ampun tuan hamba, syarat ini terlalu berat. Bukan tidak mengagumi kecantikan tuan putri dan menurut perasaan hamba tidak ada yang tidak tertarik oleh kecantikan tuanku. Bukan hamba menolak anugerah tuan putri ini, hanya ada rintangan yang sangat berat yaitu hamba ini sudah punya istri. Dan lagi menurut agama hamba tidak baik mencintai orang yang sudah punya isteri.
Sesudah Ratu Ayu Panyidagan mendengar jawaban Pangeran Muhamad, beliau sangat murka ditolak oleh pemuda itu.Beliau berteriak memanggil patih." Patih tangkap orang ini, masukkan ke dalam penjara, jangan sampai dapat kembali ke Cirebon. Obat yang berupa buah maja tidak dapat dimilikinya dan dibawanya ke Cirebon, bahkan kebunnya pun kuhancurkan sampai akar-akarnya."
Kemudian pergilah Ratu Panyidagan ke dalam kaputren. Tidak berapa lama langit mendung, makin lama makin gelap, dan turun-lah hujan yang sangat derasnya, sehingga orang orang porak-poranda masuk ke rumah masing-masing karena merasatakutoleh hujan yang sangat deras itu.
Keesokan harinya langit cerah dan matahari bersinar menyinari alam semesta. Rakyat Panyidagan pergi akan mencari naf kah untuk keperluan sehari-hari. Semua orang terpaku melihat keadaan daerah Panyidagan yang berubah, kaputren menghilang beserta Ratu Panyidagan menghilang ke "marcapada". Kebun maja yang meng-himau itu hilang tanpa bekas.
Semua rakyat ribut sambil berteriak,"Gusti ratu menghilang, maja…………. langka, maja……… langka, majalangka……. !"Sejak itu timbul sebutan majalangka, yang sekarang terkenal dengan nama Majalengka.
Kemudian Pangeran Muhamad yang diutus Sinuhun Jati mencari buah maja, tidak berhasil karena buah maja sudah tidak ada, terus ia bertapa di gunung Haur sampai meninggal. Jenazahnya dikebumikan di sana. Sejak itu Gunung Haur terkenal dengan nama Margatapa.
Hanya sekian cerita asal mula Majalengka.