Minggu, 01 November 2015

DONGENG PUTRI IKAN PATIN


DONGENG LEGENDA IKAN PATIN
Pada zaman dahulu kala, di tanah melayu tersebutlah seorang nelayan tua bernama Awang Gading, dia tinggal seorang diri di tepi sebuah sungai yang luas dan jernih walaupun hidup seorang diri di tepi sebuah sungai yang luas dan jernih Awang Gading selalu bahagia . dia mensyukuri setiap nikmat yang di berikan oleh Tuhan yang Maha Esa, hari-harinya di habiskan untuk mencari ikan dan mencari kayu di hutan.
Suatu hari, Awang Gading terrlihat mengail di sungai, sambil berdendang riang dia menunggu kailnya, burung-burung turut berkicau menambah kegembiraan Awang Gading .sudah berkali-kali umpannya dimakan ikan namun saat kailnya di tarik ikannya terlepas, “air pasang telan ke insang air surut telan ke perut renggutlah………!, biar putus jangan rabut” terdengar dendang Awang Gading melempar pancingnya kembali. Perlahan hari beranjak petang, namun tidak seekor ikan pun di perolehnya.
“alangkah tidak beruntungnya aku hari ini, keluh Awang Gading, Awang Gading bergegas membereskan peralatan pancingnya dan berniat pulang, tiba-tiba terdengar  tangisan bayi. Dengan perasaan agak takut, Awang Gading mencari sumber suara tersebut, tak lama kemudian Awang Gading melihat bayi perempuan yang mungil tergolek di atas batu. Rupanya dia baru saja di lahirkan oleh ibunya. Anak siapa gerangan?,kasihan di tinggal seorang diri di tepi sungai, ‘Awanggading berucap dalam hati’, Awang Gading kemudian membawa pulang bayi perempuan tersebut.
Malam itu juga Awang Gading menghadap kepala kampungnya untuk memperlihatkan bayi yang di temukannya. “Awang, berbahagialah, karena kau di percaya raja penghuni sungai untuk memelihara anaknya. Rawatlah dia dengan baik, “pesan kepala kampung.
Keesokan harinya, Awang Gading mengadakan tasykuran atas hadirnya bayi ditengah kehidupannya. Awang Gading memberi nama bayi tersebut Dayang Kumunah. “Dayang sayang, anakku sayang……… cepatlah besar menjadi gadis dambaan, “dendang Awang Gading saat menimang-nimang dayang kumunah.
Sejak kehadiran dayang kumunah,Awang bertambah rajin bekerja, Awang memberikan kasih saying dan perhatian yang melimpah untuk dayang. Berbagai pengetahuan budi pekerti juga di berikan di sela-sela kesibukan awing bekerja ,setiap hari di ajaknya dayang mengail atau mencarikayu  di hutan untuk mengenal keindahan alam secara lebih dekat.
Waktu terus berjalan, dayang kumunah tumbuh menjadi gadis yang sangatcantik dan berbudi, dia juga rajin membantu bapaknya, sayang dayang kumunah tidak pernah tertawa. Suatu hari, seorang pemuda  kaya bernama Awangku Usop singgah di rumah Awang Gading. Dia terpesona saat melihat kecantikan dayang kumunah, tak lama kemudian Awangku Usop melamar dayang kepada Awang Gading.
Lamaran Awangku Usop di terima, tetapi Dayang Kumunah mengajukan syarat , “kanda Usop, sebenarnya kita berasal dari dua dunia yang berbeda, saya berasal dari sungai dan mempunyai kebiasaan yang berlainan dengan manusia. Saya akan belajar menjadi seorang istri yang baik, tetapi jangan pernah meminta saya untuk tertawa. “pinta Dayang Kumunah. Awangku usop menyetujui syarat tersebut.
Pernikahan mereka di adakan dengan sebuah pesta yang sangat meriah, semua tetangga dan kerabat mempelai di undang. Aneka hidangan tersedia dengan melimpah. Seluruh kampong turut gembira menyaksikan pasangan pengantin itu. Dayang Kumunah gadis yang sangat cantik dan Awangku Usop seorang pemuda yang sangat tampan, sungguh serasi di pandang mata.
Awangku Usop dan Dayang Kumunah hidup berbahagia. Namun kebahagiaan mereka tak berlangsung lama, beberapa minggu setelah pernikahan, Awang Gading meninggal dunia, hingga berbulan-bulan Dayang Kumunah terus bersedih meskipun Awangku Usop selalu berusaha membahagi akan hati istrinya tersebut. Untunglah, kesedihan Dayang Kumunah segera terobati dengan kelahiran anak-anaknya yang berjumlah lima orang.
Meskipun kini telah memiliki lima orang anak, Awangku Usop merasa kebahagiaan mereka telah lengkap sebelum melihat Dayang Kumunah tertawa. Memang, sejak pertama kali bertemu hingga kini Awangku Usop belum pernah melihat istrinya tertawa. Suatu hari, anak bungsu mereka mulai dapat berjalan tertatih-tatih ,semua anggota keluarga tertawa bahagia melihatnya, kecuali dayang kumunah. Awangku Usop meminta Dayang Kumunah untuk ikut tertawa.
Dayang Kumunah menolaknya, namun suaminya terus mendesak, akhirnya di turuti keinginan sang suami. Saat tertawa itu, tampaklah insane ikan di mulut DayangKumunah yang menandakan dia adalah keturunan ikan. Setelah itu, Dayang segera berlari kearah sungai, Awangku Usop beseta anak-anaknya heran dan mengikutinya. Perlahan-lahan tubuh dayang berubah menjadi ikan, Awangku Usop di tinggalnya. Awangku Usop telah mengingkari janjinya, dia telah meminta Dayang Kumunah untuk tertawa, suatu hal yang terlarang baginya.
Awangku Usop segera menyadari kekhilafannya dan meminta maaf. Dia meminta Dayang Kumunah untuk kembali kerumah mereka, namun semua telah terlambat, Dayang telah terjun ke sungai, dia telah menjadi ikan dengan bentuk badan yang cantik dan kulit mengkilat tanpa sisik, mukanya menyerupai raut manusia, ekornya seolah-olah sepasang kaki yang bersilang, orang-orang menyebutnya ikan patin.
Sebelum menyelam kedalam air, Dayang berpesan “kanda, peliharalah anak-anak kita dengan baik, “Awangku Usop dengan anak-anaknya sangat bersedih. Mereka berjanji tidak akan memakan ikan patin, Karena di anggap sebagai keluarga mereka. Itulah sebabnya sebagian orang melayu tidak memakan ikan patin sebagai pantangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar