BUDAYA KAMPUNG ADAT JALAWASTU
Budaya unik di
suatu daerah yaitu Kampung adat Jalawastu, yang berada di lereng pegungungan di
daerah Brebes. Adat di daerah ini masih sangat kental dan masih sangat menghargai
alam sebagai pemberian sang pencipta. Gapura Selamat datang di kampong Budaya
Jalawastu.
Kampung adat Jala
wastu merupakan sebuah komunitas adat masyarakat yang berada diantara lereng Gunung
Kumbang d Gunung Sagara, Komunitas ini melestarikan sebuah tradisi Sunda.
Lokasi tepatnya komunitas Jalawastu di
Desa Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan, KabupatenBrebes, Jawa Tengah. Secara geografis
Desa Ciseureuh merupakan desa paling selatan dan salah satu dari 3 desa di
KecamatanKetanggungan yang kebanyakan warganya menggunakan bahasa sunda. Akses untuk
menuju Jalawastu masih berupa jalanan batu karena Jalawastu merupakan daerah pegunungan
terjal.
Kampung adat Jalawastu
dalam melestarikan budaya sudah pernah mendapatkan bantuan revitalisasi masyarakat
sebesar Rp.480.000.000 dari Kementerian Pendidikandan Kebudayaan Kabupaten Brebes bersamaan dengan 132 masyarakat adat
Indonesia lainnya. Dengan bantuan tersebut masyarakat Jalawastu melakukan
pengembangan balai budaya, pemagaran situs Gedong Pesarean, Pembangunan Gapura,
dan pembangunan saung singgah untuk masyarakat sekitar. Pemerintah Brebes berharap
dengan adanya Kampung Jalawastu dapatmelestarkan budaya sunda. Jalawastu merupakan
cerminan dari kesadaran masyarakat akan keberagaman budaya dan tradisi di
Kabupaten Brebes.
Kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan di
Jalawastu seperti tradisi upacara Ngasa yang dilakukan setiap satu tahun sekali.
Upacara Ngasa dilakukan setiap Selasa Kliwon. Arti dari Ngasa sendiri berarti perwujudan
rasa syukur kepada Batara Windu Buana yang dianggap sebagai pencipta alam.
Batara memiliki ajudan yang mempunyai nama Burian Panutu, semasa hidupnya tidak
Pernah makan nasi dan laukpauk yang bernyawa ,hal ini untuk menunjukan kebaktiannya
kepada Batara, menurut Dastam selaku ketua adat di Jalawastu. Upacara Ngasa telah
dilakukan oleh warga secara turun menurun D ari ratusan tahun yang lalu,
upacara ini pertama kali diadakan pada masa pemerintahan Bupati Brebes XI Raden
Arya CandraNegara .Upacara adat ini menunjukan rasa syukur kepadaTuhan Yang
Maha Esa atas segala nikmat yang telahdiberikan. Hal ini hamper sama dengan adat
yang di pantai yaitu sedekah laut, sedangkan untuk di darat dinamakan sedekah bumi
dan untuk di daerah Jalawastu sendiri boleh dikatakan sedekahgunung.Kehidupan di daerah Jalawastu cukup unik karena menurut penuturan pemangku adat setempat Bapak Dastam, Masyarakat Jalawastu pantang makan nasi beras dan laukdaging atau ikan. Makanan pokok di tempat ini adalah jagung yang ditumbuk halus sebagai lauk dan lalapan seperti dedaunan, umbi-umbian, terong, pete, sambaldan daun reundeu yang diyakini merupakan daun yang hanya dapat tumbuh di gunungkumbang. Masyarakat Jalawastu tidak menggunakan piring dan sendok yang terbuat
d aribahan kaca, melainkan menggunakan seng atau dedaunan. Rumah di daerah ini pun cukup unik karena tidak menggunakan semen dalam membangunnya melainkan hanya menggunakan kayu dan seng, karena masyarakat pantang untuk menggunakan semen. Satu hal lagi yang unik dari daerah ini ,masyarakat pantang untuk menanam bawang merah dan kedelai serta memelihara kerbau, domba dan angsa, karena menurut pemangku adat setempat apabila ada yang melanggar maka akan mendapat mala petaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar