Jumat, 29 April 2016

DONGENG SEJARAH KOTA PANGKALPINANG



DONGENG SEJARAH KOTA PANGKALPINANG
Kota pangkal pinang dimulai pada abad ke-18, hiduplah seorang laki-laki yang gagah perkasa bernama Kapten Kong. Ia tinggal di tepi Sungai Panji di bagian Utara Belinyu. Pada masa itu, atas perintah Sultan Palembang, Kapten Kong mendirikan yang diberi nama Benteng Kuto Panji. Benteng ini merupakan Bandar atau pelabuhan kapal-kapal yang berlayar mengangkut barang-barang perniagaan dan hasil bumi berupa lada dan getah. Juga sekaligus tempat peleburan timah yang banyak membawa kemakmuran bagi kehidupan masyarakat.
Kapten Kong memiliki putri yang sangat cantik bernama A Ho. Parasnya benar-benar rupawan meskipun matanya agak sipit. Tutur kanya sangat lemah lembut dan pandai sekali memasak. A Ho memiliki banyak sekali teman dan tidak terbatas di sekitar tempat tinggalnya saja. Ini tidak mengherankan karena A Ho memang sangat ramah.
Pada suatu hari, A Ho sakit keras. Hal ini menyebabkan Kapten Kong bersusah hati. karena kehabisan akal untuk mengobati putrinya, Kapten Kong menyebarkan berita bahwa siapa yang sanggup menyembuhkan putrinya , jika ia laki-laki maka akan dinikahkan dengan putri dan jika perempuan akan diangkat menjadi saudara A Ho.
Bermiat untuk mempersunting A Ho, banyak pemuda berusaha menjadi tabib untuk mengobati A Ho. Tak sedikit pula tabib sungguhan yang datang untuk membantu Kapten Kong menyembuhkan penyakit putrinya. Namun, tak satupun yang berhasil. Kapten Kong semakin bersedih hati. apalagi semakin hari tubuh A Ho semakin lemah dan kurus.
“Kapten Kong, putri tuan menderita penyakit balak. Jadi harus di asingkan ke tempat lain yang jauh dari sini,” ujar seorang tabib kepada Kapten Kong.
“Tidak mungkin! Itu hal yang sangat mustahil.” Ujar Kapten Kong,
“Tetapi tuan, jika putri tuan tidak segera diasingkan akan menular kepada orang sekampung,” sambung tabib itu menjelaskan.
Sejenak Kapten Kong terdiam. Dipandangi wajah putrinya yang sangat pucat. Tak tega rasanya menbawa putri yang sangat ia cintai itu ke ctas bukit  untuk diasingkan. A Ho sejak kecil telah ditingggal ibunya. Kapten Kong tetap pada keyakinannya, menolak usul si tabib. Lalu suasana menjadi hening. Kapten Kong tidak beranjak dari sisi putrinya itu.
“Papa, biarkanlah A Ho pergi dari rumah.. bawalah A Ho, papa,” tiba-tiba A Ho berkata dengan suara yang sangat lemah.
Kapten Kong sangat terkejut. Dirabanya dahi putrinya itu. Terasa panas dan sekujur tubuhnya timbul bercak-bercak merah.
“Tidak anakku, papa akan berusah mencari obat, sabarlah,” bujuk Kapten Kong. Di basahnya rambut putrinya itu agar panas tubuh yang tinggi itu dapat menurun. Hatinya amat sedih. Sudah lama tidak mendengar A Ho menyanyi lagi. Teman-teman A Ho sengakin menjauh mendengar penyakit yang dideritanya.
Kapten Kong menatap wajah putrinya yang sudah agak tenang. Matanya terkatup rapat. Di wajah putrinya, Kapten Kong melihat ada wajah yang lain, yaitu ibu A Ho yang telah tiada. Memang paras putrinya sangat mirip dengan istrinya. Sssah, jika istrinya masih hidup, tentu A Ho akan meresa lebih terhibur.
Kabar penyakit A Ho ternyata juga terdengar oleh Haji Amiruddin, seorang tokoh ulama di Desa Kuto Panji. Di datang ke rumah Kapten Kong untuk melihat keadaan A Ho. Haji Amiruddin ternyata juga mengutarakan maksudnya untuk menolong menyembuhkan A Ho.
Kepandaian Haji Amiruddin mengobati  orang sakit sudah sangat terkenal. Karena itu, mendengar pernyataan Haji Amiruddin untuk mengobati putrinya itu, terbesit keragua-reguan di hati kecil sang kapten.
Beberapa hari yang lalu, kapten telah menyebarkan kabar bahwa siapa saja yang dapat menyembuhkan putriyan jika laki-laki akan dinikahkan dan jika perempuan akan dijadikan suadara A Ho. Sekarang seorang laki-laki tua mengaku dapat mengobati A Ho. Terlintas dalam pikiran Kapten Kong, kalau saja putrinya sembuh tentu akan bersanding dengan putrinya sesuai janjinya. Tidak mungkin janji itu dimungkiri. Sebagai seorang satria, pantang menjilat ludah yang telah dimuntahkan. Tetapi akan pantaskan putrinya yang muda dan cantik itu bersandingan dengan laki-laki tua?
Agaknya pikiran Kapten Kong telah terbaca oleh Haji Amiruddin. Setelah diam beberapa saat, Haji Amiruddin berkata,” Kapten Kong, penyakit putri tuan sudah sangat parah. Meskipun begitu, saya masih sanggup mengobatiasalkan tuan memenuhi persyaratan yang saya ajukan,”
“Syarat apalagi Pak Haji? Bukankah jika putriku sembuh aku bersedia untuk menikahkannya denganmu?
Haji Amiruddin tersenyum penuh arif. Kapten Kong benar-benar seorang ksatria yang memegang janjinya. Diam-diam Haji Amiruddin sangat kagum kepada Kapten Kong.
“Tidak! Tidak, bukan itu yang kumaksud,” kata Haji Amiruddin sambil mengggelengka-gelengkan kepalanya.
” Katakana saja Pak Haji, seberat apapun persyaratan yang kau minta akan kupenuhi,” ujar Kapten Kong dengan penuh harap.
“Aku dapat menyembuhkan putrimu asal putri tuan mau masuk agama Islam dan menjadi anak angkatku,” kata Haji Amiruddin dengan mantap dan tenang.
Seakan ada tenaga gaib yang menggerakkan hatinya, A Ho memohon kepada papanya unutuk menyetujui persyaratan Haji Amiruddin. Setelah mengislamkan A Ho, Haji Amiruddin mulai mengobati A Ho. Dengan izin Allah SWT, A Ho sembuh dan kemudian menjadi anak angkat Haji Amiruddin.
Haji Amiruddin tidak hanya pandai dalam hal pengobatan dan mengajarkan agama Islam, tetapi juga memiliki ilmu silat yang cukup tinggi. A Ho yang setelah memluk agam Islam menjadi anak angkat Haji Amiruddin menggantikan namanya menjadi Miyak, diajari ilmu beladiri oleh ayah angkatnya.
A Ho kini menjadi gadis yang pemberani dan memiliki ilmu beladiri yang cukup tinggi. Bersama-sama dengan Kapten Kong dan ayah angkatnya, benteng kuto panji semaki terpelihara dan lebih ditakuti lawan. Tidak mengherankan, ketika benteng kuto panji diserang oleh  lanon(bajak laut) mereka dapat ditumpas habis oleh Kapten Kong bersama anak buahnya, dibantu oleh A Ho dan Haji Amiruddin.
Ternyata penyerangan lanon tidak berhenti sampai disitu. Kekalahan yang mereka derita tidak membuat mereka jera utuk menguasai Benteng Kuto Panji. Diam-diam mereka mengatur strategi dan membangun kekuatan. Lalu pada suatu malam, mereka melakukan penyerangan dengan kekuatan yang lebih besar.
Karena serangan yang mendadak itu, Kapten Kong menjadi panik. Pertempuran pun tidak dapat dielakkan. Dengan dibantu oleh beberapa anak buah beserta A Ho dan Haji Amiruddin, Kapten Kong berjuang mati-matian mempetahankan benteng. Namun sayang, kekuatan tidak berimbang. Akhirnya benteng dapat dikuasai oleh lanon.
Kini Benteng Kuto Panji hanya tinggal puing-puing. Sebagai saksi bisu perjuangan Kapten Kong beserta A Ho putrinya dan Haji Amiruddin menumpas bajak laut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar