DONGENG “PILU LE
LAHILOTE”
Pada zaman dahulu,
di suatu tempat di tanah U Duluo Lo'u Limo Lo Pohite, hiduplah seorang pemuda
bernama Lahilote. Perawakan tegap, badan tinggi besar dan suka berburu. Dengan
pekerjaan mengejar binatang buruan, ia sering moleleyangi (mengembara masuk
keluar hutan). Angan-angannya tinggi, hatinya keras, kemauannya kuat, sehingga
tak ada satu pun yang tidak dapat dilaksanakannya.
Di suatu pagi,
Lahilote seperti biasanya keluar rumah, mengembara mencari binatang hutan. Ia
ttiba-tiba di kejutkan oleh suara ribut-ribut. Suara itu kadang melemah, kadang
keras. "suara apakah gerangan itu?" tanya Lahilote dalam hati.
Kemudian ia perlahan-lahan menuju ke tempat suara itu. Setelah tiba di dekat
tempat suara itu, Lahilote lalu mengintip dari tempat yang jauh. Dilihatnya
tujuh wanita sedang mandi di kolam. Semuanya cantik jelita. Selesai mandi,
wanita-wanita itu kemudian memakai kembali pakaiannya dan segera terbang ke
kayangan. Nyatalah baginya bahwa wanita yang dilihatnya itu adalah putri lo
owabu (putri bidadari).
Setelah mengetahui bahwa putri-putri kayangan sering berdatangan mandi di kolam itu. Lahilote kemudian selalu datang dan mengintip untuk mencari tahu kapan mereka datang lagi. Tepat hari ke tujuh, tibalah nampak tujuh buah titik hitam dari angkasa, menuju kolam itu. Lahilote pun bersembunyi di semak-semak dan belum menampakkan dirinya. Ia khawatir jangan sampai kepergok oleh mereka dan menyebabkan mereka takut. Lahilote tidak ingin menyianyiakan kesempatan emas itu. Ia berupaya mencari akal untuk menahan salah seorang gadis dan akan mempersuntingnya. Dengan kesaktiannya, Lahilote mengubah dirinya menjadi seekor ayam hutan jantan dan segera mencuri salah satu dari tujuh sayap yang di letakkan tadi dan membawanya pulang.
Setelah mengetahui bahwa putri-putri kayangan sering berdatangan mandi di kolam itu. Lahilote kemudian selalu datang dan mengintip untuk mencari tahu kapan mereka datang lagi. Tepat hari ke tujuh, tibalah nampak tujuh buah titik hitam dari angkasa, menuju kolam itu. Lahilote pun bersembunyi di semak-semak dan belum menampakkan dirinya. Ia khawatir jangan sampai kepergok oleh mereka dan menyebabkan mereka takut. Lahilote tidak ingin menyianyiakan kesempatan emas itu. Ia berupaya mencari akal untuk menahan salah seorang gadis dan akan mempersuntingnya. Dengan kesaktiannya, Lahilote mengubah dirinya menjadi seekor ayam hutan jantan dan segera mencuri salah satu dari tujuh sayap yang di letakkan tadi dan membawanya pulang.
Lahilote
menyembunyikan sayap itu di dalam lumbung padi. Kemudian ia kembali ke kolam
untuk melihat apa yang telah terjadi. Ternyata gadis-gadis itu segera berangkat
ke kayangan satu demi satu. Betapa sedihnya gadis itu di tinggal sendirian. Ia
menangis tersedu-sedu. Lahilote pun mendekati gadis itu dan mencoba merayunya.
Gadis itu bernama Boilode Hulawa. Akhirnya, keduanya berangkat menuju rumah
lahilote dan menikah. Lahilote setiap hari melaksanakan tugasnya sebagai petani
dan berburu. Boilode Hulawa pekerjaannya memasak, mencuci pakaian dan urusan
rumah tangga lainnya.
Setiap hari Boilode
Hulawa mengerjakan pekerjaan yang berat, yang berbeda dengan kehidupan di
kayangan. Ia pun menggunakan kesaktiannya sebagai putri kayangan, ia pun dapat
memasak dengan satu butir padi bisa mencukupi makan dia dan suaminya, tanpa
diketahui oleh suami.
Pada suatu hari,
sang suami berfikir, "berapa bulan telah berlalu, aku diberi makan dengan
secukupnya, tetapi apa sebabnya padi di lumbung tidak berkurang? dan mengapa
pula isteriku tidak pernah menumbuk padi ketika akan memasak?". Demikian
tanya Lahilote dalam hati. Oleh karenanya timbulah niatnya untuk mengamati
keadaan isterinya sehari-hari.
Pada suatu hari, Boilode menjerangakan periuk ke atas tungku untuk memasak nasi, ke dalam periuk itu di taruh oleh Boilode sebutir padi kemudian ditutupinya rapat-rapat. Sambil menunggu masak Boilode pergi kesumur untuk mencuci pakaian. Kemudian Lahilote pun masuk ke dapur dan memerikasa periuk itu. Alangkah terkejutnya Lahilote melihat isinya. Hanyalah sebutir padi terendam di dalam air. Tahulah ia akan rahasia isterinya. Selesai mencuci pakaian, Boilode masuk ke dapur memeriksa nasi yang di masaknya. "wuh...celaka. masih tetap sebutir padi?" katanya. Ditunggunya beberapa saat juga tidak berubah. "ah...mungkinkah suamiku sudah melihat isi periuk ini?" pikirnya. Sambil termenung, Boilode menyesali nasibnya, kini ia harus bekerja keras. Lama kelamaan padi itu semakin berkurang. Akhirnya, habislah padi di dalam lumbung itu. Saat Boilode mengambil padi yang terakhir, tampaklah olehnya sayapnya yang dulu hilang. Dan hal itu dirahasiakan dari suaminya.
Pada suatu hari, Boilode menjerangakan periuk ke atas tungku untuk memasak nasi, ke dalam periuk itu di taruh oleh Boilode sebutir padi kemudian ditutupinya rapat-rapat. Sambil menunggu masak Boilode pergi kesumur untuk mencuci pakaian. Kemudian Lahilote pun masuk ke dapur dan memerikasa periuk itu. Alangkah terkejutnya Lahilote melihat isinya. Hanyalah sebutir padi terendam di dalam air. Tahulah ia akan rahasia isterinya. Selesai mencuci pakaian, Boilode masuk ke dapur memeriksa nasi yang di masaknya. "wuh...celaka. masih tetap sebutir padi?" katanya. Ditunggunya beberapa saat juga tidak berubah. "ah...mungkinkah suamiku sudah melihat isi periuk ini?" pikirnya. Sambil termenung, Boilode menyesali nasibnya, kini ia harus bekerja keras. Lama kelamaan padi itu semakin berkurang. Akhirnya, habislah padi di dalam lumbung itu. Saat Boilode mengambil padi yang terakhir, tampaklah olehnya sayapnya yang dulu hilang. Dan hal itu dirahasiakan dari suaminya.
Pada suatu waktu,
Boilode Hulawa meminta suaminya untuk mencarikan ikan di laut. Lahilote pun
segera berangkat ke laut. Boilode sengaja melakukan itu agar ia mempunyai waktu
memperbaiki sayapnya dan segera kembali ke kayangan. Sebelum berangkat, Boilode
menemui lumbung padi dan selanjutnya berkata "wahai lumbung! jangan
sekali-kali anda memberi tahu suamiku bahwa sayapku yang engkau simpan telah
aku ambil". Kemudian ia menemui pintu, jendela, dapur, belanga, dan setiap
perabot rumah tangga lainnya. Selanjutnya ia menemui tumbuh-tumbuhan,
rumput-rumputan, pohon-pohonan untuk maksud yang sama. Kecuali di anntara
tumbuh-tumbuhan itu hutia Mala yang tidak di hubunginya. Karena konon rotan
termasuk satu-satunya yang tidak mau di pengaruhi oleh siapapun.
Setelah Boilode
berpesan, berangkatlah ia terbang ke angkasa terlebih ia mengintip keadaan
suaminya di pantai. Lahilote sedang tidur nyanyak di pantai. Ia kemudian
meludahi suaminya itu dengan luwa lo pomama (air sirih pinang) yang kebetulan
sedang di kunyahnya. Luwa tersebut jatuh tepat ke dada Lahilote. Lahilote
terbangun dan merasakan adanya air hangat di atas dadanya. Diperiksanya
ternyata air itu adalah luwa lo pomama. "apakah gerangan yang
terjadi?" pikirnya. Timbul kecurigaan, ketika di teliti lagi dan diciumnya
ternyata baunya harum, seperti luwa yang biasa keluar dari mulut isterinya.
Setelah meyakini hal tersebut ia merasa bahwa isterinya telah menemukan
sayapnya dan pergi meninggalkan dirinya. Lahilote pun bergegas kembali
kerumahnya. Selama dalam perjalanan, Lahilote bertanya kepada batu,"wahai
batu! tidakkah kau pernah melihat isteriku, kemana ia pergi?". Batu
menjawab sebagaimana yang dipesankan oleh Boilode Hulawa. "wahai Lahilote,
aku tidak pernah melihat isterimu dan belum pernah mendengar kabar
beritanya". Lahilote pun meneruskan perjalanannya. Ia menemui segala
makhluk dan tumbuh-tumbuhan yang ada di sepanjang jalan untuk ditanyainya,
tetapi semua menjawab tidak pernah melihat dan mendengar kabarnya.
Dengan hati kecewa
Lahilote terus mencari jejak isterinya, ia bertanya kepada pintu, namun ia pun
tidak memperoleh jawaban yang menggembirakan. Akhirnya Hutia Mala adalah pohon
yang terakhir yang ia datangi. "wahai hutia mala! tidakkah kau melihat
isteriku, kemana ia pergi?". Hutia Mala menjawab," wahai Lahilote!,
aku melihat isterimu dan tahu dimana ia berada". Lahilote pun bertanya
kembali, "wahai Hutia Mala! bisakah kau memberi tahuku dimana ia berada
dan mengantarku?". "ia telah kembali ke kayangan dan jika kau ingin
ku antarkan maka penuhi tiga syarat dariku", jawab Hutia Mala. Akhirnya
Lahilote pun menerima tiga syarat tersebut. Setelah syarat itu terpenuhi,
akhirnya Hutia Mala memenuhi janjinya untuk mengantarkan Lahilote ke kayangan.
Sesampainya di kayangan, Lahilote melihat gadis-gadis yang sama cantiknya
dengan isterinya. Sehingga sulit untuknya mencari isterinya satu di antara gadis-gadis
itu. Akhirnya Lahilote menemukan isterinya Boilode Hulawa. Namun, Boilode
Hulawa tidak mengakui bahwa Lahilote adalah suaminya. Asal ada satu syarat,
maka Lahilote akan di akuinya sebagai suami dan tinggal di kayangan. Lahilote
pun telah memenuhi syarat dari Boilode Hulawa. Mereka pun menjalin hubungan
kembali di kayangan.
Selama
bertahun-tahun di kayangan, rambut Lahilote pun telah beruban dan di ketahui
oleh isterinya. Konon di dalam kayangan tidak boleh ada yang beruban karena
uban adalah tanda-tanda penuaan. Kayangan adalah kehidupan yang abadi maka jika
di temukan orang yang beruban berada di kayangan, maka akan segera di lempar ke
bumi. "kalau begitu cabutlah ubanku ini dan bakarlah" seru
Lahilote."itu akan lebih berbahaya, orang-orang yang berada di dalam
kayangan akan mencium baunya" sambung Boilode Hulawa. "jalan
satu-satunya yaitu pergi ke bumi dengan rambut Boliode Hulawa yang akan di
sambung-sambung. Lahilote pun mulai turun ke bumi dengan bergelantungan di
rambut Boilode Hulawa. Namun belum sampai ke bumi, rambut Boilode Hulawa sudah
habis dan ia menjadi gundul. Sedangkam Lahilote masih melayang-layang di antara
langit dan bumi, di hempas-hempaskan oleh angin ke seluruh penjuru mata angin.
Pada suatu saat
rupanya cuaca berubah, langit kini mendung, tiba-tiba kilat memancarkan
sinarnya, petir dan halilintar saling menyambar. Angin sejuk berubah menjadi
angin topan menghempaskannya ke semua penjuru. Dalam keadaan demikian, rambut
tempat ia bergantung putus dan akhirnya Lahilote jatuh hancur terbelah di
angkasa akibat terpaan petir dan angin topan.
Ia terbelah dua, tubuh kanannya jatuh di kelurahan Pohe, sehingga telapak kakinya berbekas di atas batu yang ada di pinggir pantai tersebut. Sedangkan tubuh sebelah kirinya jatuh di pulao Boalemo Sulawesi Tengah dan meninggalkan telapak kakinya di sana. Bekas tapak kaki pada batu yang terdapat pada dua tempat inilah yang di sebut oleh orang Gorontalo dengan nama Botu Liodu.
Ia terbelah dua, tubuh kanannya jatuh di kelurahan Pohe, sehingga telapak kakinya berbekas di atas batu yang ada di pinggir pantai tersebut. Sedangkan tubuh sebelah kirinya jatuh di pulao Boalemo Sulawesi Tengah dan meninggalkan telapak kakinya di sana. Bekas tapak kaki pada batu yang terdapat pada dua tempat inilah yang di sebut oleh orang Gorontalo dengan nama Botu Liodu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar