CERITA DARI BOJONG MANGU
Masyarakat Desa Sukabungah, Kecamatan Bojongmangju, mengakhiri momen Hari
Kemerdekaan Indonesia dengan gegap gempita. Mulai ‘syukuran’ hingga jenis
perlombaan dengan menggunakan daster yang biasa dipakai ibu rumah tangga. Perlombaan
itu meliputi panjat pinang, tarik tambang, hingga sepakbola yang seluruh
peserta diwajibkan menggunakan daster.
Anehnya, seluruh peserta adalah kepala rumah tangga. “Untuk hari ini kita
memeragakan busana perempuan. Kita pun ditonton oleh istri kita, lucu tapi
menyenangkan,” kata Ruslam peserta panjat pinang Dusun 3, Desa Sukabungah, Rabu
(19/8).
Menurutnya, kebahagiaan dan persatuan warga sangat mencolok ketika momen
Hari Kemerdekaan tiba. Ruslam mengatakan kebahagian warga muncul meski mereka merasakan
ketimpangan ekonomi dengan daerah lain, dibawah lingkungan Pemerintah Kabupaten
Bekasi.
Pasalnya, desa yang tak jauh dari kawasan Greenland International Industri
Center (GIIC) Deltamas dianggap kebalikan dari kawasan indutri tersebut. Sebab,
kawasan industri yang begitu moderen berbanding terbalik dengan keadaan desa
terebut. Namun dari sedemikian ketertinggalannya, desa ini memiliki keunggulan
dari wilayah modern, yakni kearifan lokal yang terus terjaga.
Ruslam mengatakan keterlibatannya di momen Hari Kemerdekaan adalah
kesempatan melampiaskan rasa nasionalisme ditengah tergerusnya arus global.
Kearifan lokal sepatutnya dijaga sebagai modal untuk hidup rukun, “Dulu pejuang
menuju kemerdekaan harus membawa bambu runcing. Berbeda dengan sekarang, kita
harus melawan ketimpangan perekonomian. Pemantinya harus melalui kearifan lokal
kita.”
Ketua Panitia Lomba 17 Agustus Dusun 3, Desa Sukabungah, Narto mengatakan
perlombaan di Hari Kemerdekaan semacam stimulus di masyarakat Dusun 3, Desa
Sukabungah. Dia mengakui jika kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Dusun 3, Desa
Sukabungah belum mampu bersaing menghadapi era global seperti saat ini. “Tapi
ada saatnya kita akan mampu mengendalikan era global itu sendiri,” tegas Narto.
Sementara, Anggota Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kelompok 12, Universitas Islam
“45” (Unisma) Bekasi, Mohammad Reynaldi menilai pemerintah seharusnya bisa
mengambil nilai positif dari kearifan lokal yang terus dipertahankan masyarakat
daerah. Ketahanan ekonomi, kata dia, berimbang dengan traidisi menjaga kearifan
lokal itu sendiri.
Menurutnya, kearifan lokal sebuah benteng penjaga rasa nasionalisme.
Sementara Hari Kemerdekaan Indonesia merupakan jawaban dari kedua unsur
tersebut. “Masyarakat harus banting tulang dulu baru bisa makan, tapi mereka bisa
menjaga keharmonisan desa,”kata Reynaldi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar