Kamis, 17 Desember 2015

DONGENG SEJARAH BOJONG MANGU


CERITA DARI BOJONG MANGU
Masyarakat Desa Sukabungah, Kecamatan Bojongmangju, mengakhiri momen Hari Kemerdekaan Indonesia dengan gegap gempita. Mulai ‘syukuran’ hingga jenis perlombaan dengan menggunakan daster yang biasa dipakai ibu rumah tangga. Perlombaan itu meliputi panjat pinang, tarik tambang, hingga sepakbola yang seluruh peserta diwajibkan menggunakan daster.
Anehnya, seluruh peserta adalah kepala rumah tangga. “Untuk hari ini kita memeragakan busana perempuan. Kita pun ditonton oleh istri kita, lucu tapi menyenangkan,” kata Ruslam peserta panjat pinang Dusun 3, Desa Sukabungah, Rabu (19/8).
Menurutnya, kebahagiaan dan persatuan warga sangat mencolok ketika momen Hari Kemerdekaan tiba. Ruslam mengatakan kebahagian warga muncul meski mereka merasakan ketimpangan ekonomi dengan daerah lain, dibawah lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Pasalnya, desa yang tak jauh dari kawasan Greenland International Industri Center (GIIC) Deltamas dianggap kebalikan dari kawasan indutri tersebut. Sebab, kawasan industri yang begitu moderen berbanding terbalik dengan keadaan desa terebut. Namun dari sedemikian ketertinggalannya, desa ini memiliki keunggulan dari wilayah modern, yakni kearifan lokal yang terus terjaga.
Ruslam mengatakan keterlibatannya di momen Hari Kemerdekaan adalah kesempatan melampiaskan rasa nasionalisme ditengah tergerusnya arus global. Kearifan lokal sepatutnya dijaga sebagai modal untuk hidup rukun, “Dulu pejuang menuju kemerdekaan harus membawa bambu runcing. Berbeda dengan sekarang, kita harus melawan ketimpangan perekonomian. Pemantinya harus melalui kearifan lokal kita.”
Ketua Panitia Lomba 17 Agustus Dusun 3, Desa Sukabungah, Narto mengatakan perlombaan di Hari Kemerdekaan semacam stimulus di masyarakat Dusun 3, Desa Sukabungah. Dia mengakui jika kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Dusun 3, Desa Sukabungah belum mampu bersaing menghadapi era global seperti saat ini. “Tapi ada saatnya kita akan mampu mengendalikan era global itu sendiri,” tegas Narto.
Sementara, Anggota Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kelompok 12, Universitas Islam “45” (Unisma) Bekasi, Mohammad Reynaldi menilai pemerintah seharusnya bisa mengambil nilai positif dari kearifan lokal yang terus dipertahankan masyarakat daerah. Ketahanan ekonomi, kata dia, berimbang dengan traidisi menjaga kearifan lokal itu sendiri.
Menurutnya, kearifan lokal sebuah benteng penjaga rasa nasionalisme. Sementara Hari Kemerdekaan Indonesia merupakan jawaban dari kedua unsur tersebut. “Masyarakat harus banting tulang dulu baru bisa makan, tapi mereka bisa menjaga keharmonisan desa,”kata Reynaldi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar