DONGENG ASAL SUKU BETAWI
Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan
bangsa pada masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang
Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang
didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku
Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir
dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di
Jakarta, seperti orang Sunda, Melayu, Jawa, Arab, Bali, Bugis, Makassar, Ambon,
dan Tionghoa. Namun berdasarkan penelitian Lance Castles, mereka yang mengaku
sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa
yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Kelompok etnis ini lahir dari
perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta,
seperti orang Sunda, Melayu, Jawa, Bali, Bugis, Makassar, dan Ambon, serta
suku-suku pendatang, seperti Arab, India, Tionghoa, dan Eropa.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa suku
betawi adalah suku yang masyarakatnya berasal dari percampuran antaretnis.
Budaya suku betawi juga dipengaruhi oleh beberapa suku dari berbagai daerah.
Misalnya, budaya kesenian Lenong pada awalnya kental dipengaruhi oleh budaya
melayu dan pemerannya menggunakan bahasa melayu. Pameran kesenian Lenong
diiringi oleh musik Gambang Kromong yang beberapa alat musiknya terdiri dari
alat musik yang berasal dari Tiongkok seperti tehyan, kongahyang, dan sukong.
Hasil asimilasi dari berbagai kebudayaan dan etnis juga
berpengaruh pada perilaku, sifat, maupun mekanisme pengambilan keputusan
masyarakat betawi. Penulis (saya) merupakan anak yang lahir dari keluarga besar
dengan campuran darah Betawi-Arab-Tionghoa (Tiongkok). Tidak banyak yang
penulis mengerti mengenai mekanisme pengambilan keputusan pada masyarakat
betawi. Namun, karena penulis berada di lingkungan yang sebagian masyarakatnya
asli Betawi maka penulis akan mencoba menggambarkan mekanisme pengambilan
keputusan pada masyarakat betawi.
Berawal dari kelompok masyarakat terkecil, keluarga,
ayah/bapak sebagai kepala keluarga memiliki peranan penting dalam membuat
keputusan. Biasanya bapak dalam adat betawi sangat memegang kendali kehidupan
keluarganya, mulai dari masa depan keluarga hingga masa depan anak. Berlanjut
kepada keluarga besar, ketika seorang bapak yang sudah memiliki cucu dan
anak-anaknya sudah berumur 30 tahun ke atas maka pengambilan keputusan berada
di tangan anak laki-laki tertua. Jika dalam suatu keluarga tidak memiliki anak
laki-laki maka pengambilan keputusan berada di tangan menantu laki-laki pertama
atau suami dari anak perempuan pertama.
Mekanisme pengambilan keputusan di masyarakat betawi
biasanya melalui suatu musyawarah yang dipimpin oleh tokoh agama, tuan tanah,
maupun orang yang memiliki kekuatan politik atau sangat berpengaruh di daerah
tersebut. Musyawarah di masyarakat betawi biasanya dilakukan melalui pengajian
yang dihadiri oleh kepala atau pengambil keputusan dari masing-masing keluarga.
Musyawarah dan pengambilan keputusan di keluarga besar masyarakat betawi
biasanya juga dilakukan setelah pengajian yang dihadiri oleh anggota keluarga
maupun setelah kegiatan arisan keluarga.
Hal tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat betawi memahami dan melaksanakan nilai patrilineal. Patrilinieal
merupakan garis keturunan maupun kekuasaan dalam keluarga melalui garis
keturunan bapak ataupun anak laki-laki. Fenomena di atas berdasarkan pandangan
penulis selama berada di tengah keluarga maupun masyarakat dengan nilai budaya
betawi. Mekanisme pengambilan keputusan tersebut tercermin dari budaya arab
maupun tionghoa dimana bapak memegang alih kendali dan ibu ataupun perempuan
hanya mengurusi urusan di rumah tangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar