BUDAYA KABUYUTAN GUNUNG SALAK
Gunung Salak
merupakan sebuah gunung berapi yang terdapat di daerah Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Gunung ini mempunyai sekitar tujuh buah puncak. Selain itu Gunung Salak
lebih populer sebagai ajang tempat pendidikan bagi klub-klub pecinta alam,
terutama sekali daerah punggungan Salak II. Ini dikarenakan medan hutannya yang
rapat dan juga jarang pendaki yang mengunjungi gunung ini. Juga memiliki jalur
yang cukup sulit bagi para pendaki pemula dikarenakan jalur yang dilewati jarang
kita temukan cadangan air kecuali di Pos I jalur pendakian Kawah Ratu,
beruntung di puncak Gunung ( 2211 Mdpl ) ditemukan kubangan mata air.Gunung
Salak meskipun tergolong sebagai gunung yang rendah, akan tetapi memiliki
keunikan tersendiri baik karakteristik hutannya maupun medannya.
Pengelolaan
kawasan hutannya semula berada di bawah Perum Perhutani KPH Bogor, namun sejak
2003 menjadi wilayah perluasan Taman Nasional Gunung Halimun, kini bernama
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.
Keberadaan
gunung Salak secara ekologis makin terjaga saja ketika kawasan ini ditetapkan
sebagai Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Perubahan status menjadi Kawasan
Taman Nasional merupakan tugas negara untuk melindungi tanah airnya supaya
dapat memenuhi hayat hidup orang banyak. Dengan menjadi Taman Nasional yang
menjadikan kawasan ini relatif lebih terjaga akan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap air bersih dan juga menyelamatkan masyarakat dari ancaman
yang lebih besar, yakni banjir dan longsor.
Gunung Salak
merupakan salah satu dari hulu dua sungai yang sungai yang membelah kota
Jakarta dan Tangerang, yakni sungai Cisadane dan sungai Ciliwung. Dengan
demikian, bila kawasan gunung Salak tidak rusak maka kawasan ini akan menyerap
banyak air yang, di samping dapat menyediakan kebutuhan masyarakat yang tinggal
di sekitar gunung Salak juga sekaligus mengurangi volume air yang mengalir ke
Jakarta, karena mencegah banjir tidak hanya persoalan hilir melainkan juga
hulu. Keberadaan Taman Nasional atau kawasan konservasi tidak bisa lepas dari
masyarakat yang hidup di sekitarnya, yang telah puluhan bahkan ratusan tahun
tinggal, menetap, dan memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya.
Bahkan dalam paradigma baru pengelolaan suatu kawasan konservasi adalah dengan
melibatkan secara aktif masyarakat. Karena memang sejatinya, kehadiran kawasan
konservasi, yang relatif baru dibandingkan kehadiran manusia, adalah dapat
berperan dalam mensejahterakan masyarakat.
Masyarakat
yang tinggal di sekitar gunung Salak masih memiliki kearifan tradisional,
diantaranya berupa pengetahuan tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk
berbagai kebutuhannya. Tradisi dan pengetahuan lokal mengenai konservasi
kawasan merupakan hasil dari interaksi panjang antara manusia dan alam. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa setiap masyarakat, atau bahkan mungkin individu, memiliki
cara pandang tersendiri tentang keberadaan sebuah Gunung, tergantung pada hasil
interaksinya dengan gunung.
Bagi masyarakat Sunda yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, gunung Salak memiliki makna tersendiri. Gunung diyakini oleh masyarakat sebagai tempat bersemayam dan turunnya para Batara dari Kahyangan, untuk itu masyarakat Sunda klasik Sunda sering menyebut gunung sebagai kabuyutan. Peran gunung sebagai kabuyut dapat dilihat dari cerita-cerita rakyat dan juga tuturan para pini sepuh.
Oleh masyarakat adat yang tinggal di desa Giri Jaya, gunung Salak merupakan kawasan yang penting, karena di gunung salak ini asal usul daerah dan kehidupan tersimpan. Gunung Salak juga menyimpan banyak misteri kehidupan, bagi siapa saja yang dapat menemukan atau mengerti rahasia yang terdapat di gunung Salak akan menjadi manusia arif. Pendapat mereka didasarkan atas tafsirannya mengenai asal nama Salak yang menjadi nama gunung ini. Menurut masyarakat, nama Salak berasal dari Siloka dan salaka yang berarti simbol atau tanda dan juga asal-usul.
Bagi masyarakat Sunda yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, gunung Salak memiliki makna tersendiri. Gunung diyakini oleh masyarakat sebagai tempat bersemayam dan turunnya para Batara dari Kahyangan, untuk itu masyarakat Sunda klasik Sunda sering menyebut gunung sebagai kabuyutan. Peran gunung sebagai kabuyut dapat dilihat dari cerita-cerita rakyat dan juga tuturan para pini sepuh.
Oleh masyarakat adat yang tinggal di desa Giri Jaya, gunung Salak merupakan kawasan yang penting, karena di gunung salak ini asal usul daerah dan kehidupan tersimpan. Gunung Salak juga menyimpan banyak misteri kehidupan, bagi siapa saja yang dapat menemukan atau mengerti rahasia yang terdapat di gunung Salak akan menjadi manusia arif. Pendapat mereka didasarkan atas tafsirannya mengenai asal nama Salak yang menjadi nama gunung ini. Menurut masyarakat, nama Salak berasal dari Siloka dan salaka yang berarti simbol atau tanda dan juga asal-usul.
Masyarakat
adat ini setiap tahunnya sering menggelar acara-acara seremonial tradisi,
seperti seren taun, muludan, dan lain-lain. Dalam pelaksanaan seremoni tradisi
tersebut, penghormatan terhadap alam, Gunung Salak dalam hal ini dilakukan.
Gunung Salak sangat dihormat oleh masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar