BUDAYA NYADRAN PANGGANGAN
Kearifan Lokal merupakan
nilai-nilai yang diciptakan, dikembangkan, dan dipertahankan dari masyarakat
local dan arena kemampuannya mampu bertahan dan menjadi pedoman hidup masyarakat.Setiap
daerah atau wilayah, mempunyai kearifan local tertentu.Tentunya berbeda antara daerah
satu dengan daerah lainnya.Terdapat enam dimensi kearifan lokal, antara lain:
pengetahuan local, budaya local, keterampilan local, sumber daya local,
mekanisme pengambilan keputusan local, dans olidaritas kelompok.
Ditinjau dari salah
satu dimensi yaitu budaya local, daerah asal,
Purworejo, Jawa Tengah memiliki kearifan local yang cukup beragam.Masyarakat Purworejo
masih menjaga dan melestarikan budaya-budaya adat yang memang sudah ada sejak zaman
nenek moyang.Walaupun ada beberapa yang sudah mulai luntur seiring perkembangan
zaman dan teknologi.Budaya adat yang masih dilestarikan khususnya di desa, misalnya nyadran, muludan, panggangan, sya’banan .Semua kegiatan tersebut adalah
adat yang sudah dilakukan sejak dulu dan
membudaya hingga sekarang.
Nyadran merupakan kegiatan dimana semua warga dalam
satu dukuh/ dusun bersama-sama menyembelih kambing.Uang untuk membeli kambing tersebut
dikumpulkan dari iuran warga.Kambing tersebut disembelih di rumah kepala dusun
(kadus), kemudian diolah oleh beberapa perwakilan warga.Semua warga masyarakat mengumpulkan
nasi dan lauk secukupnya (biasanya disebut “weton”)
di rumah kadus serta membawa wadah yang akan diisi dengan hasil olahan kambing tadi.
Setelah dibacakan doa oleh tokoh masyarakat sekitar, warga masyarakat dapat membawa
kembali weton dan olahan daging kambing
milik mereka. Acara nyadran ini dilakukan
setiap setelah masa panen usai.Filosofi dari kegiatan ini adalah bentuk rasa
syukur kepada Tuhan atas rezeki panen yang telah diberikan.
Muludan dan Sya’banan
merupakan acara peringatan bulan hijriyah atau bulan jawa. Muludan memperingati Bulan Maulid,
sedangkan sabanan memperingati Bulan Sya’ban.
Mulu dan diperingati dengan menyelenggarakan
acara panggangan. Dinamakan panggangan karena semua warga masyarakat
membuat weton berupa ayam yang
ditusuk dan dibentuk sedemikian rupa pada
sebilah bamboo sehingga berbentuk pipih, kemudian dipanggang.Sama halnya
seperti nyadran, weton tersebut kemudian
didoakan oleh tokoh masyarakat dan setelah itu boleh dibawa pulang kembali.Selain
dalam peringatan bulan mauled atau bulan rabi’ulawal, Panggangan ini juga dilakukan beberapa hari menjelang lebaran.Biasanya
pada tanggal dua puluh satu, dua puluh tujuh, atau dua puluh Sembilan ramadhan.Sedangkan
yang dilakukan masyarakat sekitar tempat tinggal ketika sabananya
itu hari pertama pergi ke mushola, masjid, atau tempat mengaji untuk membaca yasin
bersama dengan membawa makanan sebagai suguhan yang akan dinikmati bersama setelah
mengaji. Kemudian di hari kedua, pada malam hari, sekitar ba’da isya’ biasanya banyak
otang berjualan di perempatan/ pertigaan jalan, atau di tempat strategis lainnya
karena sebagian besar masyarakat akan berjalan-jalan keluar rumah bersama keluarga,
teman, maupun tetangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar