Minggu, 28 Februari 2016

BUDAYA MISTIS NYADRAN PANGGANGAN



BUDAYA NYADRAN PANGGANGAN
Kearifan Lokal merupakan nilai-nilai yang diciptakan, dikembangkan, dan dipertahankan dari masyarakat local dan arena kemampuannya mampu bertahan dan menjadi pedoman hidup masyarakat.Setiap daerah atau wilayah, mempunyai kearifan local tertentu.Tentunya berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya.Terdapat enam dimensi kearifan lokal, antara lain: pengetahuan local,  budaya local,  keterampilan local, sumber daya local, mekanisme pengambilan keputusan local, dans olidaritas kelompok.
Ditinjau dari salah satu dimensi yaitu budaya  local, daerah asal, Purworejo, Jawa Tengah memiliki kearifan local yang cukup beragam.Masyarakat Purworejo masih menjaga dan melestarikan budaya-budaya adat yang memang sudah ada sejak zaman nenek moyang.Walaupun ada beberapa yang sudah mulai luntur seiring perkembangan zaman dan teknologi.Budaya adat yang masih dilestarikan khususnya  di desa, misalnya nyadran, muludan, panggangan, sya’banan .Semua kegiatan tersebut adalah adat  yang sudah dilakukan sejak dulu dan membudaya hingga sekarang.
Nyadran merupakan kegiatan dimana semua warga dalam satu dukuh/ dusun bersama-sama menyembelih kambing.Uang untuk membeli kambing tersebut dikumpulkan dari iuran warga.Kambing tersebut disembelih di rumah kepala dusun (kadus), kemudian diolah oleh beberapa perwakilan warga.Semua warga masyarakat mengumpulkan nasi dan lauk secukupnya (biasanya disebut “weton”) di rumah kadus serta membawa wadah yang  akan diisi dengan hasil olahan kambing tadi. Setelah dibacakan doa oleh tokoh masyarakat sekitar, warga masyarakat dapat membawa kembali weton dan olahan daging kambing milik mereka. Acara nyadran ini dilakukan setiap setelah masa panen usai.Filosofi dari kegiatan ini adalah bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki panen yang telah diberikan.
Muludan dan Sya’banan merupakan acara peringatan bulan hijriyah atau bulan jawa. Muludan memperingati Bulan Maulid, sedangkan sabanan memperingati Bulan Sya’ban. Mulu dan diperingati dengan menyelenggarakan acara panggangan. Dinamakan panggangan karena semua warga masyarakat membuat weton berupa ayam yang ditusuk dan dibentuk sedemikian rupa pada  sebilah bamboo sehingga berbentuk pipih, kemudian dipanggang.Sama halnya seperti nyadran, weton tersebut kemudian didoakan oleh tokoh masyarakat dan setelah itu boleh dibawa pulang kembali.Selain dalam peringatan bulan mauled atau bulan rabi’ulawal, Panggangan ini juga dilakukan beberapa hari menjelang lebaran.Biasanya pada tanggal dua puluh satu, dua puluh tujuh, atau dua puluh Sembilan ramadhan.Sedangkan yang dilakukan masyarakat sekitar tempat tinggal  ketika sabananya itu hari pertama pergi ke mushola, masjid, atau tempat mengaji untuk membaca yasin bersama dengan membawa makanan sebagai suguhan yang akan dinikmati bersama setelah mengaji. Kemudian di hari kedua, pada malam hari, sekitar ba’da isya’ biasanya banyak otang berjualan di perempatan/ pertigaan jalan, atau di tempat strategis lainnya karena sebagian besar masyarakat akan berjalan-jalan keluar rumah bersama keluarga, teman, maupun tetangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar