Rabu, 23 Maret 2016

BUDAYA ADAT RUMAH BETANG

BUDAYA RUMAH BETANG Pasir Panjang merupakan sebuah desa yang berada di Kota Pangkalan Bun. Dilihat dari letaknya, desa ini terletak di tempat yang sangat strategis karena keberadannya di tengah-tengah antara Kota Pangkalan Bun dan Pelabuhan Kumai. Di desa ini mengalir Sungai Kumai yang menjadi sumber pemberdaharaan air desa. Berbicara tentang asal-usul desa tidak bisa lepas dari peran Kerajaan Kotawaringin. Menurut cerita penduduk, awal dibukanya desa diprakarsai oleh seorang utusan Kerajaan Kotawaringin yang mengemban sebuah tugas. Utusan tersebut bernama Ranggae yang merupakan seorang bersuku dayak yang merupakan orang kepercayaan raja pada masa itu. Tidak jelas kapan perintah tersebut turun. Setelah beberapa lama mengemban tugas, maka Ranggae ingin kembali ke kerajaan. Namun, raja memerintahkan Ranggae untuk tetap tinggal di daerah tersebut. Akhirnya, Ranggae pun menetap dan mulai membangun desa tersebut. Keberhasilannya membangun desa menjadikannya disegani sebagai komunitas Dayak. Setelah Ranggae berhasil membangun sebuah desa yang cukup makmur, maka raja pun menghibahkan tanah tersebut kepadanya. Desa tersebut kemudian diberi nama dengan Desa Pasir Panjang karena daerahnya yang memiliki daerah pasir yang cukup luas dan memanjang dari daerah aliran sungai sampai ke arah Kota Pangkalan Bun. Mata pencaharian penduduk desa Pasir Panjang adalah petani dan nelayan yang sesuai dengan tanahnya yang subur dan aliran sungai yang kaya dengan ikan pada masa itu. Kepala adat Desa Pasir Panjang yang pertama dikenal dengan Renggawa bagi pria dan wanitanya dikenal dengan Renggawi. Jika dilihat dari periodisasinya, kemungkinan turunnya perintah ini terjadi pada masa awal berdirinya Kerajaan Kotawaringin. Kerajaan ini baru dibangun oleh Pangeran Adipati Anta Kesuma, putra raja Banjar Sultan Musta’in Billah (1650-1678), yang pergi ke arah Barat pada 1679. Di masa pemerintahan sultan pertama inilah disusun undang-undang kerajaan Kotawaringin yakni Kitab Kanun Kuntara. Selain membangun Istana Luhur sebagai keraton kerajaan Kotawaringin, Sang pangeran juga membangun Perpatih (rumah patih) Gadong Bundar Nurhayati dan Perdipati (panglima perang) Gadong Asam. Selain itu untuk keperluan perang dibangun pula Pa'agungan, sebagai tempat menyimpan senjata atau pusaka, membangun surau untuk keperluan ibadat, dan membangun sebuah paseban sebagai tempat para bawahan dan rakyat menghadap sultan. Kemungkinan pada masa inilah raja mengutus beberapa orang untuk memperluas dan menjaga daerah milik kerajaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar