DONGENG GUNUNG MERAPI
Gunung Merapi terletak di 4 kabupaten di DIY dan di Jawa Tengah tepatnya di
Kabupaten Sleman, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Magelang. Para
pnduduk sekitar meyakini bahwa pada awalnya Gunung Merapi adalah tanah datar
akibat dari situasi mendesak para dewa memindahkan Gunung Jawadwipa ke tanah
datar tersebut. Cerita lengkapnya sebagai berikut :
Pada jaman dahulu kala, pulau Jawa belum banyak daerah yang dihuni oleh
manusia. Kebanyakan wilayahnya adalah hutan belantara yang dihuni oleh
makhluk-maklhuk gaib dan binatang liar. Keadaan pulau jawa pada waktu itu
miring, shingga mengkawatirkan kelangsungan makluk hidup yang menghuninya.
Hanya ada beberapa bagian yang dihuni oleh sekelompok manusia yang hidup secara
bergerombol dan suka berpindah-pindah karena keganasan alam dan serangan musuh.
Para penghuni pulau jawa ini tidak menyadari kalau tanah yang mereka
tempati itu sebenarnya miring, sehingga ada kekhawatiran akan meluncur dan
tenggelam ke laut Selatan. Yang mengetahui keadaan ini adalah para dewa di
kayangan yang peduli akan kelangsungan hidup para penghuni pulau Jawa waktu
itu. Para dewa di kayangan akhirnya sepakat untuk membuat agar pulau Jawa tidak
miring, sehingga para penghuninya bisa berkembang biak dan semakin maju
peradabannya.Ketakutan yang mereka alami tentu saja tidak bisa mereka elakkan
lagi. Tidak hanya menusia yang ketakutan namun para penghuni lainnya termasuk
binatang juga lari tunggang-langgang ketakutan.
Para dewa kemudian berunding lagi untuk menentukan pemberat yang akan
mereka taruh di tengah pulau itu. Mereka memutuskan menggunakan Gunung
Jamurdwipa yang yang sangat terkenal bagi makhluk-makhluk gaib dan sangat
tinggi menjulang di dalam laut selatan. Para dewa kemudian memberikan
pengarahan dan meminta ijin para penghuni Gunung Jamurdwipa aga segera pindah
tempat, karena gunung yang mereka tempati akan dipindahkan ke tengah-tengah
pulau Jawa.
Dari hasil
pengukuran yang telah mereka lakukan terdahulu, ternyata lokasinya dihuni oleh
dua orang yang sedang bekerja di tengah hutan belantara. Ke dua orang itu
tenyata empu yang sedang membuat keris. Para dewa kemudian mengutus Dewa
Panyarikan dan Batara Naradha beserta para pengawal untuk memberitahu kepada
kedua orang itu agar segera pindah karena tempatnya akan diletakkan Gunung
Jamurdwipa.
Para utusan dewa itu terpesona melihat kedua empu yang sedang mengerjakan
keris masing-masing tanpa bantuan alat apapun. Empu itu sedang mencampur segala
macam bahan logam dan dengan tangan kosong mereka menggunaka telapak tangan dan
jari-jari untuk menempa dan memilin campuran bubuk logam itu hingga
menggumpal.Pekerjaan empu pada waktu itu tentu saja tidak bisa disela karena
memelukan konsantrasi tingkat tinggi untuk mengolah bijih logam itu. Para
utusan pun mau menunggu, dan sambil melihat betapa takjubnya mereka mengetahui
cara pembuatan keris yang dilakukan oleh para empu itu. Gumpalan besi itu
kemudian dipukul-pukul dan diurut-urut oleh para empu itu hanya menggunakan
tangan mereka. Dan yang lebih menakjubkan lagi gumpalan besi itu membara dan
menyala-nyala namun tangan para empu itu tidak terbakar sedikitpun.
Pekerjaan empu itu sebenarnya belum selesai namun karena ada utusan
penting, maka pekerjaanya di hentikan sementara dan menemui utusan dari
kayangan tersebut. Empu tersebut kemudian memperkenalkan diri. Yang satunya
bernama Mpu Permadi sedangkan yang satunya lagi bernama Mpu Rama. Setelah
saling memperkenalkan diri dan sedikit basa-basi, akhirnya Batara Naradha dan
Dewa Panyarikan mengutarakan maksud kedatangannyaBatara Naradha pun segera
menyampaikan maksud kedatangannya dan didukung oleh pernyataan Dewa Panyarikan,
yaitu menyarankan agar kedua empu itu segera pundah dari lokasi itu karena akan
ditepatkan gunung besar yang akan digunakan untuk menyeimbangkan pulau Jawa
yang sedang miring. Batara Naradha menjelaskan hal ikhwal terjadinya gempa dan
keadaan pulau Jawa yang sangat mengkawatirkan mengharapkan agar kedua orang itu
mau mengerti dan menuruti kehendaknya tanpa ada halangan satupun. Tidak lupa
Dewa Panyarikan pun menjelaskan pentingnya pekerjaan itu demi kelangsungan
hidup para penghuni pulau Jawa.
Mpu Permadi dan Mpu Rama tertegun dan saling berpandangan. Nampak dari
gurat wajahnya seperti tidak berkenan dengan kehendak para dewa. Kedua empu itu
mempunyai kepentingan terkait dengan pekerjaannya yang belum selesai. Dan
ternyata ke-dua empu itu tidak berkenan bila harus berpindah tempat, sementara
pekerjaan membuat kerisnya baru saja dimulai dan harus diselesaikian dilokasi
itu. Kedua empu itu berpendapat jika pembuatan kerisnya tidak selesai dengan
sempurna akan mendatangkan malapetaka bagi manusia, maka harus mereka meminta
harus menunggu hingga pekerjaannya selesai.
Kedua utusan itupun berpendapat jika perkara ini adalah perkara yang
bersifat mendesak, sehingga jikalau harus menggunakan pemaksaan pun akan
dijalankannya. Kedua utusan itu tak henti-hentinya menerangkan bahwa tugas yang
diembannya adalah demi kelangsungan hidup umat di pulau Jawa. Namun kedua empu
itu juga kokoh pada pendiriannya, jika pengerjaan keris itu tidak sempurna juga
akan mendatangkan mala petaka bagi manusia.
Kedua kubu itu pun terlibat adu mulut yang sangat menegangkan. Nampaknya
suasananya semakin menjadi tidak terkendali. Karena alasan yang sangat
mendesak, maka kedua utusan dewa pun menggunakan pemaksaan dengan mengerahkan
seluruh bala tentara pengawalnya untuk menyerang kedua empu itu. Kedua empu itu
segera memasang kuda-kuda untuk menyambut serangan bala tentara kayangan itu.
Nampaknya pertarungan itu tidaklah seimbang mengingat kesaktian dari kedua empu
itu dalam waktu yang tdak lama semua bala tentara itu berhasil dikalahkan.
Kini tinggal berempat mereka berhadap-hadapan dan terjadilah duel satu
lawan satu. Pertarungan sengit pun tak bisa dihindarkan. Pertarungan kali ini
nampak seimbang, sehingga pertempurannya berlangsung lama dan wilayah sekitar
pertempuran itu nampak berantakan, banyak batu-batu berhamburan dan hancur jadi
debu, pohon-pohon besar bertumbangan dan asap atau debu mengepul.Batara Guru
kemudian memberi titah kepada Dewa Bayu untuk memberikan pelajaran buat Mpu
Rama dan Mpu Permadi. Dewa Bayu diperintah untuk segera memindahkan Gunung
Jamurdwipa dengan meniupnya. Batara guru tidak peduli dengan keselamatan kedua
empu itu, karena telah menentang para dewa dan membahayakan keselamatan umat
manusia.
Berangkatlah Dewa Bayu ke Laut Selatan. Dengan kesaktiannya, Dewa Bayu
segera meniup gunung itu. Tiupan Dewa Bayu yang bagaikan angin topan berhasil
menerbangkan Jamurdwipa hingga melayang-layang di angkasa dan kemudian jatuh
tepat di perapian kedua empu tersebut. Kedua empu yang berada di tempat itu pun
ikut tertindih oleh Gunung Jamurdwipa hingga tewas seketika. Kemudian roh kedua
empu tersebut tidak bisa diterima di alam baka sehingga menjadi penunggu gunung
itu.
Meskipun kedua empu sakti itu telah tewas tertimpa gunung, namun sisa-sisa
kesaktiannya tidak padam. Bahan keris yang masih dalam proses pengerjaanya
masih menyala dan tidak dapat dipadamkan kecuali oleh kedua orang empu yang
sudah tewas tersebut dan terus menerus membara dan karena tertimbun oleh
gunung, lama kelamaan semakin membara dan membesar. Karena bertambah besar
baranya, maka tempatnya menjadi terbatas sedangkan tekanannya menjadi
meningkat. Bara api yang makin membesar itu menyembur ke atas dengan membakar
bebatuan dan tanah yang menimbunnya hingga meleleh. Oleh karena tanah dan
bebatuan yang meleleh tadi menimbulkan lobang yang semakin hari semakin bertambah
luas hingga sekarang menjadi kawah. Pada mulanya kawah itu adalah perapian dari
kedua mpu tadi namun para dewa menyebutnya sebagai Gunung Merapi.
Pesan moral dari cerita dongeng diatas adalah sebaiknya kita selalu
mendengar nasihat dari orang lain karena dapat menghindarkan dari musibah
,tidak seperti hal nya kedua mpu tadi tidak mendengarkan nasihat dari para
dewa, akibatnya kedua mpu tadi tertindih Gunung Jamurdwipa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar