DONGENG SEJARAH PULAU BANGKA
Pulau Bangka
adalah pulau besar yang di kelilingi oleh banyak pulau-pulau kecil, menyimpan
banyak cerita sejarah dan peradaban yang besar sejak zaman dahulu. Letaknya
yang strategis dengan kekayaan alam yang melimpah sejak pertama kali mampu
direkam oleh catatan sejarah membuktikan bahwa pulau Bangka adalah pulau yang
bernilai historisitas tinggi.
Sebagai bagian
dari sejarah yang besar, runtutan peristiwa yang pernah terjadi yang berkaitan
dengan daerah ini juga menjadi perdebatan. Tidak saja perdebatan berkaitan
dengan sejarah asal mula secara geografis, tetapi juga interaksi masyarakat
didalamnya yang diperdebatkan oleh para peneliti dan tetua masyarakat
didalamnya. Salah
satunya adalah sejarah tentang asala usul Kota Kapur. Ditemukannya bukti
sejarah berupa prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 Masehi memulai
perdebatan tersebut secara ilmiah. Prasasti yang ditemukan di sungai menduk (
daerah Bangka Barat ) tersebut berisikan 240 kata berbahasa sansekerta ( Achmad
Sahabuddin, dkk 2003 dalam buku Kepulauan Bangka Belitung ) yang
berisi tentang peringatan kepada Masyarakat diwilayah Kerajaan Sriwijaya
tentang larangan untuk melakukan pemberontakan. Peringatan tersebut jelas
dibuat oleh penguasa kerajaan Sriwijaya pada masa itu sehingga diperkirakan
bahwa pulau Bangka pada masa itu telah menjadi pusat aktivitas yang ramai.
Dalam Prasasti
Kota Kapur, sama sekali tidak di sebutkan kata Bangka. Namun para ahli sejarah
banyak menghubungkan Bahasa Sansekerta yang digunakan pada prasasti Kota Kapur
dengan kata Vanca yang juga berasal dari bahasa Sansekerta yang
berarti Timah ( pendapat Ibid ). Dengan melihat kandungan timah yang
ada dipulau ini, maka penggunaan kata vanca yang kemudian mengalami perubahan
kata menjadi Bangka tampaknya bisa diterima dengan nalar.
Versi lain
menyebutkan bahwa kata Bangka berasal dari kata Bangkai ( Pendapat Mary F.
Somers Heidhues 1992 dalam helbig ) yang menunjukkan bahwa Pulau Bangka
adalah pulau tempat pembuangan bangkai pada masa penjajahan. Meski demikian,
asal usul kata ini tidak memiliki bukti ilmiah sehingga analisis versi kota
kapur diatas lebih bisa diterima oleh masyarakat kebanyakan.
Sebuah majalah
pada tahun 1846 yang bernama Tijdschrift voor Nederlandsch Indie memuat tulisan
bahwa daerah yang disebut Banca adalah pulau yang dulunya bernama Chinapata
atau China-Batto (Chinapata diduga adalah daerah yang dulu pernah dilaporkan
oleh seorang pelaut bernama Jans Huyghensvan Linschoteen pada tahun 1595 di
Amsterdam ). Dulu daerah yang disebut Banca mencakup Palembang dan meluas ke
arah Barat yag kemudian disebut Bangka hulu dan kemudian berubah dialeg menjadi
Bengkulu sekarang ini. Ke arah Sumatra Timur, terdapat daerah yang bernama
Bangka yang berhadapan dengan Bagan siapi api (ditulis oleh Sutedjo Sujitno
dalam Sejarah Timah Indonesia, 1996 ). Meski demikian, keyakinan banyak
orang tentang kemungkinan ini tidak nampak terlalu besar sehingga belakangan
banyak orang yang bahkan tidak pernah mendengar cerita ini.
Dalam cerita
asal usul pulau bangka ini, saya juga mengambil beberapa referensi, yaitu
Bangka pada masa Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, kesultanan Palembang,
Pulau Bangka dan Penjajah, serta Awal penambangan timah.
A. MASA
KERAJAN SRIWIJAYA
Pada masa
kerajaan Sriwijaya, pulau Bangka adalah salah satu jalur yang digunakan pada
masa tersebut sebagai jalur pelayaran mereka dalam hal basis kekuatan. Kerajaan
Sriijaya sendiri tumbuh dan berkembang sekitar tahun 392 Masehi, sebagai
kerajaan Maritim yang menganut Agama Budha, tentunya dibawah kekuasaan
Syailendra
B. MASA
KERAJAAN MAJAPAHIT
Pada Masa
Kerajaan Majapahit tahun 1293, Pulau Bangka sempat dijadikan sebagai basis
pertahanan dengan maksud memantau tingkat kekuasaan Sriwijaya yang semakin
melemah pada saat itu. Dibawah pimpinan Hayam wuruk, yang kala itu
kekuasannya mencakup hampir seluruh kepulauan nusantara, memanfaatkan Bangka
sebagai pusat pemantauan kekuatan terhadap Sriwijaya, namun pada masa Sriwijaya
dan Majapahit, potensi sumber daya alam tidak terlalu di expose, karena kemungkinan
besar, pada masa dua kerajaan itu tidak mengetahui tentang besarnya potensi
sumber daya alam yang ada di Pulau Bangka, sehingga kemudian ditinggalkan dan
menjadi sarang perompak yang ganas. Diperkirakan sekitar abad XV. Berdasarkan
pendapat Ibid, pada awal 1600-an, terdapat pasukan yang datang dari
minangkabau, yang kala itu dipimpin oleh Sultan Johor, merubah kondisi Pulau
Bangka, terutama dalam bidang keamanan dan keagamaan. Walaupun, pada awalnya,
pasukan Panglima perang tuan sarah dan raja alam Harimau Garang hanya bermaksud
menumpas para perompak yang mendiami pulau Bangka pada waktu itu, namun lama
kelamaan mereka mengembangkan Islam. Jadi bisa disimpulkan bahwa Islam mulai
masuk ke pulau Bangka pada awal 1600-an.
C. MASA
KESULTANAN PALEMBANG
Hampir bersamaan
dengan masuknya Belanda ke Indonesia pada awal tahun 1600-an, Pulau Bangka
mulai dikuasai oleh Kerajaan Banten dengan mengangkat Bupati Nusantara untuk
memerintah Bangka dengan pusat kekuasaaan di Bangka Kota. Sultan Abdurrachman
yang memerintah Kesultanan Palembang ( 1662-1706 ) pada masa itu meminang
Puteri Bupati Nusantara di Bangka Kota dan ketika Bupati nusantara wafat
kemudian kekuasaan tersebut beralih ke kekuasaan Kesultanan Palembang.
Sepeninggal Sultan Abdurrachman, keturunan Sultan pecah dalam perselisihan dan
mengakibatkan putera Sultan yang bernama Ratu Muhammmad Badaruddin meninggalkan
Palembang ( Pendapat Ibid ). Tahun 1735, Kesultanan Palembang
mengadakan perjanjian dengan penguasa Hindia Belanda tentang penjualan timah.
Isi perjanjian tersebut menyebutkan bahwa Belanda memonopoli perdagangan timah
di Bangka. ( Fachir Haitami, dkk, 2000 )
D. PULAU
BANGKA DAN PENJAJAH
Belanda pertama
kali mendarat di Nusantara tepatnya di Banten Pulau Jawa pada tahun 1596
dibawah pimpinan Cornelis de Houtman. Cukup lama setelah itu Belanda baru
melirik Pulau Bangka sebagai salah satu daerah potensial penghasil timah.
Ketika itu daerah ini masuk pada kekuasaan Kesultanan Palembang (Pendapat
Ibid ). Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, bahwa antara Kesultanan
Palembang dengan Hindia Belanda telah mengadakan perjanjian tentang pengolahan
hasil alam di Pulau Bangka, dan hasilnya adalah Belanda memonopoli Timah dan
sebagai gantinya, Belanda akan melindungi Kesultanan Palembang. Sebuah catatan
kontrak ini diadakan pada tanggal 10 juli 1668, sebagaimana disebutkan dalam
buku Kepulauan Bangka Belitungdengan editor Achmad Sahabuddin, dkk (
2003 ). Setelah tahun 1722, hubunga antara Kesultanan Palembang dengan
pihak Belanda memburuk dan situasi ini dimanfaatkan oleh Inggris dan Prancis
mengalahkan Belanda. Pada waktu itu, pihak Inggris dan Prancis masing-masing
dipimpin oleh Lord Minto dan Thomas stanford Raffles, sementara Kesultanan
Palembang ditinggal wafat oleh Sultan Mahmud Badaruddin yang kemudian digantikan
oleh anaknya yang bergelar Sultan Mahmud Badaruddin II. Masuknya Inggris
mendapat perlawanan keras dari Kesultanan Palembang, dan pada akhirnya
dimenangkan oleh pihak Inggris. Dan dengan terpaksa, Kesultanan Palembang
kemudian mengeluarkan pernyataan yang intinya menyerahkan kekuasaan atas Pulau
Bangka dan Belitung kepada Inggris. Inggris memulai penguasaan terhadap Timah
pada tahun 1812-1816, yang pada saat itu sempat mengganti nama Bangka dengan
The Duke Of York dengan ibukota Mentok yang diganti dengan nama Minto. Nama
Minto sendiri diambil dari Nama Lord Minto. Namun, pada tahun 1814, terjadi
penandatanganan Traktat London yang mengakibatkan Inggris harus menyerahkan
atau mengembalikan daerah yang telah direbut dari Belanda sebelumnya, yaitu
teptnya pada tanggal 17 april 1827.
E. AWAL
PENAMBANGAN TIMAH
Penemuan timah
pertama kali di Pulau Bangka memiliki beberapa versi, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Versi
tahun 1707
Horsfield
dalam Heidhues mengatakan bahwa timah dengan mudah terlihat ketika penduduk
setempat melakukan pembakaran ladang-ladang untuk ditanami oleh penduduk
setempat. Logam timah tampak meleleh ketika penduduk melakukan pembakaran.
( Pendapat Ibid )
2. Versi
tahun 1709
Orang
yang di anggap memperkenalkan penambangan timah di Pulau Bangka adalah
orang-orang Johor yang memiliki garis keturunan Cina yang beragama Islam dan
juga merupakan kerabat Kesultanan Palembang
3. Versi
tahun 1711
Pada
tahun ini juga disebutkan bahwa adanya kedatangan seorang Cina bernama Oen
Asing ( Boen Asiong ) yang melakukan penambangan timah di Kampung Belo Mentok,
orang ini pula yang melakukan berbagai macam gerakan pembaruan dalam
penambangan timah, memperkenalkan penambangan timah dengan penggunaan mesin,
teknik perapian untuk membakar timah yang lebih efisien dan melakukan
standarisasi bentuk dan berat timah. ( pendapat Ibid ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar