DONGENG SEJARAH KOTA BLITAR
Pada zaman dahulu,
di wilayah Kabupaten Blitar ada sebuah kadipaten(Kabupaten) bernama
Kadipaten Aryablitar. Adipati-nya (bupatinya) bernama Adipati Nila Suwarna.
Adipati ini mempunyai seorang wakil bernama Ki Ageng Sengguruh.
Ki Ageng Sengguruh
pada mulanya sangat patuh dan setia pada Adipati Nila Suwarna. Isteri Ki Ageng
Sengguruh yang bernama Nyai Ageng Sengguruh tidak suka pada kepatuhan dan
kesetiaan suaminya. Apalagi Nyai Ageng Sengguruh sudah lama ingin menjadi
permaisuri seorang adipati. Nyai Ageng Sengguruh merayu Ki Ageng Sengguruh agar
mau merebut kekuasaan Adipati Nila Suwarna.
Ki Ageng Sengguruh termakan rayuan Nyai Ageng Sengguruh. Dia menjadi manusia bermuka dua. Di depan Adipati Nila Suwarna, Ki Ageng Sengguruh selalu menampakkan kepatuhan dan kesetiaannya. Di belakang, Ki Ageng Sengguruh selalu menjelek-jelekkan Adipati Nila Suwarna. Ki Ageng Sengguruh juga berhasil merayu beberapa punggawa kadipaten untuk diajak mencari kesempatan merebut kekuasaan.
Kesempatan yang ditunggu-tunggu Ki Ageng Sengguruh untuk merebut kekuasaan pun datang. Saat itu, permaisuri Adipati Nila Suwarna yang bernama Dewi Rayungwulan sedang hamil. Dewi Rayungwulan pun mengidam. Ia ingin sekali makan ikan bader abang asisik kencana (bader merah bersisik emas). Dewi Rayungwulan menyampaikan keinginannya pada Adipati Nila Suwarna.
Ki Ageng Sengguruh termakan rayuan Nyai Ageng Sengguruh. Dia menjadi manusia bermuka dua. Di depan Adipati Nila Suwarna, Ki Ageng Sengguruh selalu menampakkan kepatuhan dan kesetiaannya. Di belakang, Ki Ageng Sengguruh selalu menjelek-jelekkan Adipati Nila Suwarna. Ki Ageng Sengguruh juga berhasil merayu beberapa punggawa kadipaten untuk diajak mencari kesempatan merebut kekuasaan.
Kesempatan yang ditunggu-tunggu Ki Ageng Sengguruh untuk merebut kekuasaan pun datang. Saat itu, permaisuri Adipati Nila Suwarna yang bernama Dewi Rayungwulan sedang hamil. Dewi Rayungwulan pun mengidam. Ia ingin sekali makan ikan bader abang asisik kencana (bader merah bersisik emas). Dewi Rayungwulan menyampaikan keinginannya pada Adipati Nila Suwarna.
“Aku sangat senang
Dinda hamil. Sudah lama kurindukan untuk mempunyai anak. Kini keinginku akan
segera terwujud. Namun, permintaan Dinda ingin makan ikan bader merah bersisik
emas sangat aneh. Tapi biarlah! Aku akan minta bantuan Paman Patih Ki Ageng
Sengguruh untuk mencarinya,” kata Adipati Nila Suwarna pada Dewi Rayungwulan.
Adipati Nila Suwarna segera memanggil Ki Ageng Sengguruh. Adipati Nila Suwarna menceritakan tentang permintaan permaisurinya pada Ki Ageng Sengguruh.
Adipati Nila Suwarna segera memanggil Ki Ageng Sengguruh. Adipati Nila Suwarna menceritakan tentang permintaan permaisurinya pada Ki Ageng Sengguruh.
“Tolonglah, Paman!
Carikan ikan bader merah bersisik emas itu untuk permaisuriku! Apa pun syarat
dan berapa pun biayanya akan aku penuhi!” pinta Adipati Nila Suwarna.
“Baiklah, Gusti
Adipati! Hamba akan berusaha mencari ikan bader merah bersisik emas itu.
Izinkan hamba sekarang juga berangkat mencarinya!”
Mula-mula Ki Ageng
Sengguruh memang mencari ikan bader merah bersisik emas. Dia bertanya pada para
pencari ikan. Mungkin ada di antara mereka yang pernah melihat ikan bader merah
bersisik emas. Namun, para pencari ikan tak seorang pun yang tahu. Ki Ageng
Sengguruh pun pulang dengan gontai.
Saat pulang, Ki
Ageng Sengguruh melewati sebuah kedung (bagian sungai yang
lebar dan dalam) bernama kedung Gayaran. Kedung Gayaran
adalah kedungyang sangat angker. Siapa pun yang berani masuk ke air
di kedung itu pasti akan tenggelam dan meninggal dunia. Para
pencari ikan tak ada yang berani mencari ikan di kedung Gayaran.
Tiba-tiba terlintas
akal licik Ki Ageng Sengguruh. Timbul niatnya untuk mencelakakan Adipati Nila
Suwarna dan merebut kekuasaan Kadipaten Aryablitar. Ki Ageng Sengguruh pun
mempergunakan kesaktiannya. Dia mengubah sumping(hiasan) daun
telinga kanannya menjadi ikan bader merah bersisik emas. Ikan itu lalu dilepas
di kedung Gayaran.
Ki Ageng Sengguruh
bergegas kembali ke kadipaten menghadap Adipati Nila Suwarna. Ki Ageng
Sengguruh melaporkan bahwa telah mengetahui keberadaan ikan bader merah
bersisik emas itu.
“Tempatnya di kedung Gayaran,
Gusti Adipati!” lapor Ki Ageng Sengguruh.
“Mengapa Paman Patih
tidak menyuruh orang untuk menangkapnya dan membawa kemari?” Tanya Adipati Nila
Suwarna.
“Maafkan hamba,
Gusti Adipati! Tak seorang pun yang bernai mengambil ikan itu. Ikan itu
dipercaya sebagai ikan peliharaan dewa. Hanya para raja atau adipati saja yang
dapat menangkapnya. Untuk itu, Gusti Adipatilah yang harus menangkapnya
sendiri.
“Baiklah! Aku yang
akan menangkap sendiri. Sebenarnya, aku tidak bias berenang. Namun, demi
memenuhi permintaan isteri dan calon anakku, apa pun akan kulakukan,” kata
Adipati Nila Suwarna. “Ayo, Paman! Tunjukkan di manakedung Gayaran
tempat ikan itu berada!”
Adipati Nila Suwarna
diiringi prajurit pengawal mengikuti Ki Ageng Sengguruh menuju kedung Gayaran.
Sesampai di kedung Gayaran, Adipati Nila Suwarna memang
melihat ada seekor ikan bader merah bersisik emas. Ikan itu sedang berenang ke
sana kemari. Sisik emasnya memantulkan cahaya kemilauan terkena sinar matahari.
Hati Adipati Nila
Suwarna sangat senang sekali. Dinda Rayungwulan pasti akan senang sekali karena
keinginannya terkabul, pikir Adipati Nila Suwarna.
“Prajurit, siapkan
jaring untuk menangkap ikan itu! Aku sendiri yang akan turun kekedung untuk
menangkapnya” perintah Adipati Nila Suwarna pada salah seorang prajurit
pengawalnya. Prajurit itu segera memberikan jaring penangkap ikan pada Adipati
Nila Suwarna. Sang Adipati pun berisap-siap terjun ke air kedung.
Adipati Nila Suwarna
berenang di air kedung sambil membawa jaring. Dikejarnya ikan
bader merah bersisik emas yang berenang ke sana kemari itu. Ikan itu ternyata
gesit sekali. Berkali-kali Adipati Nila Suwarna berusaha menjaringnya.
Namun, ikan itu behasil lolos.
Adipati Nila Suwarna
menjadi kelelahan. Akhirnya, Adipati Nila Suwarna tak dapat menggerakkan
badannya karena sangat lelah. Adipati Nila Suwarna pun tenggelam di kedung itu.
Ki Ageng Sengguruh
segera menyuruh para prajurit pengawal menolong Adipati Nila Suwarna. Namun,
terlambat sudah! Adipati Nila Suwarna sudah meninggal dunia. Jenazah Adipati
Nila Suwarna dibawa kembali ke kadipaten dan dikuburkan dengan baik.
Ki Ageng Sengguruh
kemudian mengambil alih kedudukan Adipati Nila Suwarna sebagai adipati di
Kadipaten Aryablitar. Ia mengumumkan pada seluruh punggawa dan rakyat Kadipaten
Aryablitar bahwa dialah sekarang yang menjadi adipati. Ia memakai gelar Adipati
Nila Suwarna II.
Tak seorang pun yang
berani membantah keputusan Ki Ageng Sengguruh. Dewi Rayungwulan yang tidak menyetujui
keputusan Ki Ageng Sengguruh diusir dari kadipaten. Dewi Rayungwulan yang
sedang hamil itu pun meninggalkan kadipaten dengan hati sedih. Dewi Rayungwulan
tak tahu akan pergi ke mana.
Kesimpulan
Cerita ini tergolong
legenda. Nama Blitar konon diambil dari nama Kadipaten Aryablitar dahulu.
Legenda ini sangat dikenal oleh masyarakat Blitar. Makam Adipati Nila Suwarna
juga masih dapat dijumpai hingga sekarang. Tempatnya di Desa Blitar, Kecamatan
Sukorejo, Kota Blitar.
Cerita ini memberi
pelajaran kepada kita agar jangan mudah percaya dengan perkataan orang lain.
Apa yang dikatakan orang lain perlu dibuktikan sendiri kebenarannya. Jangan
sampai kepercayaan kita dimanfaatkan orang lain yang berniat tidak baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar